Kerajaan Hindu Budha Era Nusantara
Kerajaan Tarumanegara
Sejarah tertua
yang berkaitan dengan pengendalian banjir dan sistem pengairan adalah
pada masa Kerajaan Tarumanegara. Untuk mengendalikan banjir dan usaha
pertanian yang diduga di wilayah Jakarta saat ini, maka Raja Purnawarman
menggali sungai maka raja mempersembahkan 1.000 ekor lembu kepada
brahmana. Berkat sungai itulah penduduk Tarumanegara menjadi makmur.
Siapakah Raja Purnawarman itu?
Purnawarman adalah raja terkenal dari Tarumanegara. Perlu kamu pahami
bahwa setelah Kerajaan ini terletak tidak jauh dari pantai utara Jawa
bagian barat. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan pusat
Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berada di antara Sungai Citarum dan
Cisadane. Kalau mengingat namanya Tarumanegara, dan kata taruma mungkin
berkaitan dengan kata "tarum" yang artinya nila. Kata "tarum" dipakai
sebagai nama sebuah sungai di Jawa Barat, yakni Sungai Citarum. Mungkin
juga letak Tarumanegara dekat dengan aliran Sungai Citarum,. Kemudian
bedasarkan Prasasti Tugu, Purbacaraka memperkirakan pusatnya da di
daerah Bekasi.
Sumber sejarah Tarumanegara yang utama adalah beberapa prasasti yang
telah ditentikan. Berkaitan dengan perkembangan Kerajaan Tarumanegara,
telah ditemukan tujuh buah prasasti. Prasasti-prasasti itu berhuruf
pallawa dan berbahasa sansekerta.
Prasasti itu adalah:
Prasasti Tugu
Inspirasi yang dikeluarkan oleh Purnawarman ini ditemukan di Kampung
batutumbuh, Desa Tugu, dekat Tanjungpriuk, Jakarta. Ditulis dalam lima
baris tulisan beraksara pallawa dan bahasa sanskerta. Inspirasi tersebut
isinya sebagai berikut:
"Dulu (kali yang bernama) Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang
mulia dan mempunyai lengan kencang dan kuat, (yakni Raja Purnawarman),
untuk mengalirkannya ke laut, setelah (kali ini) sampai di istana
kerajaan yang termashur.
Pada tahun ke-22 dari tahta Yang MUlia Raja Purnawarman yang terkilauan-kilauan karna kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja, (makna sekarang) beliau memerintahkan pula mmenggali kali yang permai dan berair jernih, Gomati namanya, setelah kali itu mengalir di tengah-tengah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Sang Purnawarman). pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, tnaggal delapan paruh gelap bulan Phalguna dan selesai pada tanggal 13 paroh tengah bulan Caitra, jadi hanya dalam 21 hari saja, sedang galian itu panjangnya 6.122 busur(11 km). Selamatan baginya dilakukan oleh brahmana disertai persembahan 1.000 ekor sapi"
Pada tahun ke-22 dari tahta Yang MUlia Raja Purnawarman yang terkilauan-kilauan karna kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja, (makna sekarang) beliau memerintahkan pula mmenggali kali yang permai dan berair jernih, Gomati namanya, setelah kali itu mengalir di tengah-tengah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Sang Purnawarman). pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, tnaggal delapan paruh gelap bulan Phalguna dan selesai pada tanggal 13 paroh tengah bulan Caitra, jadi hanya dalam 21 hari saja, sedang galian itu panjangnya 6.122 busur(11 km). Selamatan baginya dilakukan oleh brahmana disertai persembahan 1.000 ekor sapi"
Prasasti Ciaruteun
Prasasti ini ditemukan di kampung Muara, Desa Ciaruteun Hilir,
Cibungbulang, Bogor. Prasasti terdiri atas dua bagian, yaitu Inskripsi A
yang dipahatkan dalam empat baris tulisan beraksara pallawa dan bahasa
sanskerta, dan Inskripsi B yang tediri dari satu baris tulisan yang
belum dapat dibaca denga jelas. Inspirasi ini disertai pula gambar
sepasang telapak kaki. Inskripsi A isinya sebagai berikut:
"Ini "Berkas" dua kaki, yang sseperti kaki Dewa Wisnu, ialah kaki Yang
Mulia Sang Purnawarman, raja di negri Taruma, raja yang gagah berani di
dunia"
Beberapa sarjana telah berusaha membaca inskripsi B, namun hasilnya
belum memuaskan. Inskripsi B ini dibaca oleh J.L.A Brandes sebagai Cri
Tji Aroe? Eun waca (Cri Ciaruteun wasa), sedangkan H. Kern membacanya
Purnavarmma-padam yang berarti "telapak kaki Purmawarman".
Prasasti Kebon Kopi
Prasasti ini ditemukan di Kampung Muara, Desa Ciaruetun Hilir,
Cibungbulang, Bogor. Prasatinya dipahatkan dalam satu baris yang diapit
oleh dua bauh pahatan telapak kaki gajah. Isinya sebagai berikut:
"Disini tampak tampak sepasang telapak kaki....
yang seperti (telapak kaki) Airawata, gajah penguasa Taruma (yang) agung dalam....
dan (?) kejayaan".
Prasasti Muara Cianten
terletak dimuara Kali Cianten, Kampung Muara, Desa Ciarteun Hilir,
CIbungbulan, Bogor. Inskripsi ini belum dapat dibaca. Inskripsi ini
dipahatkan dalam bentuk "aksara" yang menyerupai selur-seluran, dan oleh
para ahli sisebut aksara ikal.
Prasasti Jambu (Pasir Koleangkak)
Terletak di sebuah bukit (pasir) Koleangkak, Desa parakan Muncang,
Nanggung, Bogor. Inskripsinya dituliskan dalam dua baris tulisan dengan
aksara pallawa dan bahasa sanskerta. Isinya sebagai berikut:
"Gajah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya, adalah pimpinan manusia
yang tiada taranya, yang termashur Sri Purnawarman, yang sekali waktu
(memerintah) di Tarumanegara dan yang baju zirahna yang terkenal tiada
dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang telapak kakinya, yang
senangtiasa berhasil menggempur musuh, hormat kepada para pangeran,
tetapi merupakan duri dalam daging musuh-musuhnya.
Prasasti Cidanghiang (Lebak)
teletak di tepi kali Cidanghiang, Desa Lebak, Munjul, Banten Selatan.
Dituliskan dalam dua baris tulisan beraksara pallawa dan bahasa
sansekerta.. Isinya sebagai berikut:
"Inilah "tanda" keperwiraan, keagungan, dan keberanian yang sesungguhnya
dari raja Dunia, Yang Mulia Purnawarman, yang menjadi panji sekalian
raja-raja".
Prasasti Pasir Awi
Inskripsi ini terdapat di dalam sebuah bukit bernama Pasir Awi, di
kawasan perbukitan Desa Sukamakmur, jonggol, Bogor, Inskripsi prasasti
ini tidak dapat dibaca karna inskripsi ini lebih berupa gambar
(piktograf) dari pada tulisan. Di bagian atas inskripsi terdapat
sepasang telapak kaki.
Pemerintahan Dan Kehidupan Masyarakat
Kerajaan Tarumanegara mulai berkembang pada abad ke-5 M. Raja yang
sangat terkenal adalah Purnawarman. Ia di kenal sebagai raja yang gagah
berani dan tegas. Ia juga dekat dengan para brahmana, pangeran, dan
rakyat. Ia raja yang jujur, adil, dan arif dalam memerintah. Daerahnya
cukup luas sampai kedaerah Banten. Kerajaan Tarumanegara telah menjalin
hubungan dengan kerajaan lain, misalnya dengan Cina.
Dalam kehidupan agama, sebagian besar masyarakat Tarumanegara memeluk
agama Hindu. Sedikt yang teragama Budha dan masih ada mempertahankan
agama nenek moyang (animisme). berdasarkan berita dari Fa-Hein, di
To-lo-mo (Tarumanegara) terdapat tiga agama, yakni agama Hindu, agama,
Budha dan kepercayaan animisme.
Raja memeluk agama Hindu. sebagai bukti, pada prasasti Ciaruteun ada tapak kaki raja yang diibaratkan tapak kaki Dewa Wisnu. Sumber Cina lainnya menyatakan bahwa, pada masa Dinasti T'ang terjadi hubungan perdagangan dengan jawa. Barang-barang yang diperdagangkan adalah kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan gading gajah, dituliskan juga bahwa pemeluk daerah itu pandai membuat minuman keras yang terbuat dari bunga kelapa.
Raja memeluk agama Hindu. sebagai bukti, pada prasasti Ciaruteun ada tapak kaki raja yang diibaratkan tapak kaki Dewa Wisnu. Sumber Cina lainnya menyatakan bahwa, pada masa Dinasti T'ang terjadi hubungan perdagangan dengan jawa. Barang-barang yang diperdagangkan adalah kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan gading gajah, dituliskan juga bahwa pemeluk daerah itu pandai membuat minuman keras yang terbuat dari bunga kelapa.
Rakyat Tarumanagara hidup aman dan tentram. pertanian merupakan mata
pencaharian pokok. Disamping itu, perdagangan juga berkembang. kerajaan
Tarumanegara mengadakan hubungan dagang dengan Cina dan India.
Untuk memajukan bidang pertanian, raja memerintahkan pembangunan irigasi
dengan cara menggali sebuah saluran sepanjang 6112 tumbak (11 km).
saluran itu disebut denga Sungai Gomati. Saluran itu selain berfungsi
sebagai irigasi juga untuk mencegah bahaya banjir.
Sejarah Kerajaan Majapahit
Setelah Singhasari jatuh,
berdirilah Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur, antara abad
ke-14 - ke-15 M. Berdirinya kerajaan ini sebenarnya sudah direncanakan
oleh Kertarajasa Jayawaddhana (Raden Wijaya). Ia mempunyai tugas untuk
melanjutkan kemegahan Singhasari yang saat itu sudah hampir runtuh. Saat
itu dengan dibantu oleh Arya Wiraraja seorang penguasa Madura, Raden
Wijaya membuka hutan di wilayah yang disebut dalam kitab Pararaton
sebagai hutannya orang Trik.
Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Raden Wijaya bersekutu degan paasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang pasukan Mongol sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya.
Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Raden Wijaya bersekutu degan paasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang pasukan Mongol sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya.
Pada masa pemerintahan Raden Wijaya mengalami pemberontakan yyang
dilakukan oleh sahabat-sahabatnya yang pernah mendukung perjuangan dalam
mendirikan Majapahit. Setelah Raden Wijaya wafat, ia digantikan oleh
putranya Jayanegara. Jayanegara dikenal sebagai raja yang kurang
bijaksana dan lebih suka bersenang-senang. Kondisi itulah yang
menyebabkan pembantu-pembantunya melakukan pemberontakan.
Di antara pemberontakan tersebut, yang dianggap paling berbahaya adalah
pemberontak Kuti. Pada saat itu, pasukan Kuti berhasil menduduki ibu
kota negara. Jayanegara terpaksa menyingkir ke Desa Badander di bawah
perlindungan pasukan Bhayangkara pimpinan Gajah Mada. Gajah Mada
kemudian menyusun startegi dan berhasil menghancurkan pasukan Kuti. Atas
jasa-jasanya, Gajah Mada diangkat sebagai Patih Kahuripan (1319-1321)
dan Patih Kediri (1322-1330).
Kerajaan Majapahit penuh dengan intrik politik dari dalam kerajaan itu
sendiri. Kondisi yang sama juga terjadi menjelang keruntuhan Majapahit.
Masa pemerintahan Tribhuwanattunggadewi Jayawisnuwarddani adalah
pembentuk kemegahan kerajaan. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai
kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam
Wuruk. Pada masa Hayam Wuruk itulah Majapahit berada di puncak kejayaan.
Hayam Wuruk disebut juga Rajasanegara. Ia memerintah Majapahit dari
tahun 1350 hingga 1389.
Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit
mencapai Zaman keemasan. Wilayah kekuasaan Majapahit sangat luas, bahkan
melebihi luas wilayah Republik Indonesia sekarang. Oleh karna itu,
Muhammad yamin menyebut Majapahit dengan sebutan negara nasional kedua
di Indonesia. Seluruh kepulauan di Indoneisa berada dibawah kekuasaan
Majapahit. hal ini memang tidak dapat dilepaskan dan kegigihan Gajah
Mada.
Sumpah Palapa, ternyata benar-benar dilaksanakan. Dalam melaksanakan
cita-citanya, Gajah Mada didukung oleh beberapa tokoh, misalnya
Adityawarman dan Laksamana Nala. Di bawah pimpinan Laksamana nala
Majapahit membentuk angkatan laut yang sangat kaut. Tugas utamanya
adalah mengawasi seluruh perairan yang ada di Nusantara. Di bawah
pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengalami kemajuan di berbagai
bidang.
Menurut
Kakawin Nagarakertagama puluh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit
meliputi Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan
Nusatenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagaian kepulauan
Pilipina. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Cempaka, Kamboja,
Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim
duta-dutanya ke Tiongkok.
Kerajaan Mataram Kuno
Pada pertengahan abad ke-8 di Jawa bagian tengah berdiri sebuah kerajaan
baru. Kerajaan itu kita kenal dengan nama Kerajaan Mataram Kuno.
Mengenai letak dan pusat Kerajaan Mataram Kuno tepatnya belum dapat
dipastikan. Ada yang menyebutkan pusat kerajaan di Medang dan terletak
di Poh Pitu. Sementara itu letak Poh Pitu sampai sekarang belum jelas.
Keberadaan lokasi kerajaan itu dapat diterangkan berada di sekeliling
pegunungan, dan sungai-sungai. Di sebelah utara terdapat Gunung Merapi,
Merbabu, Sumbing, dan Sindoro; di sebelah barat terdapat Pegunungan
Serayu; di sebelah timur terdapat Gunung Lawu, serta di sebelah selatan
berdekatan dengan Laut Selatan dan Pegunungan Seribu. Sungai-sungai yang
ada. misalnya sungai Bogowonto, Elo, Progo, Opak, dan bengawan Solo.
Letak Poh Pitu mungkin di antara Kedu sampai sekitar Prambanan.
Untuk mengetahui perkembangan Kerajaan Mataram Kuno dapat digunakan
sumber yang berupa Prasasti. Ada beberapa prasasti yang berkaitan dengan
Kerajaan Mataram Kuno di antaranya Prasasti Canggal, Prasasti Kalasan,
Prasasti Klura, Prasasti Kedu atau Prasasti balitung. Di samping
beberapa pprasasti tersebut, sember sejarah untuk Kerajaan Mataram Kuno
juga berasal dari berita Cina.
Perkembangan Pemerintahan
Sebelum Sanjaya berkuasa di Mataram Kuno, di jawa sudah berkuasa
seorang raja bernama Sanna. Menurut prasasti Canggal yang berangka tahun
732 M, diterangkan bahwa Raja Sanna telah digantikan oleh Sanjaya. Raja
Sanjaya adalah putra Sanaha, saudara perempuan dari Sanna.
Dalam prasasti Sojometro yang ditemukan di Desa Sojometro, Kabupaten
Batang, disebut nama Dapunta Syailendra yang beragama Syiwa (Hindu).
Diperkirakan Dapunta Syailendra berasal dari Sriwijaya dan menurunkan
Dinasti Syailendra yang berkuasa di Jawa bagian tengah. Dalam hal ini
Dapunta Sailendra diperkirakan yang menurunkan Sanna, sebagai raja di
Jawa.
Sanjaya tampil memerintah Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 717-780 M. Ia
melanjutkan kekuasaan Sanna. Sanjaya kemudian melakukan penaklukan
terhadap raja-raja kecil bekas bawahan Sanna yang melepaskan diri.
Setelah itu, pada tahun 732 M Raja Sanjaya mendirikan bangunan suci
sebagai tempat pemujaan. Bangunan ini berupa lingga dan berada di atas
gunung Wukir (Bukit Stirangga). Bangunan suci itu merupakan lambang
keberhasilan Sanjaya dalam menaklukknan raja-raja lain.
Raja Sanjaya bersikap Arif, adil dalam memerintah, dan memiliki
pengetahuan luas. Para pujangga dan rakyat hormat kepada rajanya. Oleh
karna itu, di bawah pemerintahan Raja Sanjaya, kerajaan menjadi aman dan
tentram. Rakyat hidup makmur. Mata pencaharian penting adalah pertanian
dengan hasil utama padi. Sanjaya juga dikenal sebagai raja yang paham
akan isi kitab-kitab suci. Bangunan suci dibangun oleh Sanjaya untuk
memajukan lingga di atas Gunung Wukir, sebagai lambang telah
ditaklukkannya raja-raja kecil disekitarannya yang dulu mengakui
kemaharajaan Sanna.
Setelah Raja Sanjaya wafat, ia digantikan oleh putranya bernama Rakai
Panangkaran. Panangkaran mendukung adanya perkembangan agama Buddha.
Dalam Prasasti Kalasan yang berrangka tahun 778, Raja Panangkaran telah
memberikan hadiah tanah dan memerintahkan membangun sebuah candi untuk
Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta agama Buddha. Tanah dan
bangunan tersebut terletak di Kalasan. Prasasti Kalasan juga menerangkan
bahwa Raja Panangkaran disebut dengan nama Syailendra Sri Maharaja Dyah
Pancapana Rakai Panangkaran. Raja Panangkaran kemudian memindahkan
pusat pemerintahannya ke arah timur.
Raja Panangkaran dikenal sebagai penakluk yang gagah berani bagi
musuh-musuh kerajaan. Daerahnya bertambah luas. ia juga disebut sebagai
permata dari Dinasti Sailendra.
Agama Buddha Mahayana itu berkembang pesat. Ia juga memerintahkan
didirikannya bangunan-bangunan suci. Misalnya, Candi Kalasan dan arca
Manjusri.
Setelah kkekuasaan Penangkaran berakhir, timbul persoalan dalam keluarga
Syailendra, karna adanya perpecahan antara anggota keluarga yang sudah
memeluk agama Hindu (Syiwa). Hal ini menimbulkan perpecahan di dalam
pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno. Satu pemerintahan dipimpin oleh
tokoh-tokoh kerabat istana yang menganut agama Hindu berkuasa di daerah
Jawa di bagiian utara. Kemudian keluarga yang terdiri atas tokoh-tokoh
yang beragama Buddha berkuasa di daerah Jawa bagian selatan.
Keluarga Syailendra yang beragama Hindu meninggalkan bangunan-bangunan candi di Jawa bagian utara. Misalnya, candi-candi Kompleks Pegunungan Dieng (Candi Dieng) dan Kompleks Candi Gedongsongo. Kompleks Candi Dieng memakai nama-nama tokoh wayang seperti Candi Bima, Puntadewa, Arjuna, dan Semar.
Keluarga Syailendra yang beragama Hindu meninggalkan bangunan-bangunan candi di Jawa bagian utara. Misalnya, candi-candi Kompleks Pegunungan Dieng (Candi Dieng) dan Kompleks Candi Gedongsongo. Kompleks Candi Dieng memakai nama-nama tokoh wayang seperti Candi Bima, Puntadewa, Arjuna, dan Semar.
Sementara yang beragama Buddha meninggalkan candi-candi seperti Candi Ngawen, Mendut, Pawon dan Borobudur. Candi Borobudur diperkirakan
mulai di bangun oleh Samaratungga pada tahun 824 M. Pembangunan
kemudian dilanjutkan pada zaman Pramudawardani dan Pikatan.
Perpecahan di dalam keluarga Syailendra tidak berlangsung lama. Keluarga
itu akhirnya bersatu kembali. Hal ini ditandai dengan perkawinan Rakai
Pikatan dan keluarga yang beragama Hindu dengan Pramudawardani, putri
dari Samaratungga. Perkawinan itu terjadi pada tahun 832 M. Setelah itu,
Dinasti Syailendra bersatu kembali di bawah pemerintahan Raja Pikatan.
Sejarah Kerajaan Kutai
Bicara tentang perkembangan Kerajaan Kutai, tidak akan lepas dari sosok
Raja Mulawarman, Anda perlu memahami keberadaan kerjaan Kutai, karna
Kerajaan Kutai ini dipandang sebagai kerajaan Hindhu-Budha yang petama
di Indonesia. Kerajaan Kutai diperkirakan terletak di daerah Muarakaman
di tepi SungaiMahakam, Kalimantan Timur.
Sungai Mahakam merupakan sungai yang cukup besar dan memiliki beberapa
anak sungai, Daerah di sekitar tempat pertemuan antara Sungai Mahakam
dengan anak sungainya diperkirakan merupakan letak Muarakaman dahulu.
Sungai Mahakam dapat dilayari dari pantai sampai masuk ke Muarakaman,
sehingga baik untk perdagangan. Inilah posisi yang sangat menguntungkan
untuk meningkatkan perekonmian masyarkat. Sungguh Tuhan Yang Maha Esa
menciptakan alam semesta dan tanah air Indonesia itu begitu kaya dan
strategis. Hal ini perlu kita syukuri.
untuk memahami perkembangan Kerajaan Kutai itu, tentu memerlukan sumber
sejarah yang dapat menjelaskannya. Sumbe sejarah Kutai yang utama adalah
prasasti yang disebut yupa, yaitu berupa batu bertulis. Yupa juga
sebagai tugu peringatan dari upacara kurban. Yupa ini dikeluarkan pada
masa pemerintahan Raja MUlawarman. Prasasti yupa ditulis dengan huruf
pallawa dan bahasa sanskerta. Dengan melihat bentuk hurufnya, para ahli
berpendapat bahwa yupa dibuat sekitar abad ke-5 M.
Hal menarik dalam prasasti itu adalah disebutkannya nama kakek
Mulawarman yang bernama Kudungga. Kudungga berarti penguasa lokal yang
setelah terkena pengaruh Hindu-Buddha daerahnya berubah menjadi
kerajaan. Walaupun sudah mendapat pengaruh Hindu-Budha namanya tetap
Kudungga berada dengan putranya yang bernama Aswawarman. Oleh karna itu
yang terkenal sebagai wamsakarta adalah Aswawarman. Coba pelajaran apa
yang dapat kita peroleh dari persoalan nama di dalam datu keluarga
Kudungga itu?
Satu di antara yupa itu memberi informasi penting tentang silsilah Raja
Wulawarman. Diterangkan bahwa Kudungga mempunyai putra bernama
Aswawarman. Raja Aswawarman dikatakan seperti Dewa Ansuman (Dewa
Matahari). Aswawarman mempunyai tiga anak, tetapi yang terkenal adalah
Mulawarman. Raja Wulawarman dikatakan sebagai raja yang terbesar di
Kutai. Dia pemeluk agama Hindu siswa yang setia. Tempat sucinya
dinamakan Waprakeswara. Ia juga dikenal sebagai raja yang sangat dekat
dengan kaum brahmana dan rakyat. Raja Wulawarman sangat dermawan. Ia
mengadakan kurban emas dan 20.000 ekor lembu untuk para brahmana. Oleh
karna itu, sebagai rasa terimakasih dan peringatan mengenai ucapan
kurban, para brahmana mendirikan sebuah yupa.
Zaman Keemasan Pemeritahan Mulawarman
Pada masa pemerintahan Mulawarman, Kutai mengalami zaman keemasan.
Kehidupan ekonomi pun mengalami perkembangan. Kutai terletak di tepi
sungai, sehingga masyarakatnya melakukan pertanian. Selai itu, mereka
banyak melakukan perdagangan. Bahkan diperkirakan sudah terjadi hubungan
dagang dengan luar. Jalur perdagangan Internasional dari India melewati
selat Makassar, lalu ke Filipina dan sampai di Cina. Dalam pelayaran di
mungkinkan para pedagang itu singgah terlebih dahulu di Kutai. Dengan
demikian, Kutai semakin ramai dan rakyat hidup makmur.
satu dari antara yupa di Kerajaan Kutai berisi keterangan yang artinya
"Sang Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka, telah memberi sedekah
20.000 ekor sapi kepada para brahmana yang seperti api, (bertempat) di
dalam tanah yang sangat suci (bernama) Waprakeswara".
Kerajaan Tulang Bawang
Dari sumber-sumber kerajaan Cina, kerajaan awal yang terletak di derah
lampung adalah kerajaan yang disebut Bawang atau Tulang Bawang. berita
Cina tertua yang berkenaan dengan derah Lampung berasal dari abad ke-5,
yaitu dari kitab Liu-sung-Shu, sebuah kitab sejarah dari masa
pemerintahan Kaisar Liu Sung (420-479). Kitab ini diantaranya
mengemukakan bahwa pada tahun499 M sebuah kerajaan yang terletak di
wilayah Nusantara bagian barat bernama P'u-huang atau P'o-huang
mengirimkan utusan dan barang-barang upeti ke negri Cina.
Lebih lanjut kitab Liu-sung-Shu mengemukakan bahwa Kerajaan P'o-huang
menghasilkan lebih dari 41 jenis barang yang diperdagangkan ke Cina.
Hubungan diplomatik dan pedagang antara P;o-huang dan Cina berlangsung
terus sejak pertengahan abad ke-5 sampai abad ke-6, seperti halnya dua
kerajaan lain di Nusantara yaitu Kerajaan Ho-lo-tan dan Kan-t'o-li.
T'o-lang-p'p-huang
Dalam sumber sejarah Cina yang lain, yaitu kitab T'ai-p'ing-huang-yu-chi
yang ditulis pada tahun 976-983 M, disebutkan sebuah kerajaan bernama
T'o-lang-p'p-huang yang oleh G.Ferrand disarankan untuk didefintikasikan
dengan Tulang Bawang yang terletak di daerah pantai tenggara Pulau
Sumatera, diselatan sungai Palembang (Sungai Musi).
L.C. Damais menambahkan bahwa lokasi T'o-lang P'o-huang tersebut
terletak di tepi pantai seperti dikemukakan didalam Wu-pei-chih,
"petunjuk pelayaran". Namun, disamping itu Damais kemudian memebrikan
pula kemungkinan lain mengenai lokasi dan identifikasi P'o-huang atau
"Bawang" itu dengan sebuah nama tempat bernama Bawang (Umbul Bawang)
yang sekarang terletak didaerah Lampung Barat, yaitu di daerah Kecamatan
Balik Bukit di sebelah utara Liwah. Tidak Jauh dari desa Bawang ini,
yaitu di desa Hanakau, sejak tahun 1912 telah ditemukan sebuah inskripsi
yang di pahatka pada sebuah batu tegak, dan tidak jauh dari tempat
tersebut dalam waktu beberapa tahun terakhir ini masih ditemukan pula
tiga bauh inskripsi batu yang lainnya.
Kerajaan Singhasari
Raja-Raja yang Memerintah Singhasari
Ken Arok (1222 - 1227 M)
Setelah berakhirnya Kerajaan Kediri,
kemudian berkembang Kerajaan Singhasari. Pusat Kerajaan Singhasari
kira-kira terletak di dekat kota malang, Jawa Timur, Kerajaan ini
didirikan oleh Ken Arok. Ken Arok berhasil tampil sebagai raja, walaupun
ia berasal dari kalangan rakyat biasa. Menutur kitab Pararaton, Ken
Arok adalah anak seorang petani dari Desa Pangkur, di sebelah timur
Gunung Kawi, daerah Malang. Ibunya bernama Ken Endok.
Diceritakan, bahwa pada waktu masih bayi, Ken Arok diletakan oleh ibunya
di sebuah makam. Bayi ini kemudian ditemukan oleh seorang pencuri,
bernama Lembong. Akibat dari didikan dan lingkungan keluarga pencuri,
maka Ken Arok tumbuh menjadi seorang penjahat yang sering menjadi
buronan pemerintah Kerajaan Kediri. Suatu ketika Ken Arok mengatakan
ingin menjadi orang baik-baik. kemudian dengan perantaraan Lohgawe, Ken
Arok diabdikan kepada seorang Akuwu (bupati) Tumapel, bernama Tunggul
Ametung.
Setelah beberapa lama mengabdi di Tumapel, Ken Arok mempunyai keinginan
untuk memperistri Ken Dedes, yang sudah menjadi istri Tunggul Ametung.
Kemudian timbul niat buruk dari Ken Arok untuk membunuh tunggul Ametung
agar Ken Dedes dapat diperistri olehnya. Ternyata benar, tunggul Ametung
dapat dibunuh oleh Ken Arok dengan keris Empu Gandring. Setelah tunggul
Ametung terbunuh, Ken Arok menggantikan sebagai penguasa di Tumapel dan
memperistri Ken Dedes. Pada waktu diperistri Ken Arok, Ken Dedes Sudah
mengandung tiga bulan, hasil perkawinan dengan tunggul Ametung.
Pada waktu itu Tumapel hanyalah daerah bawahan Raja Kertajaya dari
Kediri, Ken Arok ingin menjadi raja, maka ia merencanakan menyerang
kediri. Pada tahun 1222 M Ken Arokn atas dukungan para pendeta melakukan
serangan ke kediri. Raja Kertajaya dapat ditaklukkan oleh Ken Arok
dalam pertempurannya di Ganter, dekat Pujon, Malang. Setelah Kediri
berhasil ditaklukkan, maka sekuruh wilayah Kediri dipersatukan dengan
tumapel dan lahirlah Kerajaan Singasari.
Setelah berdiri Kerajaan Singhasari, Ken Arok tampil sebagai raja
pertama. Ken Arok sebagai raja bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang
Amurwabumi. ken Arok memerintah selam lima tahun. Pada tahun 1227 M Ken
Arok dibunuh oleh seorang pengalasan atau pesuruh dan Batil, atas
perintah Anusapati. Anusapati adalah putra Ken Dedes dengan Tunggul
Ametung. Jenazah Ken Arok dicandikan di Kangenengan dalam bangunan
perpaduan Syiwa-Buddha. Ken Arok meninggalkan beberapa putra. Bersama
ken Umang. Ken Arok memiliki empat putra, yaitu Panji Tohjoyo, Panji
Sudatu, Panji Wregola, dan Dewi Rambi. Bersama Ken Dedes, Ken Arok
mempunyai putra bernama Mahesa Wongateleng.
Anusapati
Tahun 1227 M Anusapati naik takhta Kerajaan Singhasari. Ia memerinyah
selama 21 tahun. Akan tetapi, ia belum banyak berbuat untuk pembangunan
kerajaan.
Lambat laut berita tentang pembunuhan Ken Arok sampai pula kepada
Tohjoyo (putra Ken Arok). Oleh karena ia mengetahui pembunuh ayahnya
adalah Anusapati, maka Tohjoyo ingin membalas dendam, yaitu membunuh
Anusapati. Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati memiliki kesukaan
menyambung ayam maka ia mengajak Anusapati untuk meyambung ayam. Pada
saat menyambung ayam, Tohjoyo berhasil membunuh Anusapati. Anusapati
dicandikan di Candi Kidal dekat Kota Malang sekarang. Anusapati
meninggalkan seorang putra bernama Ronggowuni.
Tohjoyo (1248 M)
Setelah berhasil membunuh Anusapati, Tohjoyo naik Takhta. Masa
pemerintahannya sangat singkat, Ranggowuni ynag merasa berhak atas
takhta kerajaan, menuntut takhta kepada Tohjoyo. Ranggowuni dalam hal
ini dibantu oleh Mahesa Cempaka, putra dari mahesa Wongateleng.
Menghadapai tuntutan ini, maka Tohjoyo mnegirim pasukannya ke bawah
Lembu Ampal untk melawan Ronggowuni. Kemudian terjadi pertempuran antara
pasukan Tohjoyo dengan pengikut Ronggowuni. Dalam pertempuran tersebut
Lembu Ampal berbalik memihak Ronggowuni. Serangan pengikut Ronggowuni
semakin kuat dan berhasil menduduki istana Singhasari. Tohjoyo berhasil
meloloskan diri dan akhirnya meninggal di daerah katang Lumbang akibat
luka-luka yang dideritanya.
Ronggowuni (1248 - 1268 M)
Ronggowuni naik takhta Kerajaan Singhasari tahun 1248 M. Ronggowuni
bergelar Sri Jaya Wisnuwardana. Dalam memerintah ia didampingi oleh
Mahesa Cempaka yang berkedudukan sebagai Ratu Anggabaya. Mahesa Cempaka
bergelar Narasimhamurti. Di samping itu, pada tahun 1254 M Wisnuwardana
juga mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai raja muda atau
Tuwaraja. Pada saat itu Kertanegara masih sangat muda.
Singhasari dibawah pemerintahan Ronggowuni dan Mahesa Cempaka hidup
dalam keadaan aman dan tenteram. Rakyat hidup dengan bertani dan
berdagang. Kehidupan rakyat juga mulai terjamin. Raja memerintahkan
untuk membangun benteng pertahanan di Canggu Lor.
Tahun 1268 M, Ronggowuni meninggal dunia dan dicandikan di dua tempat,
yaitu sebagai Syiwa di Waleri dan sebagai Buddha Amogapasa di Jajagu.
Jajagu kemudian dikenal dengan Candi Jago. Bentuk Candi Jago sangat
menarik, yaitu kaki candi bertingkat tiga dan tersusun berundak-undak.
reliefnya datar dan gambar orangnya menyerupai wayang kulit di Bali.
Tokoh satria selalu diikuti dengan punakawan. Tidak lama kemudian Mahesa
Cempaka pun meninggal dunia. Ia dicandikan di Kumeper dan Candi Kucir.
Kertanegara (1268 - 1292 M)
Tahun 1268 M Kertanegara naik takhta menggantikan Ronggowuni. Ia
bergelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Kertanegara merupakan raja
yang paling terkenal di Singhasari. Ia bercita-cita, Singhasari menjadi
kerajaan besar. Untuk mewujudkan cita-citanya, maka Kertanegara
melakukan bernagai usaha.
Perluasan Daerah Singhasari
Keertanegara meninggalkan wilayah Singhasari hingga meliputi seluruh
Nusantara. Beberapa daerah berhasil dilakukan, misalnya Bali, Kalimantan
Barat Daya, Maluku, Sunda, Dan Pahang. Penguasa daerah-daerah di luar
Jawa yang merupakan pelaksanaan politik luar negri bertujuan untuk
mengimbangi pengaruh Kubilai dari Cina. Pada tahun 1275 M Raja
Kertanegara mengirimkan Ekspedisi Pamalayu di bawah pimpinan Mahesa
Anabrang (Kebo Anabrang).
Sasaran dari Ekspedisi ini untuk menguasai Sriwijaya. Akan tetapi, untuk menguasainya harus melalui daerah sekitarnya termasuk bersahabat dan menanamkan pengaruh Singhasari di Melayu. Sebagai tanda persahabatan, Kertanegara menghadiahkan patung Amogapasa kepada penguasa Melayu. Ekspedisi Pamalayu diharapkan akan menggoyahkan Sriwijaya.
Sasaran dari Ekspedisi ini untuk menguasai Sriwijaya. Akan tetapi, untuk menguasainya harus melalui daerah sekitarnya termasuk bersahabat dan menanamkan pengaruh Singhasari di Melayu. Sebagai tanda persahabatan, Kertanegara menghadiahkan patung Amogapasa kepada penguasa Melayu. Ekspedisi Pamalayu diharapkan akan menggoyahkan Sriwijaya.
Dalam rangka memperkuat politik luar negaranya, Kertanegara menjalin
hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain di luat kepulauan Indonesia.
Misalnya dengan Raja Jayasingawarman III dan Kerajaan Cempaka. Bahkan
Raja Jayasingawarman III memperistri salah seorang saudara perempuan
dari Kertanegara.
Kertanegara memandang Cina sebagai Saingan. Berkali-kali utusan Kaisar
Cina memaksa Kertanegara agar mengakui kekuasaan Cina, tetapi ditolak
oleh Kertanegara. Terakhir pada tahun 1289 M datang utusan Cina yang di
pimpin oleh Mengki. Kertanegara marah, Mengki disakiti dan disuruh
kembali ke Cina. Hal inilah yang membuat marah Kaisar Cina yang bernama
Kubilai Khan. Ia merencanakan membalas tindakan Kertanegara.
Perkembangan Politik dan Pemerintahan
Untuk menciptakan pemerintahan yang kuat dan teratur, Kertanegara telah
membentuk badan-bandan pelaksana. Raja sebagai penguasa tertinggi.
Kemudian raja mengangkat tim penasihat yang terdiri atas Rakryan i Hino,
Rakryan i Sirikan, dan rakryan i Halu. Untuk membantu raja dalam
pelaksanaan pemerintahan, diangkat beberapa pejabat tinggi kerajaan yang
terdiri atas Rakryan Mapatih, Rakryan Demung dan Rakryan Kanuruhan.
Selain itu, ada pegawai-pegawai rendahan.
Untuk menciptaka stabilitas politik dalam negri, Kertanegara melakukan
penataan di lingkungan para pejabat. Orang-orang yang tidak setuju
dengan cita-cita Kertanegara diganti. Sebagai contoh, Patih Raganata
(Kebo Arema) diganti oleh Aragani dan Banyak Wide dipindahkan ke Madura,
menjadi Bupati Sumenep dengan nama Arya Wiraraja.
Kehidupan Agama
Pada masa pemerintahan Kertanegara, agama Hindu maupun Buddha berkembang
dengan baik. Bahkan terjadi Sinkretisme antara agam Hindu dan Buddha,
mejadi bentuk Syiwa-Buddha. Sebagai contoh, berkembangnya aliran
Tantrayana. Kertanegara sendiri menganut aliran tantrayana.
Usaha untuk memperluas wilayah dan mencari dukungan dari berbagai daerah
terus dilaukukan oleh Kertanegara. Banyak pasukan Singhasari yang
dikirim ke berbagai daerah. Antara lain pasukan yang dikirm ke tanah
Melayu. Oleh karna itu, kekuatan ibu kota kerajaan berkurang. keadaan
ini diketahui oleh pihak-pihak yang tidak senang terhadap kekuasan
Kertanegara. Pihak yang tidak senang itu antara lain Jayakatwang,
penguasa Kediri. Ia berusaha menjatuhkan kekuasaan Kertanegara.
Saat yang dinantikan oleh Jayakatwang ternyat telah tiba. Istana
Kerajaan Singhasari dalam keadaan lemah. Pasukan kerajaan hanya tersisa
sebagian kecil. Pada saat itu, Kertanegara sedang melakukan upacara
keagamaan dengan pesta pora, sehingga Kertanegara benar-benar lengah.
Tiba-tiba, Jayakatwang menyerbu istana Kertanegara. Serangan Jayakatwang
dibagi menjadi dua arah. Sebagian kecil pasukan Kediri menyerang dari
arah utara untuk memancing pasukan Singhasari keluar dari pusat
kerajaan. Sementara itu induk pasukan kediri bergerak dan menyerang dari
arah selatan. Untuk menghadapi serangan Jayaketwang,
Kertanegara mengirim pasukan yang ada di bawah pim[inan Raden Wijaya dan
Pangeran Ardaraja. Ardaraja adalah anak Jayakatwang dan menantu dari
Kertanegara. Pasukan Kediri yang datang dari arah utara dapat dikalahkan
oleh pasukan Raden Wijaya akan tetapi, pasukan inti dengan leluasa
mesuk dan menyerang istana, sehingga berhasil menewaskan Kertanegara.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1292 M.raden Wijaya dan pengikutnya
kemudian meloloskan diri setelah mengetahui istana kerajaan duhancurkan
oleh pasukan Kediri. Sedangkan Ardaraja membalik dan bergabung dengan
pasukan Kediri.
jenazah Kertanegara kemudian dicandikan di dua tempat, yaitu di Candi
Jawi di Pandaan dan di Candi Singosari, di daerah Singosari, Malang.
Sebagai raja yang besar, nama Kertanegara diabadikan di berbagai tempat.
Bahkan di Surabaya ada sebuah arca Kertanegara yang menyerupai bentuk
arca Buuddha. Arca Kertanegara itu dinamakan arca Joko Dolok. Dengan
terbunuhnya Kertanegara maka berakhirlah Kerajaan Singhasari.
Sejarah Kerajaan Buleleng
Menurut berita Cina di sebelah timur Kerajaan Kalingga ada daerah Po-li atau Dwa-pa-tan yang dapat disamakan dengan Bali. Adat istiadat di Dwa-pa-tan sama dengan kebiasaan orang-orang Kalingga. Misalnya, penduduk biasa menulisi daun lontar. Bila
ada orang meninggal, mayatnya dihiasi daun emas dan ke dalam mulutnya
dimasukkan sepotong emas, serta diberi bau-bauan harum. Kemudian mayat
itu dibakar. Hal itu menandakan Bali telah berkembang.
Buleleng
Dalam sejarah Bali, nama Buleleng mulai terkenal setelah periode Kerajaan Majapahit.
Pada waktu di jawa berkembang kerajaan-kerajaan Islam, di Bali juga
berkembang sejumlah kerajaan. Misalnya Gelgel, Klungkung, dan Buleleng
semakin terkenal, terutama setelah zaman penjajahan Belanda di Bali.
Pada waktu itu pernah terjadi perang rakyat Buleleng melawan Belanda.
Pada zaman kuno, sebenarnya Buleleng sudah berkembang. Pada masa
perkembangan kerajaan Dinasti Warmadewa, Buleleng diperkirankan menjadi
salah satu daerah kekuasaan Dinasti Warmadewa. Sesuai dengan letaknya
yanga ada di tepi pantai, Buleleng berkembang menjadi pusat perdagangan
laut. Hasil dari pertanian dari pedalaman diangkut lewat darat menuju
Buleleng.
Dari Buleleng barang dagangan yang berupa hasil pertanian seperti kapas,
beras, asam, kemiri, dan bawang diangkut atau diperdagangkan ke pulau
lain (daerah sebrang). Perdagangan dengan daerah seberang mengalami
perkembangan pesat pada masa Dinasti Warmadewa yang diperintah oleh Anak
Wungsu. Hal ini dapat dibbuktikan dengan adanya kata-kata pada prasasti
yang disimpan di Desa Sembiran yang berangka tahun 1065 M.
Kata-kata yang dimaksud berbunyi, "mengkana ya hana banyaaga sakeng sabrangjong bahitra, rumunduk i manasa..."
Artinya, andai kata ada saudagar dari seberang yang datang dengan jukung bahitra berlabuh di manasa..."
Untuk memahami lebih lanjut kamu padat membaca buku Marwati Djoened Poesponoro. Sejarah Nasional Indonesia jilid II; dan proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan, Indoensia Sejarah Daerah bali.
Sistem Perdagangan ada yang menggunakan sistem barter, ada yang sudah
dengan alat tukar (uang). Pada waktu itu sudah dikenal beberapa jenis
alat tukar (uang). misalnya ma, su dan piling.
Dengan perkembangan perdagangan laut antar pulau di zaman kuno
secara ekonomis Buleleng memiliki peranan yang penting bagi pekembangan
kerajaan-kerajaan di Bali misalnya pada masa Kerajaan Dinasti Warmadewa.
Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Sejak permulaan tarikh Masehi, hubungan dengan dagang antara, India
dengan Kepulauan Indonnesia sudah ramai. Daerah pantai timur Sumatra
menjadi jalur perdagangan yang ramai di kunjungi para pedagang.
Kemudian, muncul pusat-pusat perdagangan yang berkembnag menjadi pusat
kerajaan. Kerajaan-kerajaan kecil di pantai Sumatra bagian timur sekitar
abad ke-7, antara lain Tulangbawang, Melayu, dan Sriwijaya. Dari ketiga
kerajaan itu , yang kemudian berhasil berkembang dan mencapai
kejayaannya adalah Sriwijaya. Kerajaan Melayu juga sempat berkembang,
dengan pusatnya di Jambi.
Pada tahun 692 M, Sriwijaya mengadakan ekspansi ke daerah sekitar
Melayu. Melayu dapat ditaklukkan dan berada dibawah kekuasaan Sriwijaya.
Letak pusat Kerajaan Sriwijaya ada berbagai pendapat. Ada yang
berpendapat bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya ada di Palembang, ada yang
berpendapat di jambi, bahkan ada yang berpendapat di luar Indonesia.
Akan tetapi, pendapat yang banyak didukung oleh para ahli, pusat
Kerajaan Sriwijaya berlokasi di Palembang, di dekat pantai dann di tepi
Sungai Musi. Ketika pusat Kerajaan Sriwijaya di Palembang mulai
menunjukan kemunduran, Sriwijaya berpindah ke Jambi.
Sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya yang penting adalah prasasti.
Prasasti-prasasti itu di tulis dengan huruf pallawa. Bahasa yang dipakai
Melayu Kuno. Beberapa prasasti itu antara lain sebagai berikut.
Prasasti Kedudukan Bukit
Prasasti Kedudukan Bukit ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat
Palembang. Prasasti ini berangka tahun 605 Saka (683 M). Isinya antara
lain menerangkan bahwa seorang bernama Dapunta Hyang mengadakan
perjalanan suci (siddhayatra) dengan menggunakan perahu. Ia berangkat
dari Minangatamwan dengan membawa tentara 20.000 personel.
Prasasti Talang Tuo
Prasasti Talang Tuo ditemukan disebelah barat Kota Palembang di daerah
Talang Tuo. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (684 M). Isinya
menyebutkan tentang pembangunan sebuah taman yang disebut Sriksetra.
Taman ini dibuat oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga.
Prasasti Telaga Batu
Prasasti telaga Batu ditemukan di Palembang. Prasasti ini tidak berangka
tahun. Isinya terutama tentang kutukan-kutukan yang menakutkan bagi
mereka yang berbuat kejahatan.
Prasasti Kota Kapur
Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka, berangka tahun 608 Saka
(656 M). Isinya terutama permintaan kepada para dewa untuk menjaga
kedatuan Sriwijaya, dan menghukum setiap orang yang bermaksud jahat.
Prasasti Karang Berahi
Prasasti Karang Berahi ditemukan di Jambi, berangka tahun 608 Saka (686
M). Isinya sama dengan isi Prasasti Kota Kapur. Beberapa prasasti yang
lain, yakni Prasasti Ligor berangka tahun 775 M ditemukan di Ligor,
Semenanjung Melayu, dan Prasasti Nalanda di India Timur. Di samping
prasasti-prasasti tersebut, berita Cina juga merupakan sumber sejarah
Sriwijaya yang penting. Misalnya berita dari I-tsing, yang pernah
tinggal di Sriwijaya.
Perkembangan Kerajaan Sriwijaya
Ada beberapa faktor yang mendorong perkembangan Sriwijaya antara lain:
a. Letak geografis dari Kota Palembang. Palembang sebagai pusat
pemerintahan terletak di tepi Sungai Musi. Di depan muara Sungai Musi
terdapat pulau-pulau yang berfungsi sebagai pelindung pelabuhan di Muara
Sungai Musi. Keadaan seperti ini sangat tepat untuk kegiatan
pemerintahan dan pertahanan. Kondisi itu pula menjadikan Sriwijaya
sebagai jalur perdagangan internasional dari India ke Cina, atau
sebalikya. Juga kondisi sungai-sungai yang besar, perairan laut yang
cukup tenang, serta penduduknya yang berbakat sebagai pelaut ulung.
b. Runtuhnya Kerajaan Funan di Vietnam akibat serangan Kamboja. Hal ini
telah memberi kesempatan Sriwijaya untuk cepat berkembang sebagai negara
maritim.
Perkembangan Politik dan Pemerintahan
Kerajaan Sriwijaya mulai berkembang pada abad ke-7. Pada awal
perkembangannya, raja disebut dengan Dapunta Hyang. Dalam Prasasti
Kedukan Bukit dan Talang Tuo telah ditulis sebutan Dapunta Hyang. Pada
abad ke-7, Dapunta Hyang banyak melakukan usaha peluasan daerah.
Daerah-daerah yang berhasil dikuasai antara lain sebagai berikut.
- Tulang-bawang yang terletak di daerah Lampung.
- Daerah Kedah yang terletak di pantai barat Semenanjung melayu. Daerah ini sangat penting artinya bagi usaha pengembangan perdagangan dengan India. Menurut I-tsing, penaklukan Sriwijaya atas Kedah berlangsung antara tahun 682-685 M.
- Pulau Bangka yang terletak dipertemuan jalan perdagangan internasional, merupakan daerah yang sangat penting. Daerah ini dapat dikuasai Sriwijaya pada tahun 686 M berdasarkan prasasti Kota Kapur. Sriwijaya juga diceritakan berusaha menaklukkan Bhumi Java yang dimaksud adalah Jawa, khususnya Jawa bagian barat.
- Daerah Jambi terletak di tepi Sungai batanghari. Daerah ini memiliki kedudukan yang penting, terutama untuk memperlancar perdagangan di pantai timur Sumatra. Penaklukan ini dilaksanakan kira-kira tahun 686 M (Prasasti Karang Berahi).
- Tanah Genting Kra merupakan tanah genting bagian utara Semenanjung Melayu. Kedudukan Tanah Genting Kra sangat penting. Jarak antara pantai barat dan pantai timur di tanah genting sangat dekat, sehingga para pedagang dari Cina berlabuh dahulu di pantai timur dan membongkar barang dagangannya untuk diangkut dengan pedati ke pantai barat. Kemudian mereka berlayar ke India. Penguasaan Sriwijaya atas Tanah Genting Kra dapat diketahui dari Prasasti Ligor yang berangka tahun 775 M.
- Kerajaan Kalingga dan Mataram Kuno. Menurut berita Cina, diterangkan adanya serangan dari barat, sehingga mendesak Kerajaan Kalingga pindah ke sebelah timur. Diduga yang melakukan serangan adalah Sriwijaya. Sriwijaya ingin menguasai Jawa bagian tengah karna pantai Utara Jawa bagian tengah juga merupakan jalur perdagangan yang penting.
Sriwijaya terus melakukan peluasan daerah, sehingga Sriwijaya menjadi
kerajaan yang bersar. Untuk lebih memperkuat pertahanannya, pada tahun
775 M dibangunlah sebuah pangkalan didaerah Ligor. Waktu itu yang
menjadi raja adalah Darmasetra.
Raja yang terkenal dari Kerajaan Sriwijaya adalah Balaputradewa. Ia
memerintah sekitar abad ke-9 M. Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya
berkembang pesat dan mencapai zaman keemasan. Balaputra dewa adalah
keturunan dari Dinasti Syailendra, yakni putra dari Raja Samaratungga
dengan Dewi Tara dari Sriwijaya. Hal tersebut diterangkan dalam Prasasti
Nalanda. Balaputradewa adalah seorang raja yang besar di Sriwijaya.
Raja Balaputradewa menjalani hubungan erat dengan Kerajaan Benggala yang
saat itu siperintah oleh Raja Dewapala Dewa.
Raja ini menghadiahkan sebidang tanah kepada Balaputradewa untuk
pendirian sebuah asrama bagi para pelajar dan siswa yang sedang belajar
di Nalanda, yang dibiayai oleh Balaputradewa, sebagai "dharma". Hal itu
tercatat dengan baik dalam prasasti Nalanda, yang saat ini berada di
Universitas Nawa Nalanda, India. Bahkan bentuk asrama itu mempunyai
kesamaan arsitektur dengan candi muara Jambi, yang berada di Provinsi
Jambi saat ini. Hal tersebut menendakan Sriwijaya memperhatikan ilmu
pengetahuan, terutama pengetahuan agama Buddha dan bahasa Sansekerta
bagi generasi mudanya.
Pada tahun 990 M yang menjadi Raja Sriwijaya adalah Sri
Sudamaniwarmadewa. Pada masa pemerintahan raja itu menjadi serangan Raja
Darmawangsa dari Jawa bagian Timur. Akan tetapi, serangan itu berhasil
digagalkan oleh tentara Sriwijaya. Sri Sudamaniwarmadewa kemudian
digantikan oleh putranya yang bernama Marawijayottunggawarman. Pada masa
pemerintahan Marawijayottunggawarman, Sriwijaya membina hubungan dengan
Raja Rajaraya I dari Colamandala. Pada masa itu, Sriwijaya terus
mempertahankan kebesarnya.
Sejarah Kerajaan Kediri
Kehidupan politik pada bagian awal di Kerajaan Kediri ditandai dengan
perang saudara antara Samarawijaya yang berkuasa di Panjuan dan Panji
Garasakan yang berkuasa di Jenggala. Mereka tidak dapat hidup
berdampingan. Pada tahun 1052 M terjadi peperangan perebutan kekuasaan
di antara kedua belah pihak. Pada tahap pertama Panji Garasakan dapat
mengalahkan Samarawijaya, sehinga Panji Garasakan berkuasa. Di Jenggala
kemudian berkuasa raja-raja pengganti Panji Garasakan. tahun 1059 M
yang memerintah adalah Samaortsaha. akan tetapi setelah itu tidak
terdengar berita mengenal Kerajaan Panjalu dan Jenggala. Baru pada tahun
1104 M tampil kerajaan Panjalu sebagai rajanya Jayawangsa. Kerajaan ini
lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri dengan ibu kotanya di Daha.
Tahun 1117 M Bameswara tampil sebagai Raja Kediri Prasasti yang
ditemukan, antara lain Prasasti penting, yakni Prasasti Hantang atau
Ngantang (1135M), Talan (1136 M) dan Prasasti Desa Jepun (1144 M),
Prasasti Hantang membuat tulisan panjalu jayati, artinya panjalu menang,
Hal itu untuk mengenang kemenangan Panjalu atas Janggala. Jayabaya
telah berhasil mengatasi berbagai kekacauan di kerajaan.
Di kalangan masyarakat Jawa, nama Jayabaya sangat dikenal karena adanya
Ramalan atau Jangka Jayabaya. Pada masa pemerintahan Jayabaya telah
digubah Kitab baratayuda oleh Empu Sedah dan kemudian dilanjutkan oleh
Empu Panuluh.
Perkambangan Politik, Sosial, dan Ekonomi
Sampai masa awal pemerintahan Jayabaya, kekacauan akibat pertentangan
dengan Janggala terus berlangsung. Baru pada tahun 1135 M Jayabaya
berhasil memadamkan kekacauan itu. Sebagai bukti, adanya kata-kata
Panjalu jayati pada prasasti hantang. Setelah kerajaan stabil, Jayabaya
menata dan mengembangkan kerajaannya.
Kehidupan kerajaan kediri menjadi teratur. Rakyat hidup makmur. Mata
pencaharian yang penting adalah pertanian dengan hasil umumnya padi.
Pelayaran dan perdagangan juga berkembang.
Hal ini ditopang oleh Angkatan Laut Kediri yang cukup tangguh. Armada
laut Kediri mampu menjamin keamanan perairan Nusantara. Di Kediri telah
ada Senopati Sarwajala (penglima angkatan laut). Bahkan Sriwijaya yang
pernah megakui kebesaran Kediri, yang telah mampu mengembangkan
pelayaran dan Perdagangan. Barang perdagangan di Kediri antara lain
emas, perak, gading, kayu, cendana, dan pinang. Kesadaran rakyat tentang
pajak sudah tinggi. Rakayat menyerahkan barang atau sebagaian hasil
buminya kepada pemerintah.
Menurut berita Cina, dan kitab Ling-wai-tai-ta diterangkan bahwa dalam
kehidupan sehari-hari orang-orang memakai kain sampai dibawah lutut.
Rambutnya diurai. Rumah-rumah mereka bersih dan teratur, lantainya ubin
yang berwarna kuning dan hijau. Dalam perkawinan, keluarga pengantin
wanita menerima mas kawin berupa emas. Rajanya bepakaian sutera, memakai
sepatu, dan perhiasan emas. rambutnya di sanggul ke atas. Kalau
berpergian, Raja naik gajah atau kereta yang dikelilingi oleh 500 sampai
700 prajurit.
Dibidang kebudayaan, yang menonjol adalah perkembangan seni sastra dan
pertunjukan wayang. Di Kediri dikenal adanya wayang panji.
Beberapa karya sastra yang terkenal, sebagai berikut.
Kitab Baratayuda
Kitab Baratayudha ditulis pada zaman Jayabaya, untuk memberikan gambaran
terjadinya perang saudara antara Panjalu melawan Janggala. Perang
saudara itu digambarkan dengan perang antara Kurawa dengan Pandawa yang
masing-masing merupakan keturunan Barata.
Kitab Kresnayana
Kitab Kresnayana ditulis oleh Empu Triguna pada zaman Raja Jayaswara. Isina mengenai perkawinan antara Kresna dan Dewi Rukmini.
Kitab Smaradahana
Kitab Smaradahana ditulis pada zaman Raja Kameswari oleh Empu Darmaja.
Isina menceritakan tentang sepasang suami istri Smara dan Rati yang
menggoda Dawa Dyiwa yang sedang bebrapa. Smara dan Rail kena kutuk dan
mati terbakar oleh api (dahana) karena kesaktian Dewa Syiwa. Akan
tetapi, kedua suami istri itu dihidupkan lagi dan menjelma sebagai
Kameswara dan Permaisurinya.
Kitab Lubdaka
Kitab Lubdaka ditulis oleh Empu Tanakung pada zaman Raja Kameswara.
Isinya tentang seorang pemburu bernama Lubdaka. Ia sudah banyak
membunuh. Pada suatu ketika ia mengadakan pemujaan yang istimewa
terhadap Syiwa, sehingga rohnya yang semestinya masuk neraka, menjadi
masuk surga.
Raja yang terkhir di Kerajaan Kediri adalah Kertajaya atau Dandang
Gendis. Pada masa pemerintahannya, terjadi pertentangan antara raja dan
para pendeta atau kaum brahmana, karena Kertajaya berlaku sombong dan
berani melanggar adat. Hal ini memperlemah pemerintahan di Kediri. Para
brahmana kemudian mencari perlindungan kepada Ken Arok yang merupakan
penguasa di Tumapel. Pda tahun 1222 M, Ken Arok dengan dukungan kaum
brahmana menyerang Kediri. Kediri dapat dikalahkan oleh Ken Arok.
Sejarah Kerajaan Kalingga
Ratu Sima adalah penguasa di kerajaan Kalingga. Ia digambarkan sebagai
seorang pemimpin wanita tegas dan taat terhadap peraturan itu. Kerajaan
Kalingga atau Holing, diperkirakan terletak di jawa bagian tengah. Nama
Kalingga berasal dari Kalinga, nama sebuah kerajaan di India Seletan.
Menerut berita Cina, di ssebelah timur Kalingga pada Po-li(Bali
sekarang), di sebelah barat Kalingga terdapat To-po-Teng (Sumatra).
Sementara di sebelah utara Kalingga terdapat Chen-la (Kamboja) dan
sebelah selatan perbatasan dengan samudra. Oleh karna itu, lokasi
Kerajaan Kalinnga diperkirakan terletak di Kecamatan Klaing, Jepara,
Jawa Tengah atau di sebelah utara Gunung Maria.
Sumber utama mengenai Kerajaan Kalingga adalah berita Cina, misalnya
cerita dari Dinasti T'ang. Sumber lain adalah Prasasti Tuk Mas di lereng
Gunung Merbabu. Melalui berita Cina, banyak hal yang kita ketahui
tentang perkembangan Kerajaan Kalingga dan kehidupaan masyarakatnya.
kerajaan Kalingga berkembang kira-kira abad ke-7 sampai ke-9 M.
Pemerintahan dan Kehidupan Masyrakat
Raja yang paling terkenal pada masa Kerajaan Kalingga adalah seorang
Raja wanita yang bernama Ratu Sima. IIa memerintah sekitar tahun 674 M.
Ia dikenal sebagai raja yang tegas, jujur, dan sangat bijaksana. Kukum
dilaksanakan dengan tegas dan seadil-adilnya. Rakyat patuh terhadap
semua peraturan yang berlaku. Untuk mencoba kejujuran rakyatnya, Ratu
Sima pernah mencobanya, dengan meletakan pudi-pundi ditengah jalan.
ternyata sampai waktu yang lama tidak ada yang mengusik pundi-pundi itu.
Akan tetapi, pada suatu hari ada anggota keluarga istana yang sedang
jalan-jalan, menyentuh kantong pundi-pundi dengan kakinya. Hal ini
diketahui Ratu Sima. Anggota keluarga istana itu dinilai salah dan harus
diberi hukuman mati. Akan tetapi atas usul persidangan para menteri,
hukuman itu diperingan dengan hukuman potong kaki. Kisah ini menunjukan,
begitu tegas dan adilnya ratu Sima. Ia tidak membedakan antara rakyat
dan anggota kerabatnya sendiri.
Baca juga >> Pengertian Molekul Dan Contohnya Dalam Biologi Lengkap
Agama
Agama utama yang dianut oleh penduduk Kalingga pada umumnya adalah
Buddha. Agama Buddha berkembang peasat. Bahkan pendeta Cina yang bernama
Hwi-ning datang di Kalingga dan tanggal selama tiga tahun. Selama di
Klaingga, menerjemhkan kitab suci Agama Buddha Hinayana ke dalam bahasa
Cina. Dalam usaha menerjemahkan kitab itu Hwi-ning dibantu oleh seorang
pendeta bernama janabadra.
Kepemimpinan raja yang adil, menjadikan rakyat hidup teratur, aman, dan
tentram. Mata pencarian penduduk pada umumnya adalah bertani, karna
wilayah Kalingga subur untuk pertanian. Dii samping itu, penduduk juga
melakukan perdagangan.
Kerajaan Kalingga mengalami kemunduran kemungkina akibat serangan
Sriwijaya yang mengguasai perdagangan. Serangan tersebut mengakibatkan
pemerintah Kijen menyingkir ke Jawa bagian Timur atau mudur ke pedalaman
Jawa bagian Tengah antara tahun 742-755 M.
Sejarah Kerajaan Kota Kapur
Dari hasil penelitian arkeologi yang dilakukan di Kota Kapur, Pulau
Bangka, pada tahun 1994, diperoleh satu petunjuk tentang kemungkinan
adanya sebuah pusat kekuasaan di daerah itu sejak masa sebelu munculnya
Kerajaan Sriwijaya. Pusat kekuasaan ini meninggalkan temuan-temuan
arkeologi berupa sisa-sisa sebuah bangunan Candi Hindu (waisnawa)
terbuat dari batu bersama dengan arca-arca batu, diantaranya dua buah
arca Wisnu dengan gaya seperti arca-arca Wisnu yang ditemukan du Lembah
Makhing, Semenanjung Malaka, dan Cibuaya, Jawa Barat, yang berasal dari
masa sekitar abad ke-5 dan ke-7 masehi.
Sebelumnya disitus Kota Kapur selain telah ditemukan sebauh inskripsi
batu dari Kerajaan Sriwijaya yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi),
telah ditemukan pula peninggalan-peninggalan yang lain diantaranya
sebuah arca Wisnu dan sebuah arca Durga Mahisasuramardhini. Dari
peninggalan-peninggalan arkiologi tersebut nampaknya kekuasaan di Pulau
Bangka pada waktu itu bercorak Hindu-Waisnawa, seperti halnya di
Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.
Benteng Pertahanan
Temuan lain yang penting dari situs Kota Kapur ini adalah meninggalkan
berupa benteng pertahanan yang kokoh berbentuk dua buah tanggul sejajar
terbuat dari tumbuhan tanah, masing-masing panjangnya sekitar 350 meter
dan 1200 meter dengan ketinggian sekitar 2-3 meter. peninggalan dari
tanggul benteng ini menunjukan masa antara tahun 530 M sampai 870 M.
Benteng pertahanan tersebut yang telah dibangun sekitar pertengahan abad
ke-6 tersebut agaknya telah berperan pula dalam menghadapi ekspedisi
Sriwijaya ke Pulau Bangka menjelang akhir abad ke-7. penguasa Pulau
Bangka oleh Sriwijaya ini ditandai dengan dipancangkannya inskripsi
Sriwijaya di Kota Kapur yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), yang
isinya mengidentifikasikan dikuasainya wilayah ini oleh Sriwijaya.
Penguasa Pulau Bangsa oleh Sriwijaya ini agaknya berkaitan dengan
peranan Selat Bangsa sebagai pintu gerbang selatan dari jalur pelayaran
niaga di Asia tenggara pada waktu itu. Sejak dikuasainya Pulau Bangka
oleh Sriwijaya pada tahun 686 maka berakhirlah kekuasaan awal yang ada
di Pulau Bangka.
Komentar
Posting Komentar