Aku Benar Mencintaimu *Cerpen

Cerpen
Tittle: Aku Benar Mencintaimu
Author: Hilda Wardani
Genre: Teen Romance
Cast: -Sabrina Syahira Saffa Efendi as Sasha
-Rangga Moela
-Dini N Erdiyani Hidayat
-Gista Yolanda
-Others

***

Sasha tersenyum riang, saat langkahnya sudah memasuki kampus kesayangan yang dua tahun ini di tinggalkannya. Sasha menghirup dalam aroma khas udara di kampus ini. Matanya terpejam seraya menikmatinya. Lagi lagi senyuman manis tercipta di bibirnya. Sungguh! Sasha sangat senang dapat kembali ke kota tercintanya ini. Bandung. Yuhuu..

Karena kesibukan orang tuanya yang mengharuskannya tinggal di sumatera untuk sementara waktu, akhirnya Sasha bisa kembali ke kota yang terkenal dengan sebutan kota kembang ini. Sasha sangat merindukannya. Merindukan apapun yang ada di Bandung ini. Begitupun dengan kembalinya rutinitas ngampus di Universitas yang telah lama Sasha tinggali ini.

"Sasha, udah ihh lo jangan cengar cengir mulu! Bentar lagi kita ada kelas!" Gista menarik tangan Sasha untuk segera berjalan mencari kelasnya. Sasha yang tidak terlalu sadar pun hanya terbawa oleh Gista.

"Gista mah ganggu. Gue tuh lagi menghirup aroma Bandung tercinta lagi tau!" Di sela sela jalannya Sasha mendumel. Namun Gista tak peduli, tangannya tetap menarik sahabat yang hari ini baru ia temui lagi.

"Kangen kangenannya di undur dulu! Nanti lo kena damprat dosen baru tahu rasa!" Omel Gista.

Masih tetap di tarik oleh Gista, namun pandangan Sasha kini beralih pada seorang lelaki yang melintas berlawanan arah dengannya. Bola mata Sasha tanpa di komando mengikuti arah kemana lelaki itu berjalan. Hingga lelaki itu sudah berada di belakangnya, Sasha hingga berbalik balik badan hanya untuk melihat lelaki tampan yang sudah menghipnotisnya barusan.

"Astaga! Tadi Malaikat lewat ya, Gis? Ampun gue sesak nafas. Sumpah ganteng banget." Mata Sasha belum melepaskan pandangannya dari lelaki tadi. Sasha menarik tangannya yang sedari tadi di tarik Gista. Tangannya kini memegangi dadanya seraya merasakan detak jantungnya yang mulai tak normal sejak lelaki tadi melintas.

"Lebay lo! Liatin siapa sih?" Gista pun ikut berbalik, mencari sosok yang di bicarakan Sasha itu. Yang seratus persen berhasil membuat Sasha bagaikan orang gila saat itu.

"Ya ampun! Kayaknya gue langsung jatuh cinta deh sama itu orang! Aduh tolong, hati gue udah kebawa ama dia! Aaaa jantung gue udah gak beres dari tadi ini!" Sasha semakin bertingkah lebay. Namun tatapannya sama sekali belum beralih dari lelaki itu. Berkedip pun Sasha enggan. Sasha takut malaikatnya itu menghilang dari pandangannya.

"Ohh Rangga! Jangan ngarep lebih deh lo. Dia cuek abis, udah punya cewek pula. Udah cepetan kita hampir telat, Sasha!" Gista mengangguk mengerti saat melihat pandangan Sasha sedari tadi ternyata untuk Rangga, lelaki cuek yang tidak terlalu banyak bicara itu. Gista mungkin tidak akrab dengannya, namun dari mulut ke mulut, Gista sedikit tau tentang lelaki yang mampu menggebrak sensasi kampus ini dengan sikap cuek dan wajah tampannya itu.

"Wait! Cewek? Oh my god, Oh my no, Oh my WOW! Cewek beruntung mana yang bisa jadi pacar malaikat seganteng dia, Gis! Kasih tau gue!" Sasha semakin histeris mendengar penuturan Gista yang mengatakan bahwa Rangga sudah punya pacar. Bahkan Sasha tak memperdulikan omongan Gista tentang kelasnya yang sebentar lagi akan di mulai.

"Gue gak pernah liat. Tapi yang jelas minggu ini dia bakal dateng, tepat di ulang tahunnya yang ke 25 tahun. Seminggu sebelum ulang tahun Rangga yang ke 26 tahun, dan dua minggu sebelum hari jadi mereka yang ke 5 tahun." Jelas Gista. Semua berita itu memang sudah menyebar pada setiap mahasiswa di kampus ini. Makadari itu tak heran jika Gista sangat mengerahuinya. "Yaudah sekarang kita cepet ke kelas, Sasha!!" Gista berteriak nyaring di telinga Sasha, karena kesal dari tadi Sasha tak merespon ucapannya. Tanpa memperdulikan Sasha yang masih terbengong bengong memandangi Rangga, Gista berlalu meninggalkan Sasha sendirian.

"Ihh Gistaa tunggu. Ehh, bye malaikat ganteng." Sasha melambaikan tangannya pada Rangga, seperti orang gila memang, karena Rangga tak menanggapinya, lebih tepatnya memang Rangga tak melihatnya.

Sasha pun segera berlari mengejar Gista yang sudah meninggalkannya. Hah sungguh! Rasanya Sasha tak rela harus berhenti memandang Rangga. Matanya sudah sukses terhipnotis oleh ketampanan lelaki berpipi chubby itu.

***

Sebuah pohon rindang tampak beridiri kokoh di taman belakang kampus. Di bawah pohon itu tampak Sasha yang sedang memegangi sebuah novel yang tebalnya bukan main. Sambil bersandar di batang pohon besar itu, diam diam Sasha terus memperhatikan sosok yang di katakan 'Malaikat Ganteng' nya itu.

Sambil sembunyi sembunyi, Sasha menutupi wajahnya dengan novel tebalnya. Namun Sasha tak menutupi matanya. Sengaja memang, agar Sasha tetap dapat memandangi Rangga yang saat itu tengah duduk santai dengan earphone yang terpasang di telinganya.

"Serius! Gue udah cinta mati ama elo, Malaikat. Gimana yaa biar gue bisa kenal sama lo? Emm deketin langsung aja ah." Sasha bergumam sendiri, lalu ia berdiri. Sejenak ia merapikan bajunya yang agak kotor karena duduk tanpa alas si atas rumput taman ini.

Setelah merapikan dirinya sebentar, dengan semangat juang empat lima, Sasha berjalan menghampiri Rangga. Sasha memang bukan tipe orang yang malu malu, kalo dia yakin dia suka sama orang, tanpa basa basi langsung aja deketin, gak peduli dia tuh cewek.

"Hey, gue Sasha. Boleh duduk disini yaa?" Sapa Sasha. Meski tak mendapat persetujuan dari Rangga, Sasha sudah duduk di sebelah Rangga. Ahh senangnya bisa duduk di sebelah malaikat. Batin Sasha kegirangan.

Rangga tak menjawab, ia hanya terdiam. Pura pura tak mendengar atau memang ia tak ada niatan untuk membalas ucapan Sasha. Hah wajar memang jika Rangga bersikap seperti itu, dari awalpun Gista sudah bilang jika Rangga ini cuek. Sasha saja yang memaksa untuk mendekatinya.

"Helllooooo! Lo denger gue gak? Gue Sasha. Lo siapa?" Sasha berbicara tepat di dekat teinga Rangga, meski Rangga menggunakan earphone, namun Rangga tak pernah menyetel musik dengan volume yang full. Sebenarnya sejak awal Sasha bicara pun Rangga sudah mendengarnya. Namun kali ini Sasha malah bicara tepat di telinganya. Bagaikan memancing emosi Rangga, membangunkan macan yang sedang tertidur.

"Ganggu lo!" Desis Rangga sinis, di tatapnya dengan jutek Sasha yang berada di sebelahnya. Kemudian Rangga pun pergi begitu saja meninggalkan Sasha yang hanya bengong menatap kepergian Rangga.

***

"Apa? Kamu beneran udah di Indonesia? Serius? Ketemuan di taman. Oke aku kesana." Rangga berbicara dengan orang yang berada di ujung sambungan teleponnya. Wajah dingin Rangga seketika berubah menjadi antusias. Hari yang di tunggu tunggunya pun tiba. Kekasihnya yang telah tiga tahun menetap di negeri paman sam itu akhirnya hari ini kembali. Tepat sehari sebelum ulang tahunnya. Ulang tahun kekasihnya yang tepat jatuh pada malam pergantian tahun. Ahh Rangga senang sekali, rasanya tak dapat membayangkan betapa indahnya malam pergantian tahun ini Rangga akan habiskan bersama kekasih tercintanya itu.

Tanpa berlama lama, Rangga segera bergegas mencari kunci motornya. Tak lupa Rangga pun menyambar jaket berwarna biru kesukaannya. Dengan segera Rangga keluar dari rumahnya dan berlalu dengan menunggangi motornya.

Sepanjang perjalanan Rangga terus memikirkan bagaimana nanti detik detik pertemuannya kembali dengan kekasihnya. Sungguh Rangga akan langsung memeluknya erat, dan tak akan Rangga lepaskan lagi. Rangga sangat merindukan gadis itu.

Akhirnya Rangga sampai di taman, tempat yang di janjikan kekasihnya ini untuk bertemu. Namun sepertinya Dini, gadis yang selama ini bertahan di hatinya itu, belum juga datang ke taman ini. Dengan sabar Rangga menunggunya. Menunggu di sebuah bangku yang ada di taman itu.

Drtt.. tiba tiba handphone nya berbunyi. Menandakan ada telepon masuk. Rangga melirik sekilas nama penelpon yang terpampang di layar handphone nya. Ternyata kekasihnya. Tanpa ragu Rangga pun segera mengangkatnya.

"Kamu udah di taman?" Suara lembut itu bertanya pada Rangga. Tampaknya Dini baru datang dan kebingungan mencari Rangga.

"Iya. Aku udah di bangku yang biasa nih. Kamu dimana?

"Yang biasa dimana sih, aku lupa. Coba kamu keluar dulu deh aku ada di sebrang tamannya nih." Ucap Dini dari ujung sana. Rangga sedikit terkekeh dengan nada suara manja milik kekasihnya ini. Gadis itu memang berhasil mengunci hatinya. Meski di tinggal bertahun tahun, Rangga sama sekali tak pernah bisa melirik wanita lain selain Dini. Bahkan lebih tepatnya Rangga lebih memilih cuek pada siapapun orang yang mendekatinya.

"Yaudah aku kesono. Tunggu aku yaa.. tutt.." Rangga menutup telponnya.

Dengan segera Rangga berjalan keluar taman. Berniat untuk mencari Dini yang katanya sudah di sebrang taman. Saat audah berada di depan taman, Rangga celingukan mwncari keberadaan Dini.

"Rangga!!" Sebuah suara memanggilnya. Suara yang sangat Rangga rindukan. Akhirnya kali ini Rangga tidak hanya mendengarnya lewat sambungan telepon.

Gadis manis berambut panjang sepinggang, yang di biarkan terurai, hanya sebuah pita yang menghiasi rambutnya, namun tetap mempercantik penampilan gadis ini yang menggunakan celana jeans panjang yang di pady dengan baju bermodel rompi. Dini melambaikan tangannya kearah Rangga. Senyumnya mengembang ketika melihat wajah tampan kekasihnya itu ada di sebrang jalan. Ia ingin segera berlari dan memeluk tubuh kekasihnya itu.

"Aku kesana yaa?" Rangga sedikit berteriak, berbicara dengan Dini yang berada di sebrang.

"Gak usah! Biar aku yang nyebrang." Tolak Dini dengan suara yang tak kalah keras.

Akhirnya Dini pun memutuskan untuk menyebrang di jalananbyang memisahkan antara komplek perumahan dengan taman kota itu. Pandangan Dini sama sekali tak melihat ke kanan kirinya. Tatapannya tertuju pada satu arah. Rangga! Dini sangat merindukan kekasih tercintanya itu.

Jedarr... Prangg..
Sebuah mobil yaris merah menabrak tubuh Dini. Dini pun terpental beberapa meter dari tempatnya semula berdiri. Darah kian bercucuran dari kepalanya yang membentur aspal. Belum lagi tubuhnya yang lecet karena tabrakan barusan. Sudah di pastikan Dini pun pingsan di tempat. Darahnya mengucur di jalanan. Tubuh Dini pun tergeletak di tengah jalan.

Mata Rangga membola, menyaksikan kecelakaan kekasihnya di depan matanya. Kekasih yang baru hari ini ia temui, barusan tertabrak oleh sebuah mobil yang kini berhenti di hadapannya itu. Rangga segera berlari menghampiri Dini yang masih tergeletak di jalan. Tubuh Rangga seakan melemas melihat keadaan Dini yang sudah tak karuan ini.

"Diniii!! Bangun, Din? Kamu belom peluk aku kan? Kamu belom cerita semua kegiatan kamu disana? Kamu gak boleh kenapa napa. Kamu baru dateng, Dini! Aku gak akan ngebiarin kamu pergi!" Rangga mengangkat kepala Dini kedalam pangkuannya. Kini paha Rangga ikut berceceran darah dari kepala Dini. Tangan Rangga terus memukul mukul pipi mulus Dini, berusaha membangunkan gadis itu.

Beberapa orang kini mengelilingi Rangga yang menangis sejadi jadinya sambil memangku Dini. Tatapan orang orang itu kini beralih pada si pemilik mobil yang akhirnya keluar dari mobil yarisnya. Dengan tampang begitu menyesal, si pengendara yang ternyata gadis sepantaran Rangga, kini ikut berjongkok bersama dengan Rangga.

"Sorry, abis dia jalan gak liat liat. Ayok bawa ke rumah sakit." Ajak gadis itu.

Namun seketika gadis itu terkejut saat melihat siapa lelaki yang saat itu tengah menangisi gadisnya yang tadi di tabraknya. Mata Sasha membola tak percaya, melihat sosok yang di panggilnya malaikat itu ternyata kini ada di hadapannya. Dan? Siapa wanita yang kini di pangkunya itu? Apakah dia? Ahh! Sasha bodoh, mengapa tadi ia menyetir tak memperhatikan jalan sih. Sampai menabrak orang seperti ini.

"Rangga? Gue.. gue.. cepet bawa ke mobil, sebelum dia pendarahan." Sasha segera menyarankan Rangga.

Rangga menatap Sasha sinis. Meski Rangga tidak tau nama Sasha, namun wajah Sasha cukup familiar di matanya. Dia gadis yang belakangan ini berusaha mendekatkan Rangga. Kini tatapan Rangga pada Sasha berubah menjadi tatapan kebencian, bahkan jika sampai terjadi apa apa dengan gadisnya, Rangga tak akan membiarkan Sasha dapat bernafas lega.

***

Kejadian menyedihkan tampaknya harus menimpa Rangga. Dini tidak dapat terselamatkan karena kehilangan banyak darah. Di tambah lagi kepalanya yang membentur jalan aspal mengenai otak kecilnya, yang jika di biarkan hanya lima belas menit, seseorang akan di jamin kehilangan nyawanya. Tapi kemarin Dini cukup beruntung, ia sempat bertahan hingga stengah jam, dan sadar sebentar untuk say god bye dengan Rangga dan keluarganya.

Kini, rombongan berbaju hitam hitam tengah berkumpul mengelilingi sebuah gundukan tanah, dengan nisan di atasnya. Taburan bunga kamboja tampak menghiasi tanah kuburan yang masi basah itu. Teman, keluarga, serta kerabat Dini, semuanya sedang dalam keadaan berkabung. Pasalnya, Dini yang baru kembali ke negara asalnya, ternyata harus pergi lagi dengan cara yang setragis ini.

Rangga berdiri di antara orang berbaju hitam itu. Matanya benar benar merah. Kesedihan sudah pasti menyelimutinya. Selama ini dia sudah terlalu sabar menanti Dini, namun dengan mudahnya, gadis sialan itu menabrak Dini hingga merenggut nyawa Dini. Ingin rasanya Rangga juga membunuh gadis itu. Namun sayang, bahkan sebelum meninggak Dini berpesan untuk tidak menyalahkan siapapun untuk kepergiannya, sekalipun orang yang menabraknya.

Setelah semua orang bubar dari pemakaman Dini, namun tidak untuk Rangga. Rangga segera berjongkok. Menatap nanar batu nisan yang bertuliskan nama kekasihnya itu. Sungguh ini sangat menyakitkan! Seharusnya hari ini Rangga akan melepaskan kerinduan bersama Dini, dengan berjalan jalan mengelilingi Bandung. Di tambah lagi hari ini merupakan ulang tahun Dini, dan nanti malam adalah tahun baru. Rangga sudah mengatur acara untuk malam tahun barunya kali ini. Namun? Semua sudah tidak bisa di harapkan.

"Rangga, gue minta maaf." Sasha yang ternyata ikut menghadiri pemakaman itu, kini tidak ikut pergi dengan yang lainnya. Dengan di temani Gista, Sasha masih terus berusaha meminta maaf pada Rangga.

"Pergi lo, pembunuh!" Desis Rangga begitu sinis. Tanpa menengok pada Sasha. Ucapannya seakan menusuk hati Sasha. Begitu terasa sekali, Sasha yang memang sejak awal sudah menaruh hati pada Rangga, rasanya memang begitu perih di perlakukan seperti itu oleh Sasha. Hah! Lagipula mengapa semua harus serba kebetulan! Mengapa harus tepat sekali Sasha menabrak kekasih Rangga? Tak adakah takdir yang lebih baik dari ini? Selangkah pun tidak ada kemajuan Sasha untuk mendekatkan Rangga, namun kini Rangga malah akan membencinya.

"Maafin gue, gue bener bener gak sengaja. Lo boleh ngelakuin apa aja sama gue. Bahkan kalo lo mau lo bisa menjarain gue. Asal lo mau maafin gue, Ngga." Sasha kembali memohon. Bahkan ucapannya begitu nekat, sampai sampai Gista mempelototinya. Tawaran bodoh apa itu? Sudah bagus Rangga tak menuntutnya.

"Gue bilang pergi! Jangan sampe gue bertindak kasar sama lo!" Kini Rangga menoleh, menatap Sasha begitu tajam. Bahkan tatapan dari mata yang kini memerah itu begitu menyeramkan, seakan ingin menerkam Sasha.

***

Sasha mengurung dirinya di kamar, setelah pulang dari pemakaman Sasha segera mengunci kamarnya. Rasanya ia inginerutuki kebodohannya sendiri yang sampai sampai menghilangkan nyawa seseorang. Sasha bodoh! Bodoh!

"Aaaaaaa! Bahkan gue malah ngecewain orang yang paling gue cintain! Terus kalo sekarang pacar Rangga pun malah meninggal gara gara gue, Rangga malah sama sekali gak akan mau sama gue yang udah jadi penyebab kematian Pacarnya." Dumel Sasha di dalam kamarnya. Ia berteriak sejadi jadinya. Rambut panjangnya itu kini di jambak jambakan. Di atas kasurnya Sasha terua uring uringan, merutuki kebodohannya.

Sasha melirik pada kalender meja yang beridiri di meja kecil di samping tempat tidurnya. Ternyata ini malam tahun baru. Ahh kasihan sekali Rangga, seharusnya malam tahun baru kali ini ia akan menghabiskan waktu bersama kekasih yang selama ini di nantinya, tapi gara gara Sasha, semua harapan itu harus pupus. Segitu jahatkah Sasha? Tapi inikah tidak sengaja.

"Gue janji, gue akan berusaha ngedapetin maaf dari lo! Gimama pun caranya. Dan gue berharap bisa ngegantiin posisi Dini di hati lo. Biar kayak gimanapun gue emang cinta sama lo, Ngga." Sasha menatap lurus kedepan, pikirannya menerobos jauh tembok putih yang ada di hadapannya. Masih terus memikirkan tentang Rangga. Dan rasanya memang akan selalu memikirkan Rangga. Lelaki itu rasanya memang sudah sukses membuat Sasha gila.

***

Berbagai jenis kembang api menggelegar dengan indahnya, menghiasi langit di malam tahun baru ini. Suaranya yang begitu kencang, tidak membuat malam ini menjadi sepi. Tiupan tiupan terompet pun semakin memperiuh suasa taun baru kali ini. Jalanan kota Bandung mulai di padati oleh setiap warganya yang malam itu hendak berpergian, merayakan malam tahun baru bersama keluarga, teman, bahkan pacar.

Pacar? Huh! Seharusnya malam ini Rangga bisa merayakan tahun baru bersama Dini yang sudah rela pulang untuk merayakan hal hal penting yang akan terjadi dalam waktu dekat ini. Tapi semua memang harus pupus, nasib baik tidak sedang berpihak pada Rangga. Mungkin semenjak kepergian Dini, Rangga akan benar benar menjadi cuek permanen. Dingin sikapnya bakal setaraf dengan dingin es di kutub utara. Rangga akan semakin tak membuka hatinya untuk siapapun.

Di taman tempat janjian Rangga dengan Dini waktu itu, Rangga termenung sendirian. Meratapi kembang api yang yang tak henti hentinya menghiasi langit malam itu. Berbagai jenis kembang api Rangga saksikan di taman itu. Sangat indah. Seandainya Dini ada disini, mungkin akan terasa lebih indah. Rangga akan menyalakan kembang api pula bersama Dini saat pergantian tahun tiba. Tepat di jam dua belas malam. Serta sambil menunggu jam dua belas tiba, Rangga berencana akan bakar bakar ikan dan ayam bersama Dini. Yaa, rencana itu sudah disusunnya dari jauh jauh hari, saat Rangga tau Dini akan kembali di akhir tahun ini. Namun Rangga tak pernah menyangka bahwa Dini harus pergi lagi untuk selamanya.

"Hai, kok tahun baru elo sendirian sih? Gue boleh temenin nggak?" Bisa di tebak, itu adalah suara milik Sasha. Malam ini Sasha akan terus usaha untuk meminta maaf dengan Rangga. Ingin rasanya Sasha bisa membuat senyuman kembali di bibir Rangga, dan itu karenanya. Namun, mungkinkah itu?

"Gak usah ganggu gue." Suara Rangga masih tetap terdengar ketus. Pandangannya sama sekali tak menoleh pada Sasha yang kini berdiri di sebelahnya.

"Gue cuma mau minta maaf. Gue pengen bertemen sama lo. Please, maafin gue." Sasha menyatukan kedua telapak tangannya, seraya memohon pada Rangga. Sasha memposisikan dirinya agar terlihat oleh Rangga.

"Apa kalo gue maafin lo, semua keadaan kembali normal. Apa Dini bisa hidup lagi?"

"Gue emang bukan Tuhan, gue gak bisa ngehidupin Dini kembali. Gue gak bisa ngerubah TAKDIR yang udah di tentuin. Tapi seandainya itu bisa, gue akan ngelakuin itu buat lo. Supaya lo bisa maafin gue, dan gue bisa bertemen sama lo."

Tak ada jawaban dari Rangga. Rangga kembali diam. Sedikitpun sama sekali tak menggubris omongan Sasha. Matanya kembalu menengadah keatas, memperhatikan bintang yang berkelip berhantian, dengan sesekali kembang api yang tiba tiba muncul. Setidaknya itu lebih baik, daripada harus melihat wajah si pembunuh kekasihnya itu.

Tanpa Rangga sadari ternyata Sasha menghilang dari sisinya. Namun Rangga tak terlalu memperdulikannya. Toh kehadirannya memang tidak penting.

Duarr... sesaat kemudian sebuah kembang api terdengar suaranya begitu jelas di telinga Rangga. Sepertinya yang menyalakannya memang berada di dekat situ. Dan betapa terkejutnya Rangga bahwa ternyata kembang api itu membentuk sebuah tulisan.

"For give me, Rangga."

Seperti itulah tulisan yang terbentuk dalam kembang api itu. Rangga terkejut, lalu kemudian matanya segera mencari Sasha. Dia yakin itu pasti kerjaan Sasha. Ternyata benar, dari jarak sekitar dua meter dari Rangga, Sasha tersenyum. Tangannya masih memegang batang kembang api yang tadi di nyalakannya.

***

Tak berhenti sampai disitu. Sepanjang hari Sasha terus berusaha meminta maaf pada Rangga. Apapun Sasha lakukan, bahkan bukan sehari sekali Sasha berusaha meminta maaf pada Rangga. Hampir sepuluh kali, Sasha terus menghampiri Rangga untuk meminta maaf. Sampai Rangga pun bosan mendengar suara Sasha yang selalu meminta maaf.

Sampai hal konyol pun sudah Sasha lakukan. Ia menbuat spanduk yang sangat besar. Lalu spanduk yang menjulang ke bawah itu, Sasha membawa spanduk itu lantai gedung kampus yang paling atas, lalu Sasha melepaskannya. Hingga tulisan besar terlihat jelas oleh semua orang yang ada di kampusnya.

I'm sorry

Yaa, hanya tulisan itu yang terdapat di spanduk besar yang Sasha buat. Diatas, Sasha memegangi spanduknya, menahannya agar tidak jatuh.

Bukan hanya itu, berlutut sambil memohon pun sudah Sasha lakukan di hadapan Rangga. Namun tetap saja, Rangga malah menyuekannya. Rasanya memang sudah ribuan cara di tempuh Sasha untu mendapatkan maaf dari Rangga. Namun hasilnya percuma. Rangga tetap cuek dan dingin pada Sasha.

Sampai akhirnya, setelah tiga hari Sasha berusaha meminta maaf pada Rangga. Dengan segala usaha yang benar benar gila, sifat Rangga mulai melunak. Rangga agak iba melihat Sasha yang pantang menyerah meminta maaf padanya. Ia pun berkata bahwa ia sudah memaafkannya. And, you know what Shasa's ekspretion? Sasha berjingkak begitu gembira. Dengan refleks Sasha memeluk Rangga. Mencari kesempatann.

Tapi dalam pelukan itu, Sasha sangat merasa nyaman. Tak ada penolakan dari Rangga. Rasanya Sasha tak ingin melepaskannya. Sasha ingin selamanya dapat memeluk Rangga seperti itu. Sasha tau itu hanya harapannya yang terlalu besar. Mana bisa Sasha, yang hanya wanita biasa, menggapai seorang malaikat seperti Rangga.

Namun rasanya, setelah Rangga memafkan Sasha, Sasha malah semakin gencar mendekati Rangga. Sasha memang penasaran, ia ingin dekat dengan Rangga. Untungnya tak ada penolakan dari Rangga. Mungkin hati Rangga sudah luluh, dan dapat menerima seorang teman dalam hidupnya. Tapi bagaimana jika Sasha berharap lebih dari sekedar teman. Sasha ingin memiliki malaikat itu seutuhnya.

***

"Rangga, gue suka sama lo. Gue sayang sama lo. Sejak awal gue ngeliat elo, gue udah jatuh cinta sama lo. Apapun yang lo lakuin ke gue, gue selalu seneng karena pada akhirnya bisa deket sama lo. Elo.. elo mau nggak jadi pacar gue?" Sasha berteriak dengan lantang, mengungkapkan seluruh isi hatinya pada Rangga. Perasaannya memang sudah menggila, rasanya sudah naik ke ubun ubun, dan Sasha sudah tak kuat menahannya.

Sikap Sasha yang mendapat komentar "Bodoh" dari Gista ini, justru mampu membuat semua orang yang berada di taman belakang kampus itu menoleh pada Sasha. Berani sekali gadis ini menembak Rangga tanpa ragu.

Sedang Rangga? Lelaki ini malah bengong saat mendengar ucapan Sasha. Rangga pun sangat terkejut, ternyata gadis ini segitu berani menyatakan cintanya di tengah orang banyak seperti ini. Namun Rangga tak kunjung angkat bicara. Ia hanya diam. Namun dalam diamnya Rangga berpikir. Apa yang harus di jawabnya? Apa Rangga akan menerimanya? Tapi Rangga sama sekali tak merasakan cinta pada Sasha. Sedetik kemudian kejadian kecelakaan yang menimpa Dini berputar di pikiran Rangga. Sasha lah penyebab kematian Dini. Apa Rangga bisa berpacaran dengan orang yang menyebabkan kekasihnya pergi itu.

"Enggak! Gue gak bisa, maaf!" Tanpa banyak bicara, setelah berbicara itu, Rangga pun pergi meninggalkan taman kampus ini. Kejadian kecelakaan itu kembali menghantuinya, menjadi motivnya memgatakan tidak pada Dini.

Semuanya tercengeng melihat Dini yang masih diam di tengah taman. Mata Dini terlihat hancur. Ternyata kesempatan dekat dengan Rangga akan berakhir sampai disini. Hatinya seakan tercabik cabik. Ini kali pertama Sasha mengutarakan cintanya pada lelaki, dan di saksikan banyak orang pula. Namun ternyata, jawaban yang sangat tidak di harapkan yang malah di dapatnya.

"Gak tau malu banget tuh cewek. Nembak Rangga yang dinginnya setengah mampus. Yang cinta mati sama ceweknya yang udah mati itu."

"Lagipula dia kan pembunuh ceweknya Rangga yang baru balik itu."

"Wah jangan jangan dia sengaja nabrak pacar Rangga supaya dia bisa deketin Rangga."

"Haha, tapi mimpi dia ketinggian. Rangga gak sebodoh itu kali mau sama pembunuh ceweknya."

Jedarr..
Ucapan ucapan pedas itu terdengar jelas di telinga Sasha. Setiap ucapan yang di ucapkan teman kampusnya itu benar benar menampar hatinya. Hey, tak taukah mereka Sasha sedang sakit hati karena di tolak Rangga? Mengapa mereka tak dapat menjaga sedikit saja perasaan Sasha. Sasha malah mendapat bullyan seperti itu.

Kini air mata sudah di ambang mata Sasha. Namun Sasha berusaha menenggakan kepalanya, dan tidak mengedip, agar air mata itu tidak terjatuh saat itu juga. Ini terlalu ramai. Tapi bagaimana bisa Sasha pergi dari keramaian ini. Otot otot kakinya seakan melemas ketika mendapat jawaban menyakitkan dari Rangga tadi. Sehingga Sasha tak dapat pergi dari situ.

"Kita pergi. Jangan jadiin diri lo tontonan gratis." Gista menarik tangan Sasha untuk pergi dari tempat itu. Sasha yang kakinya sudah melemas hanya mengikuti Gista.

Gista segera membawa Sasha pulang dengan mobilnya. Di dalam mobil Gista, Sasha menangis sejadi jadinya. Menumpahkan air mata yang sedari tadi di tahannya.

"Goblok! Lagi lo apa apaan sih bertindak begitu? Dari awal kan gue juga udah larang lo!" Gista mengomeli sahabatnya yang saat itu tengah menangis. Hah! Tidak pengertian sekali dia. Sasha sedang patah hati seperti ini malah di omeli. "Dan sekarang, lo bukan cuma patah hati. Tapi nanggung malu sama anak satu kampus." Lanjut Gista, membeberkan fakta yang akan terjadi.

Sasha menangis semakin terisak, mengingat betapa mirisnya kejadian itu. Ia memang bodoh! Seharusnya ia tau, Rangga sangat mencintai kekasihnya yang sudah tiada itu. Mana mungkin Rangga mau berpaling dengan seorang pembunuh seperti Sasha.

***

Entah mengapa seakan ada yang hilang di hari hari Rangga. Tak ada lagi suara cempreng yang belakangan ini memenuhi gendang telinganya. Rangga merinduka berbagai kelakuan konyol gadis itu saat meminta maaf pada Rangga. Aneh. Mengapa Rangga harus merindukan gadis itu? Bukankah kemarin Rangga menolaknya. Tapi memang sepertinya Rangga tak ada rasa dengan Sasha. Lantas apa maksud semua ini?

Tiba tiba sebuah pikiran konyol terlintas di benak Rangga. Dua hari setelah Sasha benar benar seakan menghilang dari hidup Rangga, Rangga benar benar merasa kesepian. Hidupnya menjadi berubah kembali sepi seperti dahulu. Kini Rangga pun tak mengerti apa yang di pikirkannya, tapi yang jelas saat ini Rangga ingin bersama gadis itu. Rangga ingin memeluk Sasha dengan erat. Dan membisikan kalimat yang kemarin Sasha ungkapkan untuknya.

Rangga pun keluar dari rumahnya. Dengan menunggangi motornya, Rangga mengendarai motornya menuju rumah Sasha. Beberapa hari Rangga dekat dengan Sasha, ternyata Rangga sudah hapal jalanan menunu rumah Sasha.

"Permisi, Tante. Ada Sasha nya?" Tanya Rangga sopan, saat sesampainya Rangga di rumah Sasha, ternyata seorang wanita paruh baya yang di yakini Rangga adalah Mama Sasha yang membukakan pintu untuknya.

"Tadi dia bilang mau ke taman. Muka dia belakangan ini lesu banget sih. Kayak ayam kesambet. Gak kayak biasanya." Jelas Mama Sasha, menceritakan sedikit tentang keadaan Sasha.

"Oh yaudah, makasih Tante. Biar aku nyusul Sasha ajadeh." Rangga pun kembali pamitan, lalu pergi lagi dengan motornya untuk menuju taman itu. Pasti taman yang menjadi tempat kejadian kecelakaan Dini. Di taman itu pula Rangga menghabiskan tahun barunya bersama Sasha yang tak henti meminta maaf pada Rangga.

***

Pandangannya tidak jelas menandang kemana, matanya terlihat kosong. Benar kata mamanya, Sasha memang sudah seperti ayam kesambet. Bagaikan tak punya semangat hidup. Ia hanya melamun dan melamun. Galau yang melandanya memang sudah maksimal. Sakit hatinya sama sekali belum berkurang. Ahh rasanya silet tajam masih tetap menyayay nyayat hatinya, membuat hatinya semakin hari semakin perih.

Sasha tersenyum, mengingat hari ini adalah hari ulang tahunnya. Ulang tahun Rangga. Bahkan Sasha sudah tak berani untuk bicara dengan Rangga. Sasha sama sekali tak mengucapkan apapun pada Rangga.

"Hey bawel. Gue kangen elo." Tiba tiba suara lembut itu berbisik di telinga Sasha. Sebuah tangan tiba tiba melingkar di lehernya. Sasha terkejut bukan main, apalagi mendengar suara yang sudah tidak asing di telinganya itu.

Sasha menoleh, menatap lelaki itu tak percaya. Matanya membola. Ia masih tetap tak percaya dengan kelakuan barusan lelaki tersebut.

"Rangga?" Sasha menutup mulutnya yang menganga melihat Rangga. Mimpikah ini? Atau hanya khayalan Sasha.

"Apa?" Rangga tersenyum, menyahut ucapan Sasha.

Sejenak mereka terdiam. Lalu beberapa saat kemudian Rangga menarik kedua tangan Sasha. Di genggamnya begitu erat tangan Sasha. Mata Rangga kini menatap begitu tajam mata Sasha. Dan pastinya sukses membuat detak jantung Sasha perang.

"Gue gak tau apa perasaan gue. Tapi gue sama sekali gak ngerasa udah cinta sama lo. Cuma yang gue pengen bisa bareng sama lo, Sha. Bikin gue cinta sama lo. Gue yakin lo orang yang tepat buat gantiin Dini. Gue sayang sama lo." Ungkap Rangga dengan jujur. Matanya mengunci pandangan Sasha, agar tak melihat kearah manapun.

Degg.. detak jantung Sasha semakin meningkat, saat menyadari setiap kelakuan Rangga detik ini. Rasanya Sasha benar benar ingin pingsan. Ini bukan mimpi kan? Tapi, Sasha ragu untuk mengiyakan ucapan ucapan Rangga. Rasa perih di hatinya tak semudah itu terobati. Sasha masih menanggung malu karena kelakuannya tempo hari.

"Maaf. Gue gak bisa nerima orang yang udah nyakitin gue." Dengan mata yang berkaca kaca, Sasha membalas ucapan Rangga. Sakit sekali memang mendustakan hati seperti ini. Namun rasanya, lebih sakit kemarin saat Rangga menolaknya. Mengapa harus serumit ini? Bukankah kemarin Rangga hanya perlu menangguk dan mengatakan iya, maka mungkin semuanya tak akan seperti ini. Rangga tak perlu menyatakan cintanya lagi pada Sasha. Sasha pun tak perlu merasakan sakit hati ini.

Sasha pun segera pergi meninggalkan Rangga sendirian. Rangga tak menyangka dengan jawaban Sasha. Kini hatinya seakan merasa begitu perih dengan jawaban Sasha. Inikah yang Sasha rasakan kemarin? Tapi mengapa Rangga harus sedih? Bukankah ia berkata tidak mencintai Sasha? Rangga bahkan meminta Sasha untuk membuatnya jatuh cinta pada Sasha. Tapi? Pantaskah ini di katakan cinta. Jika bukan, Rangga tak mungkin sakit hati seperti ini

***

Dengan lesu Rangga membuka gagang pintu rumahnya. Cukup lama ia terdiam di taman itu, meratapi kesakitan hatinya di tolak oleh Sasha. Rangga pun memutuskan untuk pulang. Mungkin inilah balasan atas sikap Rangga kemarin.

Gelap.
Rangga merasakan rumahnya ini mati lampu, tak ada sedikitpun cahaya yang ada disitu. Rangga pun menyalakan stop kontak lampu di rumahnya. Namun, apa ini?

"Supprise.." mereka berteriak bersamaan. Seluruh keluarga Rangga berkumpul saat itu. Dan disana? Ada Sasha yang membawa sebuah kue dengan lili di atasnya. Serta ada juga Gista yang selalu ada menemani Sasha.

"Happy birtday Malaikat gue. Gue mau kok jadi pacar lo. Gue mau kok bikin lo cinta sama gue. Apapun akan gue lakuin dan usahain biar lo cinta sama gue. Kalo perlu, kalo elo belom bisa cinta sama gue, gue ke dukun deh. Gue pelet deh elo nya biar bisa cinta sama gue." Sasha mengoceh, menjawab semua ucapan Rangga di taman. Ternyata Sasha hanya pura pura tidak menerima Rangga? Ya jelaslah, Sasha kan cinta mati sama Rangga, gak mungkin kalo enggak nerima.

"Elo? Ahh! Dasar bawel. Lo gak perlu ke dukun atau apaoun. Ternyata gue sadar, lo gak usah ajarin gue buat cinta sama lo. Karena ternyata, gue emang beneran cinta sama lo. Beneran deh, Sha. Gue cinta nya gak bohongan sama elo." Rangga segera memeluk Sasha yang saat itu membawa kue untuknya.

"Ehh ehh, awas kuenya jatoh." Gista berteriak, takut kue yang di pegang Sasha jatuh. Kan sayang belinya mahal.

"Yaudah taro dulu. Gue mau meluk Sasha pokoknya." Rangga pun segera menaruh kue itu asal di atas meja yang berada di ruangan itu. Rangga pun memeluk Sasha dengan eratnya. Oh Tuhan ternyata ini bukan mimpi, aku bisa memiliki malaikatmu ini, aku bisa memeluknya erat dan menjadikannya milikku. Terimakasih Tuhan, aku akan menjaga malaikatku ini.

End

-Hilda Wardani-

(@HildaWardani_)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mencintaimu Dalam Diam

Love At The Last Sight *Cerpen

You Belong With Me *Cerpen Duet