EKC Ngeblog week-7 "Sad Ending Story"
Sad ending bukanlah sesuatu yang langka di dalam sebuah
novel, bahkan banyak berbagai novel yang memiliki akhir tidak bahagia. Sad ending.
Atau pemeran utamanya ada yang meninggal. Dan kali ini, sad ending story adalah
tema ekc ngeblog minggu ini.
Bingung, jelas! Banyak banget novel sad ending yang gue
baca. Dan sukses bikin gue nangis gakira-kira, ajang tarik nafas sambil tarik
ingus pun terjadi. Dan kali ini, gue akan bahas novel dengan akhir yang sama
sekali gak bahagia, novel dari Ilana Tan. Penulis mega best seller. Yang sempat
menggegerkan dan menghebohkan EKC karena filmnya itu. Eh, tapi gue gamau bahas
novel itu kok. Ntar bikin emosi doing.
Yang gue bahas disini adalah Autumn In Paris. Kisah cewek
blasteran Indonesia-Perancis di musim gugur. Kisah yang sangat manis menurut
gue, cewek ceria yang selalu penasaran alias keponya gak kira-kira, dengan
cowok jepang yang lagi liburan ke Paris buat mencari seseorang.

Tara Dupont, penyiar radio yang sikapnya sangat ceria, bikin
gue suka sama karakter yang dibikin Ilana Tan ini, well, Ilana Tan sangat
jarang bikin karakter cewek ceria. Biasanya cewek dingin terus. Tapi sayangnya,
keceriaan Tara Dupont bener-bener harus kandas karena satu kejadian besar di
hidupnya.
Awalnya, Tara seneng banget bias kenal dan deket sama
Tatsuya, cowok jepang yang di kenalnya dari sahabatnya, Sebastien, yang
diam-diam Tara sukai. Tapi lambat laun, mereka sering bertemu secara kebetulan
dan menjadi dekat. Tatsuya minta di antar untuk keliling paris oleh Tara. Gue udah
bilang kan, kalo mereka ini sangat manis. Tara yang bawel dan ceria, bercerita
dan ngejelasin dengan riangnya. Tatsuya dengan senang hati menyimak. Simple,
but, so nice.
Keakraban mereka terus berlanjut, sampe akhirnya terungkap
satu fakta yang sangat menyakitkan. Sumpah sakit banget. Kenyataan yang bikin
mereka gak bias bersatu dengan cara apapun. Gak ada jalan keluar sama sekali,
kecuali bisa mengikhlaskan, melepaskan, merelakan. Kebahagiaan yang baru aja
mereka rasain bener-bener harus tertelan mentah-mentah tanpa bias mengharapkan
bahagia sampai akhir. Mereka kakak-adik. Sakit! Banget! Sejak bagian ini, gue
gak bias berhenti nangis, terlebih dengan pembawaan Ilana Tan yang narik banget
buat masuk ke dalam cerita.
Setiap di jelasin perasaan Tara ataupun Tatsuya, gue beneran
ikut ngerasain gimana sakitnya jadi mereka. Tara yang ceria bener-bener ilang. Tara
shock. Jelas. Untung aja gak bunuh diri. What it’s the ending? Belom. Ini belom
ending. Segini cerita udah sakit bangetpun, ternyata Ilana Tan masih kepengen
bikin sakit para pembacanya.
Gak ada akhir yang lebih buruk daripada si pemeran utama
meninggal. Well, Ilana Tan sama sekali gak ngjinin merek berdua bahagia,
seenggaknya, meski udah gak bersama, jangan dibikin mati juga kaliiii!! Belom kering
luka karena fakta menyakitkan itu, lagi-lagi Tara harus nerima kenyataan yang
sangat pahit dan kejam. KEJAM. SANGAT KEJAAMM!
Tapi hebatnya, Tara, dia bias kembali ceria. Karena permintaan
Tatsuya tentunya. Tapi tetep aja beda. Tara balik kayak dulu, tapi tetep aja,
keliatannya doing bahagia. Well, orang bego mana yang masih bias bahagia
setelah kejadian pahit yang nimpa dia.
Oke, gue rasa cukup untuk EKC ngeblog minggu ini. Kayaknya kepanjangan
deh, antara curhat atau bikin cerpen inimah.
Berikut quotes yang ada di novel Autumn In Paris:
-Hidup ini sungguh aneh, juga tidak adil.
Suatu kali hidup melambungkanmu setinggi langit, kali lainnya hidup
mengempaskanmu begitu keras ke bumi. Ketika
aku menyadari dialah satu-satunya yang paling
kubutuhkan dalam hidup ini, kenyataan berteriak
di telingaku dia juga satu-satunya orang
yang tidka boleh kudapatkan. Kata-kataku ungkin
terdengar tidak masuk akal, tetapi
percayalah, aku rela melepaskan apa saja, melakukan apa
saja, asal bisa bersamanya. Tetapi apakah manusia bisa mengubah kenyataan?-
-“Satu-satunya yang bisa kulakukan
sekarang adalah keluar dari hidupnya. Aku tidak akan melupakan dirinya, tetapi
aku harus melupakan perasaanku padanya walaupun itu berarti aku harus
menghabiskan sisa hidupku mencoba melakukannya. Pasti butuh waktu lama sebelum
aku bisa menatapnya tanpa merasakan apa yang kurasakan setiap kali aku
melihatnya. Mungkin suatu hari nanti—aku tidak tahu kapan—rasa sakit ini akan
hilang dan saat itu kami baru akan bertemu kembali”-
-“Sekarang… Saat ini saja… Untuk beberapa detik saja… aku ingin
bersikap egois. Aku ingin melupakan semua orang, mengabaikan
dunia, dan melupakan asal-usul serta latar
belakangku. Tanpa beban, tuntutan, atau harapan, aku ingin
mengaku.
“Aku mencintainya.”- (Page 107)
-Tara mulai terisak. “Jangan marah padaku kalau aku menangis
sekarang.” Ia menggeleng. “Biarkan aku menangis. Hari ini saja.” Ia menarik
napas dengan susah payah. “Dengarkan aku. Tidak perlu mengkhawatirkan
aku. Aku akan baik-baik saja. Kau dengar aku, Tatsuya? Aku baik-baik saja.
Mungkin butuh waktu, tapi aku akan baik-baik saja. Kau boleh lihat sendiri
nanti. Kau akan lihat tidak lama lagi aku
akan kembali bekerja, tertawa, dan mengoceh
seperti biasa. Aku janji.” –
-Tuhan, tolonglah dia…. Ia tidak bisa memberitahu gadis itu bahwa
mereka punya ayah yang sama. Ia tidak bisa…. –
-“Berjanjilah padaku kau akan
baik-baik saja,”-
-Hatinya sakit sekali ketika memeluk
Tara, tapi jauh lebih sakit ketika ia
melepaskan pelukannya. Tidak apa-apa… Saat ia meninggalkan Paris, hatinya tidak
akan sakit lagi. Ia yakin itu. Karena pada saat itu, hatinya juga akan mati.
Tidak akan merasakan apa-apa lagi.-
-“Terima kasih.” Suaranya gemetar. Tangannya juga. “Terima
kasih atas semua yang sudah kaulakukan untukku. Aku
selalu senang bersamamu. Kau membuat
segalanya menyenangkan. Saat-saat bersamamu adalah
saat-saat paling membahagiakan. Aku selalu
mengira saat itu bisa bertahan selamanya.” –
-Bolehkah ia bersikap egois sekarang? Bolehkah ia meminta Tatsuya
agar tetap bersamanya? Ia menatap Tatsuya
dan matanya melebar. Apakah ia salah
lihat? Tidak… Sebelah mata Tatsuya yang tidak tertutup perban
sepertinya basah.
Tatsuya menangis…! Tatsuya bisa mendengarnya…-
Komentar
Posting Komentar