You Belong With Me *Cerpen Duet
---
You Belong With Me.
---
“Gimana sih rasanya suka sama pacar orang? Sakit? Iya, pasti. Bukan cinta namanya kalau gak mengenal rasa sakit.“ ― You Belong With Me.
“Pertanyaannya : Memangnya salah ya kalo kita suka sama orang yang sudah mempunyai pacar?“ ― You Belong With Me.
“Kalo aja cinta itu bisa di atur. Tapi sayangnya cinta gak bisa di atur harus menyukai siapa. Cinta itu sesuatu yang gak terduga. Tiba-tiba datang bahkan tanpa disadari. Dan, kadang, cinta datang pada orang yang salah. Yang seharusnya tidak kita cintai.“ ― You Belong With Me.
"Sebesar besarnya cinta aku ke dia, lebih besar cinta dia buat pacarnya. Seharusnya aku tau, gak pernah ada harapan buat perkara mencintai pacar orang." -You Belong With Me.
"Ketika aku mencintai pacar orang, yang aku harapkan adalah agar dia putus dari pacarnya. Aku lupa berpikir, apa setelah nanti dia putus maka akan secara otomatis dia menjadi miliku?" -You Belong With Me.
-o-
Sometimes I wish I could read your mind to find out how you really feel about me.
Bisma menutup surat itu dengan desahan yang panjang. Lagi-lagi surat dari secret admirer, gumam Bisma pelan. Setiap hari mendapatkan surat cinta bukannya membuat Bisma senang, tapi justru membuat kepalanya pusing setelah membacanya. Sudah hampir satu tahun surat ini selalu ditemukannya di loker meja, dan bahkan sampai saat ini pun Bisma belum mengetahui siapa pengirimnya. Siapa orang yang diam-diam selalu menaruh surat ini di lokernya. Bisma masih menatap surat ditangannya saat melihat Kila memasuki kelas, dengan secepat mungkin Bisma melipat kertas itu dan meletakkannya kembali ke loker meja.
Kalo gue tau siapa lo, mungkin gue bingung bakalan bales perasaan lo pake apa. Karena untuk saat ini, gue masih punya Kila, cewek yang gue sayang.
-o-
Tak henti-hentinya Veya meremas tangannya sendiri dibawah meja saat bola matanya lagi-lagi melihat pemandangan memuakkan yang sering terjadi dikelas ini. Ini memang bukan pertama kalinya untuk Veya, bahkan sudah sering kali, dan hampir setiap hari, ya paling tidak cukup untuk membuat Veya kebal untuk beberapa saat. Tapi hanya beberapa saat, sesaat sesudahnya, Veya merasakan sakit di telapak tangannya akibat ulahnya sendiri, membuat emosi Veya semakin naik. Setiap kali Veya melihat pemandangan ini, tidak dipungkiri, hati Veya selalu mencelos. Kenapa harus sesakit ini?
Lelah menyaksikan kemesraan dua orang yang ada didepannya ini, Veya kini membenamkan kepalanya diantara kedua tangannya. Kepalanya disandarkan diatas meja. Veya terdiam lama dalam posisi seperti itu. Pikirannya menerawang jauh, dan jatuh pada hari dimana pertama kalinya Veya merasakan perasaan seperti ini.
Tepatnya, dua tahun yang lalu, saat Masa Orientasi Sekolah. Saat itu, Veya sedang terburu-buru melewati koridor utama menuju lapangan sekolah dengan langkah yang cepat, hampir menyerupai lari malah.Sialnya, dengan bermacam-macam atribut yang menempel ditubuhnya waktu itu, Veya lupa mengencangkan ikatan tali sepatu yang dibuat dari tali rapia itu karena sibuk dengan topi kuncup serta tas karung saat melancarkan aksi larinya agar tidak jatuh. Waktu itu, Veya tidak menyadari saat ada seseorang yang juga berlari lawan arah ke arahnya, dan saat dibelokan, Veya tidak sengaja menginjak tali sepatunya sendiri, menyebabkan Veya hilang keseimbangan dan jatuh setelahnya.
Tapi kemudian, seseorang itu dengan refleks dan cepat menangkap Veya kedalam pelukannya, sepersekian detik sebelum Veya menghempaskan tubuhnya ke lantai. Dan saat Veya membuka mata, saat itulah, Veya merasakan jatuh cinta untuk yang pertama kali dalam hidupnya. Pada seseorang yang menyelamatkannya, yang juga selama dua tahun berturut-turut ini selalu menjadi teman satu kelas nya. Bisma Karisma.
“Ve, waktu itu lo nyatet pr bahasa indonesia gak?“ Veya terlonjak. Mengangkat kepalanya dengan linglung, Veya menatap seseorang didepannya ini dengan mata melebar.
“Kamu... ngomong sama aku?“ Bisma tertawa renyah, membuat Veya terpana selama beberapa saat.
“Iya, Ve, gue ngomong sama lo. Nyatet pr bahasa indonesia yang minggu lalu gak?“
Veya menganggukkan kepalanya dengan keras, membuat Veya meringis setelahnya akibat rasa sakit dilehernya. “Nyatet, kok. Kenapa?“
Bisma tersenyum. Dua tahun lalu, saat pertama kali Bisma memasuki kelas ini, tatapan Bisma sudah jatuh lebih dulu pada gadis didepannya ini, Veya Cresentika. Gadis pintar dengan kelakuan yang terbilang agak aneh untuk gadis seumuran dirinya. Alih-alih lebih memilih mencari teman kesana- kemari, Veya justru lebih senang berpetualang didalam perpustakaan selama berjam-jam ditemani buku-buku disekelilingnya. Cewek ini beda, batin Bisma, misterius. Dan yang paling penting, masa lalu gue.
“Minjem, boleh?“ Bisma tersenyum gemas saat melihat kedua mata didepannya ini lagi-lagi melebar dengan sangat lucu.
“Buat apa?“
“Waktu itu kan gue gak masuk, jadi gak nyatet. Boleh, ya?“ Veya terdiam. Ini pertama kalinya dalam dua tahun Veya mengobrol begitu lama dengan siswa-siswi disekolah ini.
Sifatnya yang pendiam membuat Veya jarang berkomunikasi pada orang lain, selain buku-bukunya. Ditambah lagi, seseorang itu adalah Bisma. Ah, Veya merasa sedang bermimpi.
“Ve?“
Veya diam.
“Veya?“
Masih diam.
“Vey, hei!“
“Eh? Apa?“
Lagi-lagi Bisma tertawa. Masa sih cewek selucu ini gak ada yang mau nemenin? Gak ada yang sukain?
“Boleh gak gue minjem catetan lo?“
“Oh, eh, iya boleh,“ Veya mengambil buku catatan Bahasa Indonesia didalam tas nya dengan sangat cepat, berharap kejadian ini segera berakhir. Kalau tidak, gadis itu akan jantungan saat ini juga. “Nih.“
“Sip. Pinjem ya, Veeey...“ setelah itu, Bisma kembali memutar tubuhnya menghadap ke depan. Karena memang Veya berada tepat dibelakangnya.
Satu yang Veya ingat saat itu, selama ini belum pernah ada yang memanggilnya dengan sebutan ‘Ve‘ atau ‘Vey‘ kecuali nama ‘Veya‘. Dan gak tau kenapa, Veya merasakan ada yang beda dengan dirinya hari ini.
-o-
Veya sudah hampir menuju lobi untuk pulang saat gadis itu teringat akan buku pr Bahasa Indonesia nya yang ada pada Bisma. Berbalik melewati kerumunan siswa-siswi yang sudah mulai ramai, Veya menemukan Bisma di koridor saat cowok itu baru saja keluar dari kelas sambil menenteng bola basket ditangannya.
“Bisma!“
Bisma berbalik, dan segera mengangkat alisnya saat menemukan Veya tengah berlari ke arahnya. “Eh? Ve? Kenapa?“
“Aku mau ngam―“
“Bisma!“
Suara itu membuat Veya dan Bisma sama-sama menoleh, dan mendapati Kila sedang melambai kearah mereka―atau lebih tepatnya melambai kearah Bisma. Berlari kecil untuk menghampiri mereka, Kila memberikan kecupan ringan di pipi Bisma, membuat Bisma entah kenapa langsung menoleh pada Veya yang langsung memalingkan wajahnya.
“Sayang, maaf ya aku gak bisa pulang bareng kamu. Hari ini aku ada janji sama Dea sama Muti kalo kita mau ngerjain tugas bareng. Gak apa-apa, kan?“
Bisma memalingkan wajahnya dari Veya untuk menatap wajah cantik Kila―kekasihnya―yang ada didepannya ini. Tersenyum manis, Bisma membalas kecupan ringan pada pipi kiri Kila dan menjawab,
“Gak. Gak apa-apa kok.“
“Janji deh, besok malem kita bakalan dinner romantis dirumah aku, ya?“ Bisma terkekeh. Mencubit pipi gadis itu dengan gemas, Bisma kembali menegaskan dengan lembut. “Aku gak apa-apa kok. Yaudah, sana gih, selamat belajar ya...“
“Duh, baiknya pacar aku ini haha. Yaudah, bye!“ berbalik, Kila baru menyadari kalau ada seseorang lain diantara mereka. Tersenyum malu, Kila memukul lengan Bisma pelan.
“Kok kamu gak bilang ada orang lain disini?“ dan berbalik pada Veya yang sekarang tersenyum kaku padanya.
“Oh, hai, Ve, lama gak ketemu. Apa kabar?“ Veya mengangguk masih dengan senyum kaku.
“Baik, Ki―“ lalu terdiam saat menyadari Kila sudah pergi. Ternyata sapaan tadi hanya sekedar basa-basi dari seseorang yang sudah dikenalnya sejak SMP itu walaupun memang tidak akrab sama sekali.
Bisma yang melihat itu segera mendekati Veya. “Eh, em, Kila emang lagi buru-buru kok. Ohya, ada apa Ve?“
“Oh, eh, ini Bis, aku―aku mau ngambil buku pr tadi.“ Bisma menepuk jidatnya, lalu teringat akan sesuatu yang ditemukannya di buku Veya saat cowok itu menyalin pr.
“Em, lo mau bukunya?“
“Iya, plis.“
“Temenin gue main basket dulu, yuk? Ntar kalo udah, baru gue kasiin bukunya. Gimana?“
“Loh, kok?“
Bisma mengambil buku Veya dari dalam tasnya. Menggoyang-goyangkannya didepan wajah Veya, Bisma tersenyum jail. “Gimana?“
“Tapi,“
“Yaudah kalo gak mau, bukunya gak akan gue balikin. Bye!“ Bisma sudah akan berlari saat cowok itu menangkap gumaman dibelakangnya.
“Jangan lama-lama, ya?“
Bisma berbalik. “Setengah jam?“
Veya meringis. Memikirkan setengah jam bersama Bisma. Melihat Bisma bermain basket. Hanya berdua dengannya, membuat jantung Veya kembali berdetak dua kali lebih cepat.
Tapi, melihat kejailan yang ada dimata Bisma, bodoh kalau Veya menolak kesempatan untuk berdua saja dengan Bisma. Mengangguk, Veya bergumam pelan. “Inget ya, kalo bukan karena buku, aku gak akan mau dipaksa sama kamu kayak gini!“
Setelah itu, dengan kedua tangan terlipat didepan dada, Veya berjalan mendahului Bisma. Kepala Veya juga diangkat dengan gaya sombong. Gerakan itu hanya membuat Bisma gemas. Memasukkan kembali buku itu kedalam tasnya,
Bisma menggenggam erat bola ditangan kanannya, dan berlari mengejar Veya untuk menggandeng cewek itu ditangan kirinya. Membuat Veya tertegun untuk beberapa saat sebelum akhirnya tersenyum.
-o-
“Ve, sini, main basket sama gue yuk?“
Veya mendongak. “Eh, aku gak bisa “
“Masa cewek serba bisa kayak lo gak bisa basket, sih? Ayo dong, capek nih main sendiri.“
Veya meringis. “Kalo capek kita pulang aja, yuk? Aku takut dimarahin Papa kalo pulang kesorean.“
Bisma melirik jam tangan hitam yang melingkar dilengan kirinya. “Baru setengah tiga, Ve. Ayolah, sini.. Kalo gak bisa baru gue ajarin.“ Veya berdiri, lalu berjalan mendekati Bisma dengan ragu.
“Aku gak bisa loh.“
“Gue ajarin, sini.“
Memberikan bolanya pada Veya, Bisma berjalan untuk berdiri dibelakang gadis itu, mengangkat tangan Veya sekaligus membenarkan cara memegang bola basket yang benar.
“Nah, kalo lo udah siap, lo boleh
lompat.“
Veya mengangguk, dan Bisma melepaskan tangan Veya untuk berjalan disamping gadis itu. Awalnya Veya menatap ragu ke arah Bisma, lalu saat cowok itu mengangguk dan tersenyum, Veya melompat, dan... masuk!
-o-
“Ve, udahan sini...“
Veya menoleh kebelakang, dan mendapati Bisma berbaring dibelakangnya dengan seragam yang basah kuyup karena keringat. Tersenyum, Veya mendekati Bisma, dan duduk disamping cowok itu.
Bisma memberikan air minum pada gadis itu sambil terkekeh.
“Gimana? Seru, kan?“
“Banget!“
“Lebih seru daripada cuma baca buku diperpustakaan, kan?“
Veya segera menoleh, dan mendadak jadi kaku saat Bisma mengangkat topik yang baru setengah jam lalu dilupakannya hanya karena sebuah bola. Veya terdiam lama, lalu tersenyum saat keadaan berubah menjadi canggung.
“Kadang, aku pengen sih jadi orang lain. Yang lebih ceria, yang lebih gaul, dan, yang lebih cantik.“ Veya diam lagi. Didetik sepuluh, Veya menoleh pada Bisma yang juga sedang menatapnya dengan senyum. “Tapi, aku sadar. Ini aku. Ini diri aku. Dan sampai kapanpun, aku gak akan bisa ngerubah apapun dari diri aku, haha. Ya, ini aku. Aku yang aneh, aku yang gak punya temen. Dan aku yang... gak cantik.“
Bego kalo ada yang bilang lo jelek. “Buat gue, lo cantik kok.“ Veya menoleh pada Bisma, dan langsung mengalihkan pandangannya lagi saat melihat Bisma menyeringai dengan sangat manis. Aduh, pulang-pulang kayaknya aku bakalan kena penyakit gula nih liat yang manis-manis terus.
“Tapi gak lebih cantik dari Kila, kan? Ups..“ Veya langsung menutup mulutnya saat merasa sudah keluar dari zona-nya sendiri. Apa sih aku, maluin diri sendiri aja.
Bisma menegang. Dan kejadian tabrakan yang terjadi padanya dengan Veya dua tahun lalu kembali teringat dalam pikirannya. “Bahkan―“ lalu kemudian Bisma merendahkan suaranya menjadi bisikan. Tidak ingin Veya mendengarnya. “―menurut gue lo lebih cantik dari Kila.“
Tapi bahkan Veya bisa mendengar bisikan itu jauh lebih jelas. “Kamu salah.“ balas Veya pelan, berbisik. Lebih ke arah ngomong sama diri sendiri sih sebenernya. “Aku gak lebih cantik dari Kila. Kalo emang menurut kamu aku lebih cantik dari Kila, pasti sekarang aku yang jadi pacar kamu, bukan Kila.“
“Ve?“
“Ya?“
“Kalo gue bilang gue suka sama lo, gimana?“
Veya tersedak, membuat Bisma langsung terduduk. “Lo gak apa apa, Ve?“
Veya berdiri, mengambil tas yang ada dipinggir lapangan, Veya segera berlari meninggalkan Bisma. Bisma yang melihat itu langsung mengejar Veya dengan perasaan bingung. Apa gue salah ngomong?
“Ve! Veya, lo mau kemana?“ Veya terus berlari sampai akhirnya Bisma menangkap lengan Veya dan membalikkan gadis itu untuk menatapnya. “Lo kenapa? Gue salah apa sampe lo lari kayak tadi?“
“Aku mau pulang Bis, plis.“
“Gak usah lari-lari lagi, Ve. Karena gue udah tau semuanya.“ Bisma membawa Veya kembali ke pinggir lapangan. Melepaskan tangannya dari lengan Veya, Bisma berjongkok untuk membuka tasnya, dan mengambil sesuatu dari dalam tasnya. “Ini. Ini punya lo kan?“
Veya menegang, dan mulut gadis itu menutup dengan rapat. Sekarang, yang diinginkannya adalah lari... lari sejauh mungkin. Veya ingin berlari dari hidupnya dan melupakan semua kejadian yang dialaminya hari ini. Andai bisa.
“Jadi selama ini, secret admirer gue itu... elo?“ Bisma menatap Veya dengan frustasi. “Kenapa harus elo, Ve?! Dan kenapa baru sekarang gue taunya? Kenapa baru sekarang saat gue udah mulai bisa ngelupain lo karena Kila?“ Bisma semakin tajam menatap Veya, berusaha mengunci pandangan Veya yang berusaha mengalihkan pandangannya dari tatapan Bisma. "Kenapa lo gak pernah bilang sama gue? Kenapa, Ve?" Semakin lama suara Bisma semakin meninggi, semakin membuat tenggorokan Veya tercekat dan tak mampu mengatakan apapun. "Veya, jawab!"
Veya mendongak, memberanikan diri menatap Bisma, rahangnya benar benar mengeras, yang saat ini di lakukannya hanya menahan tangis agar tidak meledak disini. Dia sudah tau. Semuanya. Semuanya. Veya harus menyelesaikannya, harus!
"Kenapa aku harus bilang sama kamu?" Veya mulai bersuara, setelah ia menelan ludahnya yang begitu kasar untuk membasahkan tenggorokannya yang benar benar mendadak mengering. "Kamu kan cowok. Gak sepantesnya cewek bilang duluan." Tandas Veya tanpa ragu ragu.
Bisma berhasil terdiam karena ucapan Veya, sesaat ia tercengang dengan ucapan Veya.
-o-
Masih terekam dengan jelas kejadian yang berlangsung di lapangan basket siang tadi, saat semuanya mulai terbuka, saat Veya mengaku bahwa Veya mencintai Bisma. Saat Bisma juga mengaku pernah mencintai Veya. Dan kejadian itu, sudah cukup menjadi pembuktian untuk Bisma, ternyata Bisma sudah tidak punya perasaan apapun pada Veya.
Tidak pernah Bisma pungkiri bahwa dulu, Bisma pernah mencintai Veya. Bisma tidak pernah menyesalinya. Tidak pernah. Meski tidak sempat tersampaikan tepat pada waktunya. Saat Bisma benar benar pupus karena tidak berani mendekati cewek aneh yang hanya berinteraksi dengan buku seperti Veya, mata Bisma baru terbuka, bahwa ada gadis lain yang terang terangan berusaha mengejarnya. Gadis yang cukup agresif mendekatinya, menunjukan rasa suka terhadapnya, membuat hati Bisma tergugah, sampai saat ini. Bisma benar benar sudah merasa di buat gila oleh Kila.
Yaa, gadis itu adalah Kila, kekasih Bisma saat ini. Bisma baru bisa mendapatkan Kila saat Bisma menyatakan cintanya untuk yang kedua kalinya. Sebelumnya, Bisma sudah pernah di buat sakit hati oleh Kila. Saat Bisma masih mencintai Veya, Kila datang mendekat padanya, dengan gayanya yang ekapresif, mengubah haluan hidup Bisma. Perlahan nama Veya mulai tersingkir, Bisma yakin kali ini ia sudah mencintai Kila. Dan saat Bisma menyatakan cintanya pada Kila, dengan terang terangan Kila menolaknya, Kila malah lebih memilih lelaki lain yang juga menyatakan perasaannya.
Bisa di bayangkan bagaimana sakitnya jadi Bisma? Kila yang sudah dengan terang terangan menunjukan rasa sukanya terhadap Bisma, ternyata terang terangan pula menolak Bisma saat Bisma menyatakan cintanya. Hati Bisma benar benar sakit, ngilu, perih, dan tak keruan sudah seperti apa.
Tapi Kila sudah benar benar membuat Bisma gila, saat Kila sudah putus dari pacarnya, Kila kembali mendekati Bisma. Bisma ingin marah. Tapi tidak bisa. Tak dapat di pungkiri, Bisma masih menaruh harapan besar pada Kila. Meski Kila tergolong gadis tak tau diri, yang saat sudah putus dengan pacarnya ia malah kembali menghampiri Bisma, tapi Bisma tak peduli, ia merasa kembali ada setitik harapan cerah pada Kila.
Dan untuk kedua kalinya, Bisma menyatakan perasaannya. Bisma sudah siap dengan segala jawaban Kila. Jika ia harus patah hati untuk kedua kalinya, Bisma sudah siap. Tapi ternyata Kila menerimanya. Dan, seperti itulah perjalanan cinta Bisma yang sama sekali tidak mulus. Tapi kali ini Bisma bersungguh sungguh, Bisma percaya Kila sudah tidak main main dengannya, terbukti bahwa hubungannya sudah berjalan satu tahun lebih. Dan kini, Bisma sudah sangat menyayanyi Kila. Sangat. Apapun yang terjadi Bisma akan mempertahankan cintanya.
Dan kejadian siang tadi, hanya sebuah ajang pembuktian terhadap perasaan Bisma sendiri yang pernah jatuh hati pada gadis lugu itu, Veya. Bisma baru tau bahwa selama ini Veya adalah secret admirernya, membuat Bisma sedikit terguncang, dan melakukan hal tadi. Membuktikan siapa yang benar benar di cintainya. Dan Bisma sudah mendapat jawabannya. Ternyata Bisma hanya mencintai Kila saat ini. Nama Veya sudah benar benar terhapus dari hatinya. Veya sudah cukup hanya menjadi masalalunya yang tak tercapai.
-o-
Veya benar benar merutuki kejadi kemarin, kejadian yang sangat tidak berguna, hanya ajang jujur jujuran tentang perasaan masa lalu, yang sama sekali tidak berpengaruh dengan masa sekarang. Mata Veya dengan jelas, sangat jelas, masih jelas, melihat Bisma yang dengan mesra bercanda dengan Kila di dalam kelas. Setelah apa yang terjadi kemarin, benar benar tidak merubah apapun. Bisma masih tetap dengan Kila setelah apa yang kemarin di sampaikannya. Bisma brengsek!
Kalo aja cinta itu bisa di atur. Tapi sayangnya cinta gak bisa di atur harus menyukai siapa. Cinta itu sesuatu yang gak terduga. Tiba-tiba datang bahkan tanpa disadari. Dan, kadang, cinta datang pada orang yang salah. Yang seharusnya tidak kita cintai. Dan Veya tidak akan menyesali perasaan itu. Karena di sesali pun percuma, tetap tidak berpengaruh. Toh semuanya sudah berlangsung, Veya sudah terlanjur jatuh cinta pada Bisma yang 'katanya' juga pernah mencintai Veya, tapi Veya juga tau Bisma takkan mungkin melepaskan kekasihnya. Tragis. Miris. Ironis. Dan Veya berjanji tidak akan menangis karena hal ini. Lagi lagi karena alasan yang sama, karena menangis pun tidak berguna. Tidak merubah keadaan. Tidak berpengaruh sedikitpun.
Dengan malas Veya menghampiri meja Bisma, hari ini Veya harus ketiban sial dengan tugas membagikan buku para siswa di kelasnya yang tadi pagi di kumpulkan. Dan satu satunya buku yang kini tersisa tinggal buku Bisma. Berarti Veya harus benar benar mengantarkan buku ini pada Bisma.
Veya agak membanting buku milik Bisma ke meja Bisma. Sontak Bisma dan Kila pun menoleh, Kila hanya memandang tidak terlalu suka pada teman masa smp nya itu. Sedang Bisma hanya tersenyum ramah, yang tentunya, selalu terlihat menawan di mata Veya.
"Ve, makasih yaa catetannya. Kalo lo gak minjemin, mungkin pas di suruh ngumpulin gue bakal di omelin kali sama Pak Indra." Bisma bahkan menyempatkan diri berbicara pada Veya, dan lagi lagi menunjukan senyuman itu. Berani beraninya Bisma masih terus tersenyum seperti itu terhadapnya setelah kejadian kemarin dan fakta yang terbuka saat ini? Ingin rasanya Veya menjotoskan tinjunya pada gigi Bisma yang di pamerkan dalam senyuman itu.
Veya tak menjawab, ia segera kembali ke bangkunya. Veya benci saat saat seperti ini, saat di kelasnya tak ada guru, dan di kelas sebelah, tepatnya kelas Kila juga tidak ada guru, pastilah akan terjadi hal memuakan itu lagi. Hal yang membuat mata memanas dan hati Veya mencelos.
Dari awal, lebih tepatnya sejak Veya melihat Kila mendekati Bisma, Veya sudah tidak suka pada gadis agresif itu. Apalagi saat Kila dengan sok cantiknya malah menolak Bisma. Veya benar benar muak dengan kelakuan gadis tak tau diri itu, sebenarnya maunya apa? Kemarin mendekati Bisma, saat di tembak malah di tolak. Dia malah lebih memilih lelaki lain. Dan saat telah putus, Kila malah kembali mendekati Bisma, dan Bisma kembali menyatakan perasaannya. And, finally. Kisah mereka sudah berakhir dengan bahagia.
Picik. Veya tak pernah suka dengan cerita itu. Sangat menunjukan bahwa gadis itu tak tau diri. Dan Veya berani bertaruh, jika Kila di ajak balikan dengan mantannya, pasti Kila tak akan segan segan mencampakan Bisma.
-o-
Tidak ada yang terlalu banyak bicara di antara mereka, Bisma ataupun Veya, hanya berbicara seperlunya, seputar tugas kelompok yang di kerjakannya siang ini di rumah Bisma. Sesekali Bisma memperhatikan Veya, ingin berbicara, namun sungkan. Alhasil ia tetap bungkam. Sedang Veya, gadis yang tidak terlalu suka banyak bicara ini memang lebih suka diam.
"Ve.."
Veya menoleh pada Bisma yang kini menatapnya lekat, agak terkejut, Veya bisa menebak, kali ini Bisma bukan ingin bicara soal tugas kelompoknya ini.
"Ve, gue mau nanya. Apa lo ngerasa seperti orang bodoh disaat lo bener bener mencintai seseorang, tapi orang itu malah mencintai orang lain?" Tanya Bisma, dengan nada lembut, sama sekali tidak bermaksud untuk menyinggung Veya.
Veya tak langsung menjawab. Untuk kali ini, Veya baru berani menatap lekat manik mata Bisma. Veya tersenyum muram, pertanyaan itu bukan menyinggung dirinya, melainkan menyinggung diri Bisma sendiri. "Dan lebih bodoh lagi, kalo kamu tetep berusaha mempertahankan dia disaat kamu udah di campakan untuk ke sekian kalinya." Tandas Veya, membuat mata Bisma sedikit membesar, tidak percaya gadis semanis Veya mampu berbicara seperti itu.
Bukan tanpa alasan Veya berbicara seperti itu, dan bukan tanpa alasan Bisma bertanya seperti itu. Kejadian kali ini berlangsung sesuai dengan dugaan Veya. Pacar Bisma, atau sekarang sudah menjadi mantan pacar Bisma, sudah kembali pada mantannya. Untuk ke sekian kalinya, Bisma di khianati. Dan entah setan apa yang merasukinya, mengapa ia seolah malah ingin curhat pada Veya? Apa Bisma tidak punya otak?
"Ck! Lo bener, Ve. Gue emang bodoh. Lebih bodoh dari orang bodoh sekalipun. Di kejadian pertama, udah jelas jelas dia lebih milih cowok itu di banding gue. Tapi gue dengan muka badak malah nembak dia lagi." Bisma mengalihkan pandangannya, tak mampu untuk melihat mata Veya yang kini menyorot begitu tajam.
Veya menghembuskan nafas beratnya, tak pernah terbayangkan olehnya bahwa ia harus menjadi tempat curhat orang yang di cintainya, yang jelas jelas tau bahwa Veya mencintainya.
"Dan disaat gue yakin kalo dia emang cinta sama gue, karena hubungan kita juga udah berlangsung lama, gue gak pernah nyangka dia mau di ajak balikan lagi sama mantannya."
"Udah aku duga kejadiannya akan seperti itu." Veya berbicara dengan tenang, benar bukan tebakan Veya tempo hari? Gadis itu memang picik.
"Apa lagi yang lo duga setelah itu?"
"Entahlah, mungkin kalo Kila putus lagi sama mantannya itu, dan dia minta balik sama kamu, kamu pasti mau nerimanya lagi." Veya menebak asal, namun berhasil membuat mata Bisma kembali melebar menatapnya tak percaya.
"Gue juga gak tau gimana bisa, Ve? Perasaan ini bener bener bikin gue gila." Bisma tak mengelak, namun tak juga mengiyakan, hanya saja ucapannya mengisaratkan bahwa ucapan Veya itu benar. Veya meringis, baru disadarinya ternyata cowok yang selama ini di cintainya lebih bodoh dari apapun.
"Aku baru sadar, ternyata cowok yang selama ini aku kagumin itu cuma cowok bodoh yang udah buta sama cinta. Kamu terlalu bermain perasaan, kamu bener bener kalah sama cinta, dan kamu udah bermain tanpa memakai logika."
"Apa cinta itu butuh logika? Kalo gitu, seandainya iya, dan elo nerapin, kenapa elo juga masih bertahan sementara gue malah berusaha mempertahanin orang lain." Bisma membalikan omongan Veya, dan mulai menyinggung perasaan Veya.
Veya diam sesaat, mencerna kata kata Bisma yang, seolah mengatakan, "Elo sama gue sama sama goblok, so, gak usah ngatain gue segoblok itu." Namun yang Veya lakukan kini hanya tersenyum misterius.
"Aku masih bermain logika dalam perkara cinta, kalo enggak, mungkin aku udah bunuh diri setiap hari liat kamu bermesraan sama dia." Saut Veya mantap, senyumannya masih tersungging di bibirnya, pandangannya mulai di alihkan ke segala arah, asal tidak pada Bisma. "Seenggaknya, aku juga sama sekali gak bertindak bodoh yang bikin kamu ngerasa menang karena aku suka kamu. Asal kamu tau aja, setelah ini, aku gak akan pernah mau lagi berharap buat jadi pacar kamu. Karena aku gak mau jadi singgahan hati kamu, disaat kamu masih berharap sama Kila."
Dan setelah itu, tangan Veya bergerak cepat untuk bergegas, membenahi barang barangnya, dan ingin segera pergi dari sana. Namun saat Veya hendak berdiri, Bisma menahan tangan Veya, yang memungkinkan Veya untuk tetap duduk.
"Ve.." suara Bisma terdengar lembut, nada suaranya seperti mengungkapkan kata maaf, dan terimakasih pada Veya yang sudah mencintainya seperti itu.
"Tenang aja." Veya menarik tangannya, lalu segera berdiri. Ia diam sesaat. "Aku akan tetep mantau kamu kok, aku akan lihat sejauh mana kamu bertahan meski udah di permainkan." Tandas Veya, benar benar membuat hati Bisma mencelos, penuturannya yang begitu lembut, namun bermakna begitu dalam. Emosi yang semula tertahan kini hendak membuncah keluar, baru kali ini Bisma di tampar kenyataan yang di beberkan orang, betapa mirisnya kisah Bisma.
Veya berjalan dengan lenggang keluar dari rumah Bisma. Jika Bisma sudah merasa di tampar kenyataan, maka Veya lebih dari itu. Veya di paksa menerima kenyataan, bahwa cowok yang di cintainya, takkan pernah bisa mencintai orang lain selain gadisnya. Betapa sia sianya perasaan Veya selama ini, betapa tak bergunanya Veya mengharapkan Bisma yang selalu mengharapkan orang lain. Mungkin Veya juga tak jauh lebih bodoh dari Bisma. Lengkaplah sudah, apa jika mereka berdua sama sama bodoh itu suatu pertanda bahwa mereka berjodoh? Tidak! Tandas Veya meyakinkan hatinya. Itu tidak akan pernah, dan tidak akan mungkin pernah terjadi.
Ketika aku mencintai pacar orang, yang aku harapkan adalah agar dia putus dari pacarnya. Aku lupa berpikir, apa setelah dia putus nanti akan secara otomatis dia menjadi milikku? Sebesar besarnya cinta aku ke dia, lebih besar cinta dia buat pacarnya. Seharusnya aku tau, gak pernah ada harapan buat perkara mencintai pacar orang.
END
You Belong With Me.
---
“Gimana sih rasanya suka sama pacar orang? Sakit? Iya, pasti. Bukan cinta namanya kalau gak mengenal rasa sakit.“ ― You Belong With Me.
“Pertanyaannya : Memangnya salah ya kalo kita suka sama orang yang sudah mempunyai pacar?“ ― You Belong With Me.
“Kalo aja cinta itu bisa di atur. Tapi sayangnya cinta gak bisa di atur harus menyukai siapa. Cinta itu sesuatu yang gak terduga. Tiba-tiba datang bahkan tanpa disadari. Dan, kadang, cinta datang pada orang yang salah. Yang seharusnya tidak kita cintai.“ ― You Belong With Me.
"Sebesar besarnya cinta aku ke dia, lebih besar cinta dia buat pacarnya. Seharusnya aku tau, gak pernah ada harapan buat perkara mencintai pacar orang." -You Belong With Me.
"Ketika aku mencintai pacar orang, yang aku harapkan adalah agar dia putus dari pacarnya. Aku lupa berpikir, apa setelah nanti dia putus maka akan secara otomatis dia menjadi miliku?" -You Belong With Me.
-o-
Sometimes I wish I could read your mind to find out how you really feel about me.
Bisma menutup surat itu dengan desahan yang panjang. Lagi-lagi surat dari secret admirer, gumam Bisma pelan. Setiap hari mendapatkan surat cinta bukannya membuat Bisma senang, tapi justru membuat kepalanya pusing setelah membacanya. Sudah hampir satu tahun surat ini selalu ditemukannya di loker meja, dan bahkan sampai saat ini pun Bisma belum mengetahui siapa pengirimnya. Siapa orang yang diam-diam selalu menaruh surat ini di lokernya. Bisma masih menatap surat ditangannya saat melihat Kila memasuki kelas, dengan secepat mungkin Bisma melipat kertas itu dan meletakkannya kembali ke loker meja.
Kalo gue tau siapa lo, mungkin gue bingung bakalan bales perasaan lo pake apa. Karena untuk saat ini, gue masih punya Kila, cewek yang gue sayang.
-o-
Tak henti-hentinya Veya meremas tangannya sendiri dibawah meja saat bola matanya lagi-lagi melihat pemandangan memuakkan yang sering terjadi dikelas ini. Ini memang bukan pertama kalinya untuk Veya, bahkan sudah sering kali, dan hampir setiap hari, ya paling tidak cukup untuk membuat Veya kebal untuk beberapa saat. Tapi hanya beberapa saat, sesaat sesudahnya, Veya merasakan sakit di telapak tangannya akibat ulahnya sendiri, membuat emosi Veya semakin naik. Setiap kali Veya melihat pemandangan ini, tidak dipungkiri, hati Veya selalu mencelos. Kenapa harus sesakit ini?
Lelah menyaksikan kemesraan dua orang yang ada didepannya ini, Veya kini membenamkan kepalanya diantara kedua tangannya. Kepalanya disandarkan diatas meja. Veya terdiam lama dalam posisi seperti itu. Pikirannya menerawang jauh, dan jatuh pada hari dimana pertama kalinya Veya merasakan perasaan seperti ini.
Tepatnya, dua tahun yang lalu, saat Masa Orientasi Sekolah. Saat itu, Veya sedang terburu-buru melewati koridor utama menuju lapangan sekolah dengan langkah yang cepat, hampir menyerupai lari malah.Sialnya, dengan bermacam-macam atribut yang menempel ditubuhnya waktu itu, Veya lupa mengencangkan ikatan tali sepatu yang dibuat dari tali rapia itu karena sibuk dengan topi kuncup serta tas karung saat melancarkan aksi larinya agar tidak jatuh. Waktu itu, Veya tidak menyadari saat ada seseorang yang juga berlari lawan arah ke arahnya, dan saat dibelokan, Veya tidak sengaja menginjak tali sepatunya sendiri, menyebabkan Veya hilang keseimbangan dan jatuh setelahnya.
Tapi kemudian, seseorang itu dengan refleks dan cepat menangkap Veya kedalam pelukannya, sepersekian detik sebelum Veya menghempaskan tubuhnya ke lantai. Dan saat Veya membuka mata, saat itulah, Veya merasakan jatuh cinta untuk yang pertama kali dalam hidupnya. Pada seseorang yang menyelamatkannya, yang juga selama dua tahun berturut-turut ini selalu menjadi teman satu kelas nya. Bisma Karisma.
“Ve, waktu itu lo nyatet pr bahasa indonesia gak?“ Veya terlonjak. Mengangkat kepalanya dengan linglung, Veya menatap seseorang didepannya ini dengan mata melebar.
“Kamu... ngomong sama aku?“ Bisma tertawa renyah, membuat Veya terpana selama beberapa saat.
“Iya, Ve, gue ngomong sama lo. Nyatet pr bahasa indonesia yang minggu lalu gak?“
Veya menganggukkan kepalanya dengan keras, membuat Veya meringis setelahnya akibat rasa sakit dilehernya. “Nyatet, kok. Kenapa?“
Bisma tersenyum. Dua tahun lalu, saat pertama kali Bisma memasuki kelas ini, tatapan Bisma sudah jatuh lebih dulu pada gadis didepannya ini, Veya Cresentika. Gadis pintar dengan kelakuan yang terbilang agak aneh untuk gadis seumuran dirinya. Alih-alih lebih memilih mencari teman kesana- kemari, Veya justru lebih senang berpetualang didalam perpustakaan selama berjam-jam ditemani buku-buku disekelilingnya. Cewek ini beda, batin Bisma, misterius. Dan yang paling penting, masa lalu gue.
“Minjem, boleh?“ Bisma tersenyum gemas saat melihat kedua mata didepannya ini lagi-lagi melebar dengan sangat lucu.
“Buat apa?“
“Waktu itu kan gue gak masuk, jadi gak nyatet. Boleh, ya?“ Veya terdiam. Ini pertama kalinya dalam dua tahun Veya mengobrol begitu lama dengan siswa-siswi disekolah ini.
Sifatnya yang pendiam membuat Veya jarang berkomunikasi pada orang lain, selain buku-bukunya. Ditambah lagi, seseorang itu adalah Bisma. Ah, Veya merasa sedang bermimpi.
“Ve?“
Veya diam.
“Veya?“
Masih diam.
“Vey, hei!“
“Eh? Apa?“
Lagi-lagi Bisma tertawa. Masa sih cewek selucu ini gak ada yang mau nemenin? Gak ada yang sukain?
“Boleh gak gue minjem catetan lo?“
“Oh, eh, iya boleh,“ Veya mengambil buku catatan Bahasa Indonesia didalam tas nya dengan sangat cepat, berharap kejadian ini segera berakhir. Kalau tidak, gadis itu akan jantungan saat ini juga. “Nih.“
“Sip. Pinjem ya, Veeey...“ setelah itu, Bisma kembali memutar tubuhnya menghadap ke depan. Karena memang Veya berada tepat dibelakangnya.
Satu yang Veya ingat saat itu, selama ini belum pernah ada yang memanggilnya dengan sebutan ‘Ve‘ atau ‘Vey‘ kecuali nama ‘Veya‘. Dan gak tau kenapa, Veya merasakan ada yang beda dengan dirinya hari ini.
-o-
Veya sudah hampir menuju lobi untuk pulang saat gadis itu teringat akan buku pr Bahasa Indonesia nya yang ada pada Bisma. Berbalik melewati kerumunan siswa-siswi yang sudah mulai ramai, Veya menemukan Bisma di koridor saat cowok itu baru saja keluar dari kelas sambil menenteng bola basket ditangannya.
“Bisma!“
Bisma berbalik, dan segera mengangkat alisnya saat menemukan Veya tengah berlari ke arahnya. “Eh? Ve? Kenapa?“
“Aku mau ngam―“
“Bisma!“
Suara itu membuat Veya dan Bisma sama-sama menoleh, dan mendapati Kila sedang melambai kearah mereka―atau lebih tepatnya melambai kearah Bisma. Berlari kecil untuk menghampiri mereka, Kila memberikan kecupan ringan di pipi Bisma, membuat Bisma entah kenapa langsung menoleh pada Veya yang langsung memalingkan wajahnya.
“Sayang, maaf ya aku gak bisa pulang bareng kamu. Hari ini aku ada janji sama Dea sama Muti kalo kita mau ngerjain tugas bareng. Gak apa-apa, kan?“
Bisma memalingkan wajahnya dari Veya untuk menatap wajah cantik Kila―kekasihnya―yang ada didepannya ini. Tersenyum manis, Bisma membalas kecupan ringan pada pipi kiri Kila dan menjawab,
“Gak. Gak apa-apa kok.“
“Janji deh, besok malem kita bakalan dinner romantis dirumah aku, ya?“ Bisma terkekeh. Mencubit pipi gadis itu dengan gemas, Bisma kembali menegaskan dengan lembut. “Aku gak apa-apa kok. Yaudah, sana gih, selamat belajar ya...“
“Duh, baiknya pacar aku ini haha. Yaudah, bye!“ berbalik, Kila baru menyadari kalau ada seseorang lain diantara mereka. Tersenyum malu, Kila memukul lengan Bisma pelan.
“Kok kamu gak bilang ada orang lain disini?“ dan berbalik pada Veya yang sekarang tersenyum kaku padanya.
“Oh, hai, Ve, lama gak ketemu. Apa kabar?“ Veya mengangguk masih dengan senyum kaku.
“Baik, Ki―“ lalu terdiam saat menyadari Kila sudah pergi. Ternyata sapaan tadi hanya sekedar basa-basi dari seseorang yang sudah dikenalnya sejak SMP itu walaupun memang tidak akrab sama sekali.
Bisma yang melihat itu segera mendekati Veya. “Eh, em, Kila emang lagi buru-buru kok. Ohya, ada apa Ve?“
“Oh, eh, ini Bis, aku―aku mau ngambil buku pr tadi.“ Bisma menepuk jidatnya, lalu teringat akan sesuatu yang ditemukannya di buku Veya saat cowok itu menyalin pr.
“Em, lo mau bukunya?“
“Iya, plis.“
“Temenin gue main basket dulu, yuk? Ntar kalo udah, baru gue kasiin bukunya. Gimana?“
“Loh, kok?“
Bisma mengambil buku Veya dari dalam tasnya. Menggoyang-goyangkannya didepan wajah Veya, Bisma tersenyum jail. “Gimana?“
“Tapi,“
“Yaudah kalo gak mau, bukunya gak akan gue balikin. Bye!“ Bisma sudah akan berlari saat cowok itu menangkap gumaman dibelakangnya.
“Jangan lama-lama, ya?“
Bisma berbalik. “Setengah jam?“
Veya meringis. Memikirkan setengah jam bersama Bisma. Melihat Bisma bermain basket. Hanya berdua dengannya, membuat jantung Veya kembali berdetak dua kali lebih cepat.
Tapi, melihat kejailan yang ada dimata Bisma, bodoh kalau Veya menolak kesempatan untuk berdua saja dengan Bisma. Mengangguk, Veya bergumam pelan. “Inget ya, kalo bukan karena buku, aku gak akan mau dipaksa sama kamu kayak gini!“
Setelah itu, dengan kedua tangan terlipat didepan dada, Veya berjalan mendahului Bisma. Kepala Veya juga diangkat dengan gaya sombong. Gerakan itu hanya membuat Bisma gemas. Memasukkan kembali buku itu kedalam tasnya,
Bisma menggenggam erat bola ditangan kanannya, dan berlari mengejar Veya untuk menggandeng cewek itu ditangan kirinya. Membuat Veya tertegun untuk beberapa saat sebelum akhirnya tersenyum.
-o-
“Ve, sini, main basket sama gue yuk?“
Veya mendongak. “Eh, aku gak bisa “
“Masa cewek serba bisa kayak lo gak bisa basket, sih? Ayo dong, capek nih main sendiri.“
Veya meringis. “Kalo capek kita pulang aja, yuk? Aku takut dimarahin Papa kalo pulang kesorean.“
Bisma melirik jam tangan hitam yang melingkar dilengan kirinya. “Baru setengah tiga, Ve. Ayolah, sini.. Kalo gak bisa baru gue ajarin.“ Veya berdiri, lalu berjalan mendekati Bisma dengan ragu.
“Aku gak bisa loh.“
“Gue ajarin, sini.“
Memberikan bolanya pada Veya, Bisma berjalan untuk berdiri dibelakang gadis itu, mengangkat tangan Veya sekaligus membenarkan cara memegang bola basket yang benar.
“Nah, kalo lo udah siap, lo boleh
lompat.“
Veya mengangguk, dan Bisma melepaskan tangan Veya untuk berjalan disamping gadis itu. Awalnya Veya menatap ragu ke arah Bisma, lalu saat cowok itu mengangguk dan tersenyum, Veya melompat, dan... masuk!
-o-
“Ve, udahan sini...“
Veya menoleh kebelakang, dan mendapati Bisma berbaring dibelakangnya dengan seragam yang basah kuyup karena keringat. Tersenyum, Veya mendekati Bisma, dan duduk disamping cowok itu.
Bisma memberikan air minum pada gadis itu sambil terkekeh.
“Gimana? Seru, kan?“
“Banget!“
“Lebih seru daripada cuma baca buku diperpustakaan, kan?“
Veya segera menoleh, dan mendadak jadi kaku saat Bisma mengangkat topik yang baru setengah jam lalu dilupakannya hanya karena sebuah bola. Veya terdiam lama, lalu tersenyum saat keadaan berubah menjadi canggung.
“Kadang, aku pengen sih jadi orang lain. Yang lebih ceria, yang lebih gaul, dan, yang lebih cantik.“ Veya diam lagi. Didetik sepuluh, Veya menoleh pada Bisma yang juga sedang menatapnya dengan senyum. “Tapi, aku sadar. Ini aku. Ini diri aku. Dan sampai kapanpun, aku gak akan bisa ngerubah apapun dari diri aku, haha. Ya, ini aku. Aku yang aneh, aku yang gak punya temen. Dan aku yang... gak cantik.“
Bego kalo ada yang bilang lo jelek. “Buat gue, lo cantik kok.“ Veya menoleh pada Bisma, dan langsung mengalihkan pandangannya lagi saat melihat Bisma menyeringai dengan sangat manis. Aduh, pulang-pulang kayaknya aku bakalan kena penyakit gula nih liat yang manis-manis terus.
“Tapi gak lebih cantik dari Kila, kan? Ups..“ Veya langsung menutup mulutnya saat merasa sudah keluar dari zona-nya sendiri. Apa sih aku, maluin diri sendiri aja.
Bisma menegang. Dan kejadian tabrakan yang terjadi padanya dengan Veya dua tahun lalu kembali teringat dalam pikirannya. “Bahkan―“ lalu kemudian Bisma merendahkan suaranya menjadi bisikan. Tidak ingin Veya mendengarnya. “―menurut gue lo lebih cantik dari Kila.“
Tapi bahkan Veya bisa mendengar bisikan itu jauh lebih jelas. “Kamu salah.“ balas Veya pelan, berbisik. Lebih ke arah ngomong sama diri sendiri sih sebenernya. “Aku gak lebih cantik dari Kila. Kalo emang menurut kamu aku lebih cantik dari Kila, pasti sekarang aku yang jadi pacar kamu, bukan Kila.“
“Ve?“
“Ya?“
“Kalo gue bilang gue suka sama lo, gimana?“
Veya tersedak, membuat Bisma langsung terduduk. “Lo gak apa apa, Ve?“
Veya berdiri, mengambil tas yang ada dipinggir lapangan, Veya segera berlari meninggalkan Bisma. Bisma yang melihat itu langsung mengejar Veya dengan perasaan bingung. Apa gue salah ngomong?
“Ve! Veya, lo mau kemana?“ Veya terus berlari sampai akhirnya Bisma menangkap lengan Veya dan membalikkan gadis itu untuk menatapnya. “Lo kenapa? Gue salah apa sampe lo lari kayak tadi?“
“Aku mau pulang Bis, plis.“
“Gak usah lari-lari lagi, Ve. Karena gue udah tau semuanya.“ Bisma membawa Veya kembali ke pinggir lapangan. Melepaskan tangannya dari lengan Veya, Bisma berjongkok untuk membuka tasnya, dan mengambil sesuatu dari dalam tasnya. “Ini. Ini punya lo kan?“
Veya menegang, dan mulut gadis itu menutup dengan rapat. Sekarang, yang diinginkannya adalah lari... lari sejauh mungkin. Veya ingin berlari dari hidupnya dan melupakan semua kejadian yang dialaminya hari ini. Andai bisa.
“Jadi selama ini, secret admirer gue itu... elo?“ Bisma menatap Veya dengan frustasi. “Kenapa harus elo, Ve?! Dan kenapa baru sekarang gue taunya? Kenapa baru sekarang saat gue udah mulai bisa ngelupain lo karena Kila?“ Bisma semakin tajam menatap Veya, berusaha mengunci pandangan Veya yang berusaha mengalihkan pandangannya dari tatapan Bisma. "Kenapa lo gak pernah bilang sama gue? Kenapa, Ve?" Semakin lama suara Bisma semakin meninggi, semakin membuat tenggorokan Veya tercekat dan tak mampu mengatakan apapun. "Veya, jawab!"
Veya mendongak, memberanikan diri menatap Bisma, rahangnya benar benar mengeras, yang saat ini di lakukannya hanya menahan tangis agar tidak meledak disini. Dia sudah tau. Semuanya. Semuanya. Veya harus menyelesaikannya, harus!
"Kenapa aku harus bilang sama kamu?" Veya mulai bersuara, setelah ia menelan ludahnya yang begitu kasar untuk membasahkan tenggorokannya yang benar benar mendadak mengering. "Kamu kan cowok. Gak sepantesnya cewek bilang duluan." Tandas Veya tanpa ragu ragu.
Bisma berhasil terdiam karena ucapan Veya, sesaat ia tercengang dengan ucapan Veya.
-o-
Masih terekam dengan jelas kejadian yang berlangsung di lapangan basket siang tadi, saat semuanya mulai terbuka, saat Veya mengaku bahwa Veya mencintai Bisma. Saat Bisma juga mengaku pernah mencintai Veya. Dan kejadian itu, sudah cukup menjadi pembuktian untuk Bisma, ternyata Bisma sudah tidak punya perasaan apapun pada Veya.
Tidak pernah Bisma pungkiri bahwa dulu, Bisma pernah mencintai Veya. Bisma tidak pernah menyesalinya. Tidak pernah. Meski tidak sempat tersampaikan tepat pada waktunya. Saat Bisma benar benar pupus karena tidak berani mendekati cewek aneh yang hanya berinteraksi dengan buku seperti Veya, mata Bisma baru terbuka, bahwa ada gadis lain yang terang terangan berusaha mengejarnya. Gadis yang cukup agresif mendekatinya, menunjukan rasa suka terhadapnya, membuat hati Bisma tergugah, sampai saat ini. Bisma benar benar sudah merasa di buat gila oleh Kila.
Yaa, gadis itu adalah Kila, kekasih Bisma saat ini. Bisma baru bisa mendapatkan Kila saat Bisma menyatakan cintanya untuk yang kedua kalinya. Sebelumnya, Bisma sudah pernah di buat sakit hati oleh Kila. Saat Bisma masih mencintai Veya, Kila datang mendekat padanya, dengan gayanya yang ekapresif, mengubah haluan hidup Bisma. Perlahan nama Veya mulai tersingkir, Bisma yakin kali ini ia sudah mencintai Kila. Dan saat Bisma menyatakan cintanya pada Kila, dengan terang terangan Kila menolaknya, Kila malah lebih memilih lelaki lain yang juga menyatakan perasaannya.
Bisa di bayangkan bagaimana sakitnya jadi Bisma? Kila yang sudah dengan terang terangan menunjukan rasa sukanya terhadap Bisma, ternyata terang terangan pula menolak Bisma saat Bisma menyatakan cintanya. Hati Bisma benar benar sakit, ngilu, perih, dan tak keruan sudah seperti apa.
Tapi Kila sudah benar benar membuat Bisma gila, saat Kila sudah putus dari pacarnya, Kila kembali mendekati Bisma. Bisma ingin marah. Tapi tidak bisa. Tak dapat di pungkiri, Bisma masih menaruh harapan besar pada Kila. Meski Kila tergolong gadis tak tau diri, yang saat sudah putus dengan pacarnya ia malah kembali menghampiri Bisma, tapi Bisma tak peduli, ia merasa kembali ada setitik harapan cerah pada Kila.
Dan untuk kedua kalinya, Bisma menyatakan perasaannya. Bisma sudah siap dengan segala jawaban Kila. Jika ia harus patah hati untuk kedua kalinya, Bisma sudah siap. Tapi ternyata Kila menerimanya. Dan, seperti itulah perjalanan cinta Bisma yang sama sekali tidak mulus. Tapi kali ini Bisma bersungguh sungguh, Bisma percaya Kila sudah tidak main main dengannya, terbukti bahwa hubungannya sudah berjalan satu tahun lebih. Dan kini, Bisma sudah sangat menyayanyi Kila. Sangat. Apapun yang terjadi Bisma akan mempertahankan cintanya.
Dan kejadian siang tadi, hanya sebuah ajang pembuktian terhadap perasaan Bisma sendiri yang pernah jatuh hati pada gadis lugu itu, Veya. Bisma baru tau bahwa selama ini Veya adalah secret admirernya, membuat Bisma sedikit terguncang, dan melakukan hal tadi. Membuktikan siapa yang benar benar di cintainya. Dan Bisma sudah mendapat jawabannya. Ternyata Bisma hanya mencintai Kila saat ini. Nama Veya sudah benar benar terhapus dari hatinya. Veya sudah cukup hanya menjadi masalalunya yang tak tercapai.
-o-
Veya benar benar merutuki kejadi kemarin, kejadian yang sangat tidak berguna, hanya ajang jujur jujuran tentang perasaan masa lalu, yang sama sekali tidak berpengaruh dengan masa sekarang. Mata Veya dengan jelas, sangat jelas, masih jelas, melihat Bisma yang dengan mesra bercanda dengan Kila di dalam kelas. Setelah apa yang terjadi kemarin, benar benar tidak merubah apapun. Bisma masih tetap dengan Kila setelah apa yang kemarin di sampaikannya. Bisma brengsek!
Kalo aja cinta itu bisa di atur. Tapi sayangnya cinta gak bisa di atur harus menyukai siapa. Cinta itu sesuatu yang gak terduga. Tiba-tiba datang bahkan tanpa disadari. Dan, kadang, cinta datang pada orang yang salah. Yang seharusnya tidak kita cintai. Dan Veya tidak akan menyesali perasaan itu. Karena di sesali pun percuma, tetap tidak berpengaruh. Toh semuanya sudah berlangsung, Veya sudah terlanjur jatuh cinta pada Bisma yang 'katanya' juga pernah mencintai Veya, tapi Veya juga tau Bisma takkan mungkin melepaskan kekasihnya. Tragis. Miris. Ironis. Dan Veya berjanji tidak akan menangis karena hal ini. Lagi lagi karena alasan yang sama, karena menangis pun tidak berguna. Tidak merubah keadaan. Tidak berpengaruh sedikitpun.
Dengan malas Veya menghampiri meja Bisma, hari ini Veya harus ketiban sial dengan tugas membagikan buku para siswa di kelasnya yang tadi pagi di kumpulkan. Dan satu satunya buku yang kini tersisa tinggal buku Bisma. Berarti Veya harus benar benar mengantarkan buku ini pada Bisma.
Veya agak membanting buku milik Bisma ke meja Bisma. Sontak Bisma dan Kila pun menoleh, Kila hanya memandang tidak terlalu suka pada teman masa smp nya itu. Sedang Bisma hanya tersenyum ramah, yang tentunya, selalu terlihat menawan di mata Veya.
"Ve, makasih yaa catetannya. Kalo lo gak minjemin, mungkin pas di suruh ngumpulin gue bakal di omelin kali sama Pak Indra." Bisma bahkan menyempatkan diri berbicara pada Veya, dan lagi lagi menunjukan senyuman itu. Berani beraninya Bisma masih terus tersenyum seperti itu terhadapnya setelah kejadian kemarin dan fakta yang terbuka saat ini? Ingin rasanya Veya menjotoskan tinjunya pada gigi Bisma yang di pamerkan dalam senyuman itu.
Veya tak menjawab, ia segera kembali ke bangkunya. Veya benci saat saat seperti ini, saat di kelasnya tak ada guru, dan di kelas sebelah, tepatnya kelas Kila juga tidak ada guru, pastilah akan terjadi hal memuakan itu lagi. Hal yang membuat mata memanas dan hati Veya mencelos.
Dari awal, lebih tepatnya sejak Veya melihat Kila mendekati Bisma, Veya sudah tidak suka pada gadis agresif itu. Apalagi saat Kila dengan sok cantiknya malah menolak Bisma. Veya benar benar muak dengan kelakuan gadis tak tau diri itu, sebenarnya maunya apa? Kemarin mendekati Bisma, saat di tembak malah di tolak. Dia malah lebih memilih lelaki lain. Dan saat telah putus, Kila malah kembali mendekati Bisma, dan Bisma kembali menyatakan perasaannya. And, finally. Kisah mereka sudah berakhir dengan bahagia.
Picik. Veya tak pernah suka dengan cerita itu. Sangat menunjukan bahwa gadis itu tak tau diri. Dan Veya berani bertaruh, jika Kila di ajak balikan dengan mantannya, pasti Kila tak akan segan segan mencampakan Bisma.
-o-
Tidak ada yang terlalu banyak bicara di antara mereka, Bisma ataupun Veya, hanya berbicara seperlunya, seputar tugas kelompok yang di kerjakannya siang ini di rumah Bisma. Sesekali Bisma memperhatikan Veya, ingin berbicara, namun sungkan. Alhasil ia tetap bungkam. Sedang Veya, gadis yang tidak terlalu suka banyak bicara ini memang lebih suka diam.
"Ve.."
Veya menoleh pada Bisma yang kini menatapnya lekat, agak terkejut, Veya bisa menebak, kali ini Bisma bukan ingin bicara soal tugas kelompoknya ini.
"Ve, gue mau nanya. Apa lo ngerasa seperti orang bodoh disaat lo bener bener mencintai seseorang, tapi orang itu malah mencintai orang lain?" Tanya Bisma, dengan nada lembut, sama sekali tidak bermaksud untuk menyinggung Veya.
Veya tak langsung menjawab. Untuk kali ini, Veya baru berani menatap lekat manik mata Bisma. Veya tersenyum muram, pertanyaan itu bukan menyinggung dirinya, melainkan menyinggung diri Bisma sendiri. "Dan lebih bodoh lagi, kalo kamu tetep berusaha mempertahankan dia disaat kamu udah di campakan untuk ke sekian kalinya." Tandas Veya, membuat mata Bisma sedikit membesar, tidak percaya gadis semanis Veya mampu berbicara seperti itu.
Bukan tanpa alasan Veya berbicara seperti itu, dan bukan tanpa alasan Bisma bertanya seperti itu. Kejadian kali ini berlangsung sesuai dengan dugaan Veya. Pacar Bisma, atau sekarang sudah menjadi mantan pacar Bisma, sudah kembali pada mantannya. Untuk ke sekian kalinya, Bisma di khianati. Dan entah setan apa yang merasukinya, mengapa ia seolah malah ingin curhat pada Veya? Apa Bisma tidak punya otak?
"Ck! Lo bener, Ve. Gue emang bodoh. Lebih bodoh dari orang bodoh sekalipun. Di kejadian pertama, udah jelas jelas dia lebih milih cowok itu di banding gue. Tapi gue dengan muka badak malah nembak dia lagi." Bisma mengalihkan pandangannya, tak mampu untuk melihat mata Veya yang kini menyorot begitu tajam.
Veya menghembuskan nafas beratnya, tak pernah terbayangkan olehnya bahwa ia harus menjadi tempat curhat orang yang di cintainya, yang jelas jelas tau bahwa Veya mencintainya.
"Dan disaat gue yakin kalo dia emang cinta sama gue, karena hubungan kita juga udah berlangsung lama, gue gak pernah nyangka dia mau di ajak balikan lagi sama mantannya."
"Udah aku duga kejadiannya akan seperti itu." Veya berbicara dengan tenang, benar bukan tebakan Veya tempo hari? Gadis itu memang picik.
"Apa lagi yang lo duga setelah itu?"
"Entahlah, mungkin kalo Kila putus lagi sama mantannya itu, dan dia minta balik sama kamu, kamu pasti mau nerimanya lagi." Veya menebak asal, namun berhasil membuat mata Bisma kembali melebar menatapnya tak percaya.
"Gue juga gak tau gimana bisa, Ve? Perasaan ini bener bener bikin gue gila." Bisma tak mengelak, namun tak juga mengiyakan, hanya saja ucapannya mengisaratkan bahwa ucapan Veya itu benar. Veya meringis, baru disadarinya ternyata cowok yang selama ini di cintainya lebih bodoh dari apapun.
"Aku baru sadar, ternyata cowok yang selama ini aku kagumin itu cuma cowok bodoh yang udah buta sama cinta. Kamu terlalu bermain perasaan, kamu bener bener kalah sama cinta, dan kamu udah bermain tanpa memakai logika."
"Apa cinta itu butuh logika? Kalo gitu, seandainya iya, dan elo nerapin, kenapa elo juga masih bertahan sementara gue malah berusaha mempertahanin orang lain." Bisma membalikan omongan Veya, dan mulai menyinggung perasaan Veya.
Veya diam sesaat, mencerna kata kata Bisma yang, seolah mengatakan, "Elo sama gue sama sama goblok, so, gak usah ngatain gue segoblok itu." Namun yang Veya lakukan kini hanya tersenyum misterius.
"Aku masih bermain logika dalam perkara cinta, kalo enggak, mungkin aku udah bunuh diri setiap hari liat kamu bermesraan sama dia." Saut Veya mantap, senyumannya masih tersungging di bibirnya, pandangannya mulai di alihkan ke segala arah, asal tidak pada Bisma. "Seenggaknya, aku juga sama sekali gak bertindak bodoh yang bikin kamu ngerasa menang karena aku suka kamu. Asal kamu tau aja, setelah ini, aku gak akan pernah mau lagi berharap buat jadi pacar kamu. Karena aku gak mau jadi singgahan hati kamu, disaat kamu masih berharap sama Kila."
Dan setelah itu, tangan Veya bergerak cepat untuk bergegas, membenahi barang barangnya, dan ingin segera pergi dari sana. Namun saat Veya hendak berdiri, Bisma menahan tangan Veya, yang memungkinkan Veya untuk tetap duduk.
"Ve.." suara Bisma terdengar lembut, nada suaranya seperti mengungkapkan kata maaf, dan terimakasih pada Veya yang sudah mencintainya seperti itu.
"Tenang aja." Veya menarik tangannya, lalu segera berdiri. Ia diam sesaat. "Aku akan tetep mantau kamu kok, aku akan lihat sejauh mana kamu bertahan meski udah di permainkan." Tandas Veya, benar benar membuat hati Bisma mencelos, penuturannya yang begitu lembut, namun bermakna begitu dalam. Emosi yang semula tertahan kini hendak membuncah keluar, baru kali ini Bisma di tampar kenyataan yang di beberkan orang, betapa mirisnya kisah Bisma.
Veya berjalan dengan lenggang keluar dari rumah Bisma. Jika Bisma sudah merasa di tampar kenyataan, maka Veya lebih dari itu. Veya di paksa menerima kenyataan, bahwa cowok yang di cintainya, takkan pernah bisa mencintai orang lain selain gadisnya. Betapa sia sianya perasaan Veya selama ini, betapa tak bergunanya Veya mengharapkan Bisma yang selalu mengharapkan orang lain. Mungkin Veya juga tak jauh lebih bodoh dari Bisma. Lengkaplah sudah, apa jika mereka berdua sama sama bodoh itu suatu pertanda bahwa mereka berjodoh? Tidak! Tandas Veya meyakinkan hatinya. Itu tidak akan pernah, dan tidak akan mungkin pernah terjadi.
Ketika aku mencintai pacar orang, yang aku harapkan adalah agar dia putus dari pacarnya. Aku lupa berpikir, apa setelah dia putus nanti akan secara otomatis dia menjadi milikku? Sebesar besarnya cinta aku ke dia, lebih besar cinta dia buat pacarnya. Seharusnya aku tau, gak pernah ada harapan buat perkara mencintai pacar orang.
END
Komentar
Posting Komentar