EKC Ngeblog Week - 13 ( The Fav Conflict )


Hallo, setelah sekian lama absen dari EKC ngeblog, kali ini gue mau mencoba buat posting. Yaa meski tau telat, tapi gapapa deh yang penting ikutan.

Tema kali ini dateng dari Liani. Yang maksa semua member harus posting hihi. Tapi gapapa usaha Liani keren juga, EKC ngeblog jadi rame lagideh. Tema nya adalah The Fav Conflict.

Konflik emang jadi yang paling greget tiap baca novel, kadang, konflik yang terlalu rumit pun bikin pusing dan rasanya males buat di baca. Tapi konflik yang monoton juga bikin bosen. Terus gue maunya konflik yang kayak apa?

Well, sebenernya gue juga gak memfokuskan bacaan sama konfliknya. Konflik yang biasa aja bisa jadi luar biasa kalo penulis pembawaannya keren. Dan konflik rumit pun bisa keren luar biasa kalo penulisannya lagi-lagi keren. Dan yang gue maksud keren disini adalah penulisan yang membawa unsure unsure baper *eh.

Nah biar gak melenceng dari tema, gue bakal bahas konflik dari cerita yang gue suka. Intinya, gue suka ama konflik yang mengandung unsur baper. Yang bikin hati gue tersayat-sayat saat membacanya. Tapi gak selalu berakhir tragis, miris, ironis, dan pemeran utamanya mati. Sebaper-bapernya cerita, gue kitati kalo pemerannya mati hiks.

Tau Orizuka? Tau donngg. Nah kalo yang namanya baper, pasti gak jauh-jauh deh dari Orizuka. Ada  satu novel yang paling gue suka konfliknya dari Orizuka, meski sebenernya gue suka semua novel Orizuka sih. Tapi gue gak suka ama konflik yang ujung ujung mati ituuu.




Masa SMA. 
Masa yang selalu disebut sebagai masa paling indah,
tapi tidak bagi anak-anak SMA Budi Bangsa.

SMA Budi Bangsa adalah sebuah SMA di pinggiran ibukota yang terkenal dengan sebutan SMA pembuangan sampah, karena segala jenis sampah masyarakat ada di sana.

Preman. Pengacau. Pembangkang. Pembuli, dan sebagainya.

Masuk dan pulang sekolah sesuka hati.
Guru-guru honorer jarang masuk dan memilih mengajar di tempat lain.
Angka drop out jauh lebih besar daripada yang lulus.

Sekilas, tidak ada masa depan bagi anak-anak SMA Budi Bangsa,
bahkan jika mereka menginginkannya.

Masa SMA bagi mereka hanyalah sebuah masa suram yang harus segera dilewati.

Supaya mereka dapat keluar dari status 'remaja' dan menjadi 'dewasa'.
Supaya tak ada lagi orang dewasa yang bisa mengatur mereka.
Supaya mereka akhirnya bisa didengarkan.

Ini, adalah cerita mereka.

***
Our Story. Mengisahkan tentang kehidupan para siswa yang bersekolah di sekolahan super kumuh yang berada di ibukota. Sekolah menyedihkan dengan gedung yang reot, serta berbagai reputasi buruk. Awal baca synopsis, sebenernya biasa aja. Dan yang ada di pikiran gue, mungkin ini kayak di ftv ftv, sekolah jelek buat murid miskin, nah ntar mereka bisa buktiin kalo sekolahnya bagus. Ternyata, dugaan gue SALAH besar! Orizuka kembali mengangkat tema khas teenlitnya, lagi-lagi, memunculkan sosok dingin yang senantiasa hadir di setiap novelnya. Dan kali ini, bernama Nino. Elnino. Fyi, Nino ini Ari bangett. Ari versi miskin hihi. Masa lalu Nino kurang bagus, dan itu berhasil di tutupin Orizuka ampe cerita hampir berakhir.

Cerita yang bermula dari Yasmin, cewek pindahan dari luar negeri yang salah masuk sekolah. Harusnya Yasmin masuk sekolah elite, taunya malah sekolah bobrok dengan siswa yang tidak wajar semua. Dan awal Yasmin masuk, dia udah di ganggu sama Nino, pentolan sekolah Budi Bangsa. Klise? Yeah, emang gitu. Tapi emang kisah klise gini banyak yang suka kan?

Disamping itu, Yasmin menemukan satu-satunya siswa yang setidaknya paling wajar di antara siswa lainnya, yang memiliki predikat pecundang, pembangkang, bahkan pecun. Yang jelas, pernyataan bahwa segala sampah masyarakat berkumpul di Budi Bangsa emang benar adanya. Ferris, anak orang kaya yang bisa-bisanya sekolah di pembuangan . Ada juga Mei, yang di sebut-sebut pecun kelas atas. Meski katanya semua cewek di Budi Bangsa itu pecun. Yasmin kaget. Jelas kaget. Dia gak tau apa-apa disana. Belom lagi sikap dictator Nino terhadap adek kelas. Nino yang kasar dan keras, selalu membawa tongkat baseball nya kemana mana.

Novel ini, sukses bikin hati gue tersayat sayat. Konflik yang banyak itu bisa dengan mudahnya gue mengerti,dan sukses membawa gue masuk ke cerita. Hikmah yang bisa di ambil pun bagus. Setiap orang punya masalah, dan setiap masalah sukses mengundang rasa sakit si pembaca. Mereka yang di tuntut hidup buat segera dewasa dan harus mikul beban keluarga, sebenernya juga ingin menikmati masa SMA seperti siswa SMA lainnya. Mereka cuma ingin terlihat norma;, seperti remaja pada umumnya, meski SMA Budi Bangsa udah terkenal bukan seperti SMA kebanyakan.

Sakit hati. Luka. Masalalu. Perang. Tuntutan hidup. Usaha untuk kembali. Berharap di tengah ketidakmungkinan.

Ini kisah mereka. Kisah remaja layaknya kalian, yang ingin mencoba untuk jadi siswa SMA normal, meski mereka tau dengan sangat baik hidup mereka jauh dari kata normal.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mencintaimu Dalam Diam

Love At The Last Sight *Cerpen

You Belong With Me *Cerpen Duet