Apa Iya Ini Cinta? *Cerpen

Tittle: Apa Iya Ini Cinta?
Author: Hilda Wardani

>From: Ilham
Re, nanti malem jangan tidur ya?

 To: Ilham
Ngapain? males ahh -,-

>From: Ilham
Ayulah re, malem ini aja. gue mau ngomong penting ama elu

 To: Ilham
Gaya lu kaya orang penting ajedah. ngomong tinggal ngomong! repot nungguin malem

>From: Ilham
Ish, rere mah begitu :(

   Seperti itulah smsan antara Ilham dan Rere. Rere hanya tersenyum sendiri menanggapi sms dari Ilham, cowok yang belakangan ini sedang dekat dengannya.
   "Nih anak pasti mau ngerjain gue, Ilham kan sialan." Gumam Rere.
   Rere-pun kini beranjak dari tempat tidurnya. Ia menaruh handphone nya asal di tempat tidur mini size nya itu. Rere-pun memutar kenop pintu kamarnya, dan kemudian berjalan kedapur.
   Setelah kembali dari dapur, Rere mengecek handphone nya. Barang kali ada sms masuk. Benar saja! Di layar handphone nya tertera 'Dua pesan baru'. Dengan segera Rere langsung membukanya

>From: Ilham
Sebenernya gue mau ngomong

I LOVE YOU

Gue sayang sama elu re, lu mau ga jadi pacar gue?
>From: Ilham
Gue sih pasrah aja, terserah elu mau nerima gue apa kaga? diterima sukur, gaditerima yaudah. Yg penting gue udah nyatain ini

   Degg.. Jantung Rere refleks berdetak begitu kencang. Ia terkejut membaca sms itu. Ia tak menyangka bahwa Ilham barusan menembaknya? Harus bagaimana ini? Padahal Rere hanya menganggapnya teman?

   Rasanya, baru kemarin Rere mendengar pernyataan cinta dari seseorang bernama Ilham. Namun kini itu semua sudah menjadi kenangan. Rere menatap kosong dengan pandangan lurus kedepan. Pikirannya masih teringat pada Khafi yang kini telah menjadi 'Mantan Kekasihnya' itu.
   “Re, kantin yuk. Istirahat tau, bengong aja.” Sentuhan halus mendarat di pundak Rere. Rere terkejut dan sontak membuatnya terbangun dari lamunannya.
   “Ehh, males ahh.” Kata Rere tak bergairah.
   “Gue traktir.” Tawar orang itu.
   “Ayudeh.” Rere-pun langsung berdiri sambil tersenyum girang.
   “Dasar, Rere!” Orang yang bernama Erlin itu menoyor kepala Rere. Rere hanya tersenyum jail.

***

   Sesampainya di kantin mereka langsung duduk di bangku paling pojok, tempat kesukaan mereka. Merekapun langsung duduk dibangku tersebut.
   “Lo mesen apa, Re?” tanya Erlin.
   “Gue mau mie ayam,  pake pangsit, terus sama es tehnya. Hm, apalagi yaa? Ohh iya sama.." Belum sempat Rere melanjutkan ucapannya Erlin langsung memotongnya.
   “Sarap lo! Di traktir semua di borong. Kalo jajan sendiri aja ngirit!” Ceplos Erlin memotong omongan Rere.
   “Hehe, becanda, Lin. Terserah lo deh mau beliin gue apa?”
   “Nah gitudong.”
   Baru saja Erlin hendak memesan makanan, namun mood Rere seakan berubah. Dengan segera ia menarik tangan Erlin. Mata Rere yang tadi ceria berubah menjadi kelam, kesal, entah apalah itu namanya.
   “Ke kelas aja yuk, males tau disini. GERAH!” Rere seakan menekan kata gerah dalam penuturan katanya. Tangan Rere menarik paksa Erlin. Erlin yang bingung dengan perlakuan sikap Rere hanya pasrah di tarik Rere seperti itu.
   Byurr.. “Ahhh! Mata mane TA! Lo jalan liat-liat kek! Basah nih baju gue,” Es Jeruk yang tadi di pegang seorang laki-laki itu sebagian tumpah mengenai baju Rere. Rere seakan murka, entah karena bajunya menjadi basah? Atau karena sebab lain.
   “Ehh ngomongnya gak usah nyolot gitudong!” Seorang wanita di sebelahnya malah menyaut melihat sikap Rere yang jutek minta ampun pada pria tadi.
   “Gue gak ngomong sama lo ya, MBAK!” Bentak Rere kesal.
   “Udah-udah! Sorry, Re.” Ucap pria itu. Namun Rere tak menghiraukannya. Ia langsung pergi meninggalkan Ilham yang barusan meminta maaf padanya.

***

   “Haha, Regina Kartika.. Jadi ceritanya lo jelous? Ck! Lo bilang gak ada rasa sama Ilhami.” Ledek Erlin saat mereka berada di dalam toilet sekolah membersihkan baju Rere. Rere menatap Erlin kesal.
   “Apaan sih?! Gue gak ada rasa sama si Ilham pea itu! Lagian siapa juga yang jelous? Kurang kerjaan tau gak?” Tangan Rere memutar keran westafel di toilet itu. Lalu kemudian ia membersihkan bajunya.
   “Terus tadi apa dong namanya?” Goda Erlin dengan matanya yang jail.
   “Apa aja, suka-suka gue!” Jawab Rere sewot.

***

   “Mau pulang bareng, ga?” Denga tiba-tiba, Ilham berhenti di sebelah Rere ketika Rere sedang menunggu Erlin di lobby.
   “Enggak deh.” Jawab Rere singkat.
   “Loh kenapa?”
   “Yah, kan rumah lo dimana? Rumah gue dimana?”
   “Atuh kan gue nganterin elo pulang, Sayang.” Ilham menatap Rere lembut. Tatapan penuh maknanya itu. Ingin rasanya Rere membalas, namun ia begitu salah tingkah bila di tatap seperti itu.
   “Yaa.. Tapikan..” Rere seakan bingung untuk mencari alasan menolak ajakan Ilham. Bukannya ia tidak mau, melainkan ia belum siap orang lain tau tentang hubungannya.
   “Yaudah kalo lo gak mau, gue gak maksa kok. Gue duluan yah, Re.” Ilham pun akhirnya pergi meninggalkan Rere sambil tersenyum manis. Sedang Rere hanya membalasnya.
   Namun anehnya, Rere sama sekali tidak merasakan getaran yang di namakannya cinta itu. Rere sendiri bingung sebenarnya ia suka atau tidak dengan Ilham? Yang jelas ia menerima Ilham hanya karena tidak enak untuk menolaknya.

   Namun itu kisah kemarin. Jika tau setelah jadi mantan, Ilham akan bersikap seperti ini, dari awal Rere mungkin tidak akan pernah menerima Ilham. Apa memang kodrat seorang mantan harus berdiaman? Harus tidak saling tegur sapa? Atau setidaknya terjalin komunikasi seperti kemarin? Karena hal inilah Rere amat kesal pada Ilham. Setelah mereka putus dari pacarannya yang hanya berkisar 2 minggu itu, Ilham sama sekali tidak pernah bicara lagi dengan Rere. Yang Rere benci karena putus hubungan ini bukan karena Rere masih mencintai Ilham, tetapi karena sikap Ilham yang berubah terhadapnya. Jelas! Karena kemarin rasanya Rere tidak ada rasa pada Ilham. Namun? Apa sekarang ia ada rasa? Atau perasaan itu baru terasa, ketika melihat Ilham dengan wanita lain?
   “Ahh sial! Apa-apaan tuh?” Rere terlihat geram, matanya kini menatap sebuah motor satria-f berwarna biru dengan si pengendara yang sangat di kenalnya. Tetapi yang membuat Rere kesal adalah orang yang di boncengnya! Yups, itu adalah motor milik Ilham, dan Ilham sedang membonceng Nesya, gebetan barunya.
   "Ciiee.. Rere jelous lagi yaa?" Erlin yang baru datang itu langsung melihat arah mata Rere memandang. Dan ia tersenyum jahil ketika melihat Rere yang kesal.
   "Diem lo! Lama banget gue tungguin. Ribet tau gak!" Nada bicara Rere terdengar begitu kesal. Erlin hanya tertawa geli.
   "Lin, duluan yaa.." Motor yang sedari tadi di perhatikan Rere barusan melintasinya. Dan Ilham hanya bilang duluan pada Erlin, bukan pada Rere.
   "Iya, Ham." Balas Erlin ramah. Lalu ia menengok pada Rere yang semakin geram.
   "Sabar, Re. Mungkin dia lelah haha."
   "Bodo amat!"

***

   Kenangan demi kenangan kini selalu menemani lamunan Rere. Karena memang kini yang tersisa hanya kenangan. Tak ada lagi kata "kita" di dalam hidup mereka. Kini kita telah berpisah.
   Derap langkah kaki Rere yang menaiki anak tangga sebuah gedung terdengar nyaring. Jelas saja, karena gedung itu adalah gedung setengan jadi. Rere terus menaiki anak tangga itu, hingga akhirnya kini ia berada di lantai paling atas gedung tersebut. Disana udaranya amat sejuk, dan siapapun yang berada disana serasa amat dekat dengan langit. Karena ruangan itu terbuka, tidak ada penutupnya.
   "AAAAAAA... GUE BENCI KAYA BEGINI!" Teriak Rere sekeras mungkin. Beriringan dengan itu, air matanya perlahan turun. Entah apa yang di rasakannya, yang jelas pertahanannya kini serasa telah terdobrak.
   Sakit sekali rasanya saat Ilham mendiaminya seperti ini, saat Ilham tertawa bahagia bersama wanita lain. Padahal jelas-jelas Rere sendiri yang mengatakannya bahwa ia tidak mencintai Ilham. Tapi, mengapa ia harus cemburu?
   "Gue juga benci sama semua ini! Gue benci sama kemunafikan elo, Re!" Suara itu tiba-tiba muncul dari arah belakang Rere. Sontak Rere langsung terkejut, ia menengok perlahan untuk memastikan bahwa dugaannya itu salah. Ia berharap apa yang di pikirkannya itu tidak terjadi sebenarnya.
   "Ilham? Lo ngapain disini?" Rere tercekat, ia sungguh tak menyangka bahwa itu adalah Ilham. Ternyata dugaannya benar.
   "Lo sendiri ngapain disini?" Ilham malah balik bertanya.
   "Suka-suka dong, gue mau disini. Kok lo malah balik nanya sih?!"
   "Yaa, gue disini pengen nginget masa-masa gue sama mantan yang paling gue sayang aja." Mata Rere langsung melotot? Apa maksud perkataan Ilham barusan? Setau Rere, tempat ini memang tempat kenangan mereka berdua. Berarti? Yang dimaksudkan mantannya itu adalah dirinya? Benarkah?
   Sejuta pertanyaan muncul di benak Rere, namun Rere berusaha bersikap seperti biasa terhadap Ilham. Kini ia mulai berani menatap Ilham.
   "Mantan lo? Emang berapa banyak mantan lo, yang lo ajak kesini?" Nada suara Rere terdengar begitu menyindir Ilham, seolah-olah Ilham modus banget.
   "Cuma satu orang, dan dia yang paling gue sayang. Yaitu elo, Re!" Dengan suara lantang Ilham berbicara pada Rere.
   Tenggorokan Rere serasa tercekat, ia terkejut bukan main mendengar pernyataan Ilham barusan? Mulutnya seakan terkunci untuk berbicara, padahal ingin rasanya ia melontarkan berjuta pertanyaan yang ada di benaknya itu.
   "Mungkin lo bingung, dengan sikap gue yang berubah drastis. Gue ngejauh dari lo, gak pernah ngomong sama lo. Lo tau karna apa?" Ilham menatap lekat mata Rere yang berwarna hitam pekat itu. Rere menggeleng pelan, tanpa berbicara sedikitpun, mata Rere seolah berkata bahwa ia bertanya karna apa?
   "Karena lo munafik, gue tau selama ini lo gak pernah ada rasa sama gue. Tapi kenapa lo jelous liat gue sama Nesya? Itu namanya apa, Re? Tapi, itu masih aja belom bisa ngebuat lo ngakuin kalo lo emang cinta sama gue?!" Jelas Ilham.
   "Mungkin bener kata lo, gue emang munafik. Tapi asal lo tau, gak ada niat sedikitpun buat gue jadi muna kaya gini? Gue cuma belom yakin, apa iya ini cinta? Gue cuma butuh waktu buat ngeyakinin kalo ini emang bener cinta?" Berbekal seribu keyakinan dari hati Rere, akhirnya ia bisa juga membuka mulutnya itu. Rere mundur satu langkah kebelakang menjauh dari Ilham. Ia menundukan kepalanya, tak terasa air matanya telah membasahi pipinya.
   "Rere sayang, lo nangis? Please jangan nangis, Re. Gue gak mau orang yang gue sayang nangis gara-gara gue. Maafin gue udah bikin lo nangis, jangan nangis lagi, Re. Gue sayang sama elu." Ilham melangkah menghampiri Rere. Jemarinya dengan lembut menghusap pipi Rere yang sudah di penuhi air mata. Tangan Rere pun menyingkirkan tangan Ilham dari pipinya. Tangan mereka sempat bersentuhan, lalu mereka saling menatap.
   “Lo jahat, Ham! Lo pikir gue gak tersiksa dengan perlakuan lo kemaren ke gue? Lo tiba-tiba ngediemin gue begitu aja!” Dengan mata yang masih memerah, Rere kini bersuara kembali.
   “Gue minta maaf, Re. abis lo nya juga udah gue gituin tetep aja lo ga mau ngakuin kalo lo beneran cinta ama gue!” Ilham kini menggenggam kedua tangan Rere. Tinggi badan Rere yang lebih kecil dari Ilham pun kini meneggak menatap Ilham.
   “Terus? Lo kan tau gue emang begini? Kenapa lo harus nyamperin gue?”
   “Karna gue sayang ama elo, Re. Gue tau banget elo gimana. Tapi kenapa lo gak pernah bilang kalo lo cinta sama gue, jujur sama gue! Sebenernya lo cinta apa enggak ama gue?” Tangan Ilham kini menggapai pundak Rere. Rere menunduk sejenak. Sepertinya ia berpikir, lalu dengan segenap keberanian ia mengangkat kepalanya kembali. Berusaha menatap Ilham.
   “Jujur, kemaren waktu gue nerima elo emang gue gak beneran suka ama lo. Tapi gak tau kenapa pas ngeliat elo sama Nesya terus, gak tau kenapa gue kesel banget! Mungkin itu kali yah namanya jelous? Dan, dari situ gue sadar kalo gue emang cinta sama elo!” Ucap Rere mantap. Seulas senyuman kini tersungging dari bibir Ilham.
   "Jadi enggak sia-sia gue nyuruh Nesya buat bikin lo jelous, berhasilkan?" Ilham tersenyum jail menunjukan sederetan giginya yang putih itu.
   "Jadi lo sengaja? Huhh, Ilham jahat!" Kedua tangan Rere di kepalkan dan menonjok-nonjok kecil dada bidang Ilham. Ilham tersenyum kembali,kemudian Ilham langsung memeluk erat Rere, seperti tak ingin untuk melepaskannya.
   Diatas gedung tersebut, Ilham dan Rere berpelukan. Ditemani semilir angin sore yang berhembus melewati mereka, serta rambut panjang Rere yang di biarkan terurai itu berterbangan. Kedua insan itu kini mulai menyatu kembali. Memang! Sebelum berpacaran dengan Ilham, Rere pernah berpacaran. Tetapi Rere tak pernah mengerti dan merasakan apa itu cinta. Ia berpacaran begitu saja. Dan begitu juga dengan Ilham, Rere menerima Ilham tidak atas dasar cinta. Dan ternyata Rere baru tersadar bahwa ia memang mencintai Ilham.


END!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mencintaimu Dalam Diam

Love At The Last Sight *Cerpen

You Belong With Me *Cerpen Duet