Cinta Aku Tulus *Cerpen

Cerpen

Tittle: Cinta Aku tulus
Author: Hilda Wardani
Genre: Sad Romance, Memories
Cast: -Clarynta Khanza Amanda
       -M Ilham Fauzie
       -Leni Larry Chandra
       -Others

***

   Sebuah pena ku putar-putar dengan asal. Buku yang berada di hadapanku seakan tak terindahkan. Padahal niat awalku duduk di meja belajar yang terdapat di kamar kost ku ini untuk mengerjakan tugas. Namun pikiranku tak dapat konsentrasi. Kepala ku serasa ingin pecah bila di paksakan harus berpikir mengerjakan tugas kampus yang rumitnya setengah mati.
   Aku menghela nafas berat, berusaha menenangkan kepalaku dari berbagai tugas kampus yang mengikatku ini. Mataku terpejam sejenak. Astaga! Dalam pejaman mataku ini mengapa semua itu kembali terekam jelas. Mengapa sosoknya bersama ribuan kenangan yang di tinggalkannya itu tiba-tiba muncul kembali dalam ingatanku.
   "Arghh!!" spontan aku langsung membuka mataku sambil berteriak kesal.
   Lagi-lagi, kini penyesalan kian menyelimutiku. Rasa bersalah kembali menghampiriku. Ribuan luka mulai menyayat hatiku. Tuhan, ini sungguh menyakitkan. Mengapa kurun waktu berjalan tak mampu menghapus dia dari hidupku? Mengapa ia masih tetap tertinggal dalam hatiku? Tanpa tergoyahkan sedikitpun. Aku benci setiap kali masa itu kembali masuk kedalam pikiranku. Sebuah keputusan yang ku anggap benar, kini menyisakan sebuah penyesalan yang begitu besar.
   Perlahan, mataku menangkap sebuah note hitam yang berada di deretan buku kampus ku. Aku pun mengambil note tersebut. Menatap berbagai goresan yang pernah ku tulis. Hampir semua tulisan itu menceritakan tentangnya. Selalu tentangnya! Dan akan selamanya menjadi tentangnya.

Di kala cinta mulai terasa
Mengapa aku harus menghindar?
Terasa bahagia terukir di hati
Mengapa aku harus berdusta?
Di saat rindu mulai menjalar
Mengapa aku harus menghindar?
Terasa cinta lekat di hati
Mengapa aku harus berpaling?
Meski kini hati ku sadari telah lelah
Tertatih dan terus tertatih
Merasa adanya ketulusan cinta darimu
Tetapi... Semua itu sekarang telah sirna
Terlambat aku menyadarinya...

   Tess... setetes air mata mulai jatuh mengenai lenganku yang masih menggenggam pena. Seketika air mata mulai berlomba-lomba berjatuhan dari mataku. Aku terisak, tak kuasa menahan pedihnya luka hati ini.

***

   Lalu lalang para mahasiswa kian menjadi pemandangan di mataku. Angin yang bertiup cukup kencang kini menemaniku yang terduduk sendirian di bawah pohon rindang yang berada di area kampusku. Di tempat ini, aku mencoba menyelesaikan tugas kampus yang belum sempat ku selesaikan kemarin. Kebetulan mata kuliah ku hari ini jam 11, sedangkan sekarang masih jam 8, aku rasa masih keburu untuk mengerjakan tugas ini.
   "Clarynta!" sebuah suara terdengar di telingaku. Sentuhan tangan lembutnya menyentuh pundakku. Aku menoleh, mendapati seorang wanita cantik dengan rambut di gerai. Ia tersenyum kecil menatapku.
   "Lo udah gak ada kelas?" tanyaku sambil kemudian beralih pandang pada tugas ini.
   "Masih ada sih, sekitar jam 9 tapi." ia menyamai posisi dudukku. Duduk tanpa alas di atas rerumputan yang mengelilingi pohon rindang ini.
   Thella, dialah sahabatku. Setiap kali melihatnya, lagi-lagi hal itu kembali muncul dalam benakku. Melihat wajah cerianya kemarin, aku merasa hal yang pernah ku lakukan itu benar. Namun melihatnya yang hingga kini tanpa ada beban apapun, ternyata aku salah! Keputusanku itu salah besar.

   Tangan kekar itu dengan lembut menggenggam erat tanganku. Sontak aku pun terkejut, dan langsung menoleh kearahnya. Ia tersenyum begitu manis padaku. Dan aku terdiam menatap senyumannya.
   Tuhan.. Tolong aku, jangan biarkan segala sikap manisnya ini membuat aku terlalu jatuh kedalam lubang cintanya. Aku tak mungkin mencintainya. Aku tak boleh jatuh hati padanya.
   "Lelet banget sih jalannya, ayok cepetan. Nanti film nya keburu mulai." Ilham menarik tanganku yang tadi di genggamnya. Dengan pasrah aku mengikuti langkahnya yang mulai di percepat.
   "Ryn, bentar lagi tanggal 9 april loh." disela-sela jalan kami, Ilham mengajakku berbicara.
   "Terus?" aku menanggapinya dengan sedikit cuek.
   "Ulang tahun kita, rencana lo apa?" ucapnya dengan bergairah. Ulang Tahun Kita! Yapp benar, tanggal 9 April, tepat di tanggal itu kami berulang tahun. Bukan hari jadi kami, tapi benar-benar tanggal lahir kami. Entah itu kebetulan atau memang takdir, yang jelas kami berulang tahun di tanggal yang sama.
   "Tukeran kado yuk. Kayaknya seru." aku memberi usul yang disauti anggukan semangat dari Ilham.
   "Boleh tuh!"

   Pikiranku kembali berputar pada masa lampau itu. Saat pertama kali aku jalan berdua dengannya. Dengan Ilham, yang berhasil membuatku menjadi seperti ini.

   "Happy Brithday, Clarynta Khanza Amanda." Ilham menyodorkan sebuah kado terbalutkan kotak berwarna biru, dengan pita berwarna merah muda. Kotak itu berukuran cukup besar.
   "Happy Brithday juga, Muhamad Ilham Fauzie." sama halnya dengan yang di lakukan Ilham, akupun menyodorkan kado untuknya.
   Kami terkekeh sejenak, merayakan ulang tahun di bangku taman dekat rumahku ini. Ilham mengambil sebuah kotak yang di bawanya lagi. Sebuah kue tart dengan sebuah lilin di atasnya.
   "Kita tiup bareng-bareng yaa.. Sambil make a wish." aku mengangguk mengikuti perintahnya.
   "Gue pengen, selamanya bisa bareng terus sama elo." Ilham memejakan matanya. Namun ia mengucapkan wish nya dengan suara yang lantang.
   Aku terkejut, sontak aku langsung membuka mataku. Terpampang jelas wajah Ilham di hadapanku.
   "Make a wish kok ngomongnya kenceng." dengan hati yang masih berdebar begitu kencang, aku mencoba merileksan diriku.
   "Biarin, kan biar elo tau kalo gue gak mau kehilangan lo." Ilham tersenyum tulus. "Gue rasa ini udah saatnya. Gue suka setiap kali liat lo memandang, gue seneng setiap kali lo tersenyum ataupun tertawa, gue nyaman setiap kalo ada di sisi lo. Itu semua membuat gue sayang banget sama lo. Dan gue rasa itu cinta. Lo mau gak jadi pacar gue?" akhirnya! Pengungkapan perasaan Ilham padaku telah di sampaikan.
   Aku menunduk, menatap kue tart yang masih di pegang Ilham. Air mataku seakan mau menetes. Saat ini aku sama sekali tidak senang mendengar Ilham menyatakan perasaannya. Terserah! Mungkin kalian akan menganggapku orang yang bodoh, aku justru sangat takut ketika orang yang ku cintai menyatakan perasaannya. Seharusnya aku bahagia, dan langsung mengangguk menjawabnya. Namun, status Ilham sebagai mantan kekasih sahabatku membuatku justru menjadi bingung dan takut. Aku tak pernah berharap semua akan seperti ini.

   "Ryn! Ngerjain tugas malah bengong. Ehh gue duluan ya, Reza nyuruh gue ke kantin nih." Thella membuyarkan lamunanku. Aku pun tersadar, lalu tersenyum manis kearahnya.
   Lihatlah! Satu-satunya alasanku menolak Ilham adalah Thella. Thella, mantan kekasih Ilham, sekaligus sahabatku, sempat marah besar saat setelah sebulan kemudian aku bercerita padanya bahwa Ilham menyatakan cintanya padaku. Akupun telah berkata aku tak menerimanya, semata karena Thella.
   Namun Thella tak peduli, ia marah besar padaku. Ia menganggap aku telah menghancurkan hubungannya dengan Ilham. Aku penyebab keretakan hubungan mereka.
   Hingga waktulah yang menjawab semuanya, Thella kembali baik denganku. Namun semuanya telah terlambat, Ilham menghilang dari kehidupanku tanpa meninggalkan jejak sedikitpun. Aku tau dia marah padaku yang terus menghindrinya sejak kejadian itu. Dan yang sangat aku sesali adalah, Thella! Alasan aku menolak Ilham, dengan semudah itu dapat melupakan Ilham. Dan aku! Justru malah terjebak dalam kisah menyakitkan ini.

***

   Aku berjalan beriringan degan Thella, menyusuri salah satu mall terbesar di kawasan Jakarta. Kini aku sedang ingin mencari buku untuk tugasku, dan aku meminta Thella untuk menemaninya.
   Degg... mataku kini menatap pada satu objek yang berhasil membuat mataku tak berkedip. Jantungku berdebar dengan hebatnya. Kakiku bergetar. Benarkah itu dia?
   Ku lihat seorang lelaki yang sangat ku rindukan itu kini sedang berjalan sambil merangku seorang gadis di sampingnya. Di samping gadis itu ada seorang gadis pula yang amat ku kenali. Fani! Ohh benar dia Fani, aku sangat merindukan Fani, adik Ilham. Aku memang sangat dekat dengan Fani.
   Mungkinkah gadis itu kekasih Ilham? Yaa.. sepertinya benar, lantas siapa lagi jika itu bukan kekasihnya? Tak mungkin Ilham merangkul gadis orang lain.
   "Ryn, liat kesono yuk.." dengan penuh semangat Thella menarik tanganku. Sepertinya Thella tak melihat Ilham.
   Segores luka kini tercipta di hatiku. Karenanya aku tejebak dalam sebuah penyesalan. Tapi lagi-lagi aku melihat sebuah fakta yang mengharuskanku untuk melupakan semua itu. Kini Ilham bahkan sudah tak mengingatku. Dia telah bahagia dengan gadisnya itu.
   Tuhan, jika aku di ijinkan untuk meminta. Kini aku hanya ingin meminta agar hubunganku dengan Fani bisa seperti semula. Aku sangat menyayangi adik Ilham itu, aku menyayangin seperti adikku sendiri. Bukan semata karena Ilham, tapi ini benar-benar tulus dari hatiku. Tak mengapa aku harus merelakan hatiku ini mati karena cintanya. Namun aku ingin Fani bisa bersikap seperti dahulu padaku.

***

   Malam yang cukup indah. Ribuan bintang bertebaran di atas langit. Warna langit yang berwarna biru tua membuat dominan warna bintang yang berkelip menjadi semakin mempercantik indahnya langit malam. Udara yang tidak terlalu dingin membuat malam ini menjadi lebih sempurna.
   Di malam ini, aku di paksa Thella untuk menghadiri sebuah acara pesta pertunangan. Thella berkata Reza sedang berhalangan hadir, sehingga membuatnya mengajakku.
   Rasanya malam ini memang cocok untuk di jadikan acara bertunangan. Malam ini begitu indah. Seperti sangat berbeda dengan malam lainnya. Namun entah mengapa hatiku seakan gelisah. Aku tak mengerti, apa maksudnya? Tiba-tiba pikiranku pun ikut resah tanpa sebab.
   "Fani." mulutku sontak menyebut nama itu ketika aku melihat di pintu sebuah rumah tempat acara pertunangan itu aku berpapasan dengan Fani.
   Fani menoleh, ia terkejut ketika melihatku. Thella pun ikut terkejut menatap Fani ada disitu. Kami bertiga terdiam cukup lama. Lalu dengan sejuta kerinduan yang bersarang di benakku aku langsung berhambur memeluk Fani.
   "Fani, Ka Claryn kanget banget sama kamu." aku mendekap erat tubuh Fani. Tak peduli apa yang ada di pikiran Fani. Yang jelas aku sangat merindukannya.
   Fani terpaku, ia sama sekali tak membalas pelukanku. Ia seakan shock ketika melihatku. Aku masih tak memperdulikannya, aku tetap memeluknya erat. Aku merindukan adik kesayanganku ini.
   "Ka Clarynta kok ada disini?" Fani yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara.
   Aku melepaskan pelukanku. Mataku menatap wajah cantik Fani yang sepertinya mengenakan make-up ini. "Kaka nemenin Ka Thella ke acara pertunangan temennya. Kamu ngapain disini? Kamu di undang juga?" Fani terdiam ketika aku berbicara seperti itu. Ia tak menjawab. Dengan membuat pertanyaan besar di hatiku karena sikap Fani yang aneh, dia langsung pergi begitu saja.
   "Jangan-jangan..." Thella menutup mulutnya tak percaya. Matanya terlihat ketakutan. Aku menatapnya bingung, astaga! Mengapa semuanya menjadi membingungkan?

***

   "Selamat yaa.." tangan ku yang di penuhi keringat dingin menjabat tangan lelaki yang bertunangan ini. Aku menunduk, tak berani menatapnya. Goresan luka ini seakan bertambah semakin dalam ketika aku harus menyaksikan pertunangan ILHAM!
   Ilham menatapku terkejut. Ia terdiam ketika aku memberinya selamat. Matanya seakan terkejut melihatku.
   "Clarynta.." suara lembutnya itu refleks memanggilku. Aku menoleh, lalu tersenyum kearahnya.
   Aku yakin! Pasti ia melihat betapa merahnya mataku ini yang sudah bersiap untuk menangis. Namun sebisa mungkin aku menahannya.
   "Ryn, gak nyangka yah. Ternyata acara pertunangan Ilham." Thella tertawa kecil sambil berjalan menuju sebuah meja hidangan.
   "Hm, iyaa.." aku yang masih sibuk dengan keadaan hatiku hanya mengiyakannya.
   "Lo inget tragedi, gue-elo-Ilham gak?"
   "Enggak!" aku berucap dengan suara yang kecil. Sungguh! Ini adalah sebuah dusta yang ku katakan. Aku selalu mengingatnya, Thel! Kejadian yang membuatku hingga seperti ini tak mungkin ku lupakan.
   Namun dengan hadirnya aku di acara ini, membuatku yakin bahwa aku harus melupakan semua itu. Jika perlu aku akan membenturkan kepalaku untuk menghilangkan semua ingatanku tentangnya.

***

   Ilham merebahkan tubuhnya di kasur empuknya itu. Matanya menatap kosong pada langit-langit kamarnya. Badannya serasa pegal-pegal seusai acara pertunangannya dengan kekasihnya, Leni.
   Pikirannya kini melayang pada saat ia berjabat tangan dengan Clarynta. Bertahun-tahun Ilham berusaha keras untuk melupakan gadis itu, dengan caranya yang menghilang tanpa kabar, menghapus semua hal yang berbau Clarynta, tak berhubungan sedikitpun dengan Clarynta, dan menyuruh adiknya, Fani untuk tidak berhubungan lagi dengan Clarynta. Semua upaya di tempuhnya untuk melupakan gadis yang amat di cintainya itu.
   Hingga Leni datang, membukakan lembaran baru di kehidupannya. Mampu menumbuhkan senyuman itu kembali ketika hatinya sedang rapuh karena sikap Clarynta yang menjauh darinya, yang menolaknya secara telak, yang enggan berbicara sama sekali dengannya selepas Ilham menyatakan cintanya itu.
   Dan tadi, Clarynta datang di acara pertunangannya. Membuka semua kejadian lalu yang di alaminya. Membuat hatinya tergoyah dengan pilihannya.
   Mungkin aku mencintaimu, tapi aku mengerti. Hingga detik ini separuh hatiku masih tertinggal bersamanya.

***

   Semalaman suntuk tak henti-hentinya aku menangis. Hatiku benar-benar perih akan semua kenyataan menyakitkan itu. Goresan luka itu lebih dalam menyayatku. Sungguh! Ini terlalu menyakitkan. Sekian lama aku masih bertahan mencintainya, meski ia tak pernah mengetahuinya. Dan kemarin aku bertemu dengannya di acara pertunangannya.
   Inikah balasan dari semua dosaku terhadap Ilham? Inikah kutukan dari Ilham yang pernah ku kecewakan, doa Thella yang sempat tersakiti karenaku? Namun aku tak pernah menginginkan ini semua terjadi. Ini semua di luar batas pikiranku.
   "Ryn, ayo berangkat. Ehh?" kepala Thella menongol dari balik pintu kmar kost-ku. Ia terbelalak kaget ketika melihat mataku sembap. "Lo nangis yaa?" Thella menghampiriku. Suaranya perlahan melembut.
   "Ayok, apaansih? Ini kelilipan doang." dengan terpaksa aku tersenyum kearah Thella. Aku takkan membiarkan orang lain tau tentang perasaanku yang masih bertahan ini.

***

   Seorang lelaki keluar dari dalam mobil sport hitamnya. Beriringan dengannya, gadis cantik ikut keluar dari pintu mobilnya yang berlawanan. Ilham menghampiri Leni yang ingin kuliah. Kini Ilham mengantarkan Leni.
   "Kuliah yang bener, biar cepet lulus, kita cepet nikah." Ilham mengecup kening Leni dengan lembut. Leni mengangguk sambil tersenyum manis pada Ilham.
   Ilham pun kembali ke mobilnya, dan mulai pergi setelah mengantarkan Leni ke kampusnya. Leni menatap mobil Ilham yang mulai menjauh dari pandangan matanya.
   "Kenapa aku ragu sama cinta kamu ya, Ham?" Leni berbicara dalam hatinya. Sebuah pikiran mengkhawatitkan tiba-tiba menyelimutinya.
   Aku terpaku, melihat Ilham mencium mesra kening Leni. Mengapa aku harus melihatnya? Dan mengapa aku baru sadar jika kekasih Ilham itu satu kampus denganku, tepatnya satu fakultas dengan Thella.
   "Yang kuat yaa, Ryn.." Thella bersuara kecil nyaris tak terdengar.
   Aku yang fokus dengan pandangan Ilham dan Leni tadi pun tak mendengar suara Thella. Hatiku masih terasa teriris menyaksikan semua itu.

***

   Dengan kekuatan hatinya, Leni tersenyum yakin akan keputusannya. Ya! Leni harus yakin. Leni yakin, ia adalah wanita yang hebat dan kuat. Ia adalah wanita yang tegar.
   Di salah satu meja caffe dekat kampusnya, Leni menunggu sang pujaan hatinya itu. Ia tersenyum ketika dari ambang pintu caffe Ilham celingak-celinguk mencarinya. Tangan Leni melambai, seraya mengisaratkan pada Ilham bahwa dirinya disitu.
   "Ada apa, sayang?" Ilham yang sudah berada di dekat meja Leni langsung bertanya. Ia duduk di bangku yang berhadapan dengan Leni.
   "Gapapa. Aku cuma mau makan siang bareng tunanganku aja."
   "Bilang aja kangen sama aku." Ilham tersenyum menggoda. Hati Leni seakan teduh melihat senyuman itu.
   "Ilham, aku boleh nanya sesuatu tentang masalalu kamu?" dengan hati-hati Leni bertanya. Ilham langsung menatapnya bingung.
   "Apa?"
   "Kamu kenal sama Thella?" Leni mulai bertanya pada Ilham.
   Ilham mengangguk. "Iya, dia mantan pacar aku."
   "Aku tau. Apa kamu masih cinta sama Clarynta?" mata Ilham terbelalak mendengar pertanyaan Leni kali ini. Ilham memang tau Leni kenal dengan Thella, namun mengapa tiba-tiba nyambung ke Clarynta?
   Ilham diam sejenak, matanya tak mampu menatap Leni yang berada di hadapannya. Bibirnya seakan kaku untuk di gerakan. Ia tak mampu mengatakannya.
   "Aku mau hubungan kita berhenti sampe sini ya, Ham?" suara lembut Leni terdengar begitu berhati-hati. Matanya menatap dalam wajah Ilham yang masih menunduk. Sontak Ilham langsung mengangkat kepalanya, ia tak bersuara, hanya ekspresi mukanya yang terkejut dan meminta penjelasan dari Leni. "Cinta dia terlalu besar buat kamu, meskipun dia gak pernah menyatakan itu. Tapi penyesalan dan penantiannya itu telah menjawabnya, Ham! Selepas menghilangnya kamu dari hidup dia, dia gak pernah berhenti menyesali perbuatannya. Menangisi keputusannya. Aku ngerti kamu terluka karena dia, tapi apa kamu mikir tentang perasaan dia? Dia lebih terluka dari kamu! Dia di sulitkan terhadap 2 pilihan yang sangat sulit. Seandainya aku jadi Clarynta, aku akan melakukan hal yang sama, Ham! Thella sahabat aku, dia mantan kamu! Gak jauh kamu putus dari Thella, kamu nembak aku. Sebesar-besarnya cinta aku ke kamu, pasti aku akan melakukan hal yang sama dengan Clarynta. Tapi apa kamu tau? Betapa tersiksanya batin Clarynta karena keputusannya itu?" dengan lembut Leni berbicara panjang pada Ilham. Ilham tertegun mendengar Leni mengetahui semua itu. Ia tak menyangka Leni akan melakukan semua itu, semua omongannya benar-benar membuat hatinya teriris. Segitu tersiksanya kah Clarynta karenanya?
   "Aku.. Aku sekarang cintanya ama kamu, Leni.." air mata Ilham yang sudah di ambang mata, perlahan menetes. Ia menatap Leni yang kini terlihat dewasa.
   "Sama, aku juga. Tapi Clarynta jauh lebih cinta sama kamu. Aku yakin, cinta kamu ke dia gak akan terhapuskan. Kamu masih sangat mencintai dia kan?"
   "Aku cinta dia, tapi aku gak mau kehilangan kamu." Ilham berbicara dengan penuh kejujuran. Tangannya menggenggam erat tangan Leni.
   "Waktu 2 tahun udah cukup bikin aku bahagia sama kamu. Bahagiain Clarynta, Ham! Selama 3 tahun dia udah tersiksa karena kamu! Ini saatnya kamu bikin dia bahagia. Aku gapapa. Aku kan cewek kuat." Leni tersenyum dengan bangganya. Air matanya pun ikut menetes. Leni pun bangkit dari duduknya, dan bersiap pergi.
   "Kamu harus tau! Selamanya aku akan sayang sama kamu. Kamu dewasa, Len." Ilham membalikan bada Leni, lalu memeluknya. Pelukan itu berlangsung bersamaan dengan air mata yang menetes dari mata keduanya.

***

   "Ka Clarynta, Fani kangen banget sama Kakak. Maaf yaa Fani udah bikin Kakak sedih, itu gara-gara Ka Ilham kak.." suara cempreng yang sangat ku rindukan itu kembali terdengar di telingaku. Fani langsung memeluku ketika aku membuka pintu kamar kost-ku dan mendapati Fani.
   "Kakak juga kangen banget sama kamu, Fani. Kakak sayang sama kamu! Meskipun Kakak udah gak berhubungan sama Ka Ilham, kamu jangan pergi dari hidup Kakak lagi yaa.." Aku membalas pelukan Fani. Jujur aku sangat merindukannya. Sangat sangat!
   "Ohh iya, Kak. Ka Ilham katanya mau nikah." Fani melepas pelukannya. Lalu menatapku dengan pandangan intens nya.
   Ya Tuhan! Mengapa harus terjadi lagi. Dadaku serasa sesak mendengarnya, nafasku seakan ingin berhenti, aku benar-benar ingin membenturkan kepala ini!
   "Leni gadis yang cantik, baik pula. Dia cocok buat Kakak kamu!" aku mencoba tersenyum semanis mungkin pada Fani. Meyakinkannya bahwa aku ini tegar.
   "Tapi gue maunya nikah sama elo! Karena, gue pengen selamanya bareng terus sama lo." tiba-tiba Ilham datang dari pintu utama rumah ini. Kamarku yang berada paling dekat dengan pintu rumah kost ini sontak menatapnya. Ia berjalan membawa sebuah kue tart dengan sebatang lilin di atasnya.
   "Happy brithday Kita.." ucapnya dengan tulus. Ilham berjalan mendekat dariku, sedang Fani mundur kebelakang.
   Astaga aku sampai lupa! Hari inikan tanggal 9 April, hari ulang tahunku dengan Ilham. Aku tak menyangka ternyata Ilham kini ada di depan mataku.
   Seperti mimpi! Apa ini hanya sebuah mimpi yang terlalu indah. Tuhan, jika memang ini mimpi, cepat bangunkan aku! Agar aku tak terlalu berharap padanya.
   "Aww.." aku mencubit diriku sendiri, masih tak percaya. Ini nyata! It's true!
   "Ini enggak mimpi, Claryn. Ayo tiup lilin-nya. Hari ini, hari ulang tahun kita, dan hari dimana gue ngelamar elo buat jadi pendamping gue! Kali ini lo harus mau, gak boleh nolak!" Ilham menyodorkan kue tart tersebut. Aku menatapnya masih kebingungan, mencari kebenaran dari dalam matanya.
   Aku dan Ilham pun memejamkan mata, kami bersama-sama meniupkan lilin tersebut. Lagi-lagi air mataku mulai menetes, jika ini mimpi! Ini benar-benar terlalu indah. Tapi mimpi ini telah menjadi kenyataan.

***

   "Gue harap, semua itu bisa nebus kesalahan gue waktu itu..." dari depan pintu kamar kost-nya yang bersebalahan dengan Clarynta, Thella tersenyum bangga menatap kedua insan sedang berpelukan dengan tangis bahagianya.
   Thella bersyukur, akhirnya ia bisa menebus kesalahannya yang pernah di lakukan pada Clarynta. Ia juga senang, karena Leni yang begitu pengertian dan dewasa, bisa mengerti semua yang di ceritakan Thella padanya.
   "Big thanks, Leni." batin Thella sambil tersenyum.

END



-Hilda Wardani-

@Hilda_Henecia (just mention for follback)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mencintaimu Dalam Diam

Love At The Last Sight *Cerpen

You Belong With Me *Cerpen Duet